Saat ini tidak lebih dari 5%, atau kurang dari 1.000 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sudah melakukan ekspor UMKM. Itu artinya, ada tantangan besar yang dihadapi pelaku UMKM untuk “naik kelas”.
Hal itu terjadi karena masih ada hambatan yang menjadi tantangan bagi para pengusaha UMKM untuk bisa mengekspor produknya ke luar negeri. Pertama, adalah perihal selera pasar. Apa yang diproduksi di Indonesia, belum tentu selaras dengan selera pasar mancanegara.
Kedua, hambatan ada di pengurusan dokumen. Banyak eksportir atau pelaku UMKM ini melakukan semua proses hulu ke hilir produknya secara sendiri dan tak sedikit pula yang masih belum paham betul pengurusan dokumen.
Untuk itu, para pengusaha kecil itu telah meminta pemerintah mempermudah izin ekspor untuk produk UMKM, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), dan menggratiskan biaya sertifikasi agar harga produk UMKM Indonesia dapat bersaing pada pasar global.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memberikan insentif pajak ekspor bagi pelaku UMKM. Adapun, insentif lain yang diperlukan adalah penurunan biaya transportasi, perlindungan hukum untuk pasar luar negeri.
Peran Pemerintah
Sejalan dengan persoalan yang dihadapi pelaku UMKM, pemerintah telah menyiapkan rancangan untuk memacu ekspor produk UMKM. Rencana ini sedang ditindaklanjuti dengan menyiapkan ketentuan standar global dan branding yang kuat bagi UMKM.
Paradigma perdagangan internasional selalu mengacu pada kualitas dan branding produk dari suatu negara. Untuk itu, pembinaan terhadap UMKM sangat diperlukan, agar mereka dapat mengetahui lebih jauh tren perdagangan global.
Untuk itu, pemerintah diketahui telah melakukan pendampingan dan bimbingan kepada sektor UMKM untuk mendongkrak ekspor. Sejumlah kendala yang dihadapi sektor UMKM telah dipetakan, terutama terkait akses permodalan perbankan.
Selanjutnya, proses sertifikasi yang terstandar internasional harus diperhatikan UMKM. Memang cukup berat bagi UMKM untuk mengurus sertifikasi tersebut, apabila tak ada fasilitas dan kemudahan akses yang diberikan secara masif.
Untuk menggenjot ekspor produk UMKM, pemerintah juga menggandeng perusahaan besar. Selain itu, pemerintah akan memfasilitasi menyewakan tempat penjualan produk (warehouse) di luar negeri bagi pelaku UMKM.
Terkait akses pembiayaan bagi UMKM akan dibangun sistem terintegrasi yang diisi oleh berbagai instansi dan lembaga, guna mendorong perkembangan UMKM. Harapannya, kualitas produk UMKM akan semakin meningkat dan naik kelas.
Dalam hal ini, semua pihak telah dirangkul. Baik dari kalangan perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga dan kementerian, dan pelaku usaha. Semua itu demi mewujudkan cita-cita bersama untuk mendongkrak UMKM naik kelas secepatnya.
Mengacu catatan Kemenkop UKM, pada 2018 kontribusi ekspor produk UMKM terhadap ekspor nasional masih rendah yakni 15,8 persen atau sekitar 23 miliar dolar AS dari total ekspor nonmigas. Angka itu juga lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tengga, seperti Vietnam sebesar 20 persen dan Thailand sebesar 29,5 persen.
Pemerintah menargetkan nilai ekspor produk UKM, yang hari ini hanya 14,5 persen meningkat menjadi 30 persen pada 2024. Bila semua pihak merapatkan barisan, mengorkestrasi program, dan semua mengambil peran aktif, cita-cita besar itu bisa tercapai.
Strategi Mendongkrak UMKM
Pemerintah telah memiliki lima program utama untuk memutus kendala yang dihadapi UMKM. Pertama memperbesar pasar produk dan jasa UMKM. Selama ini, UMKM terkendala ruang jelajah untuk memasarkan produk mereka. Untuk itu diperlukan uluran tangan guna mempermudah mereka mencapainya.
Program kedua adalah meningkatkan daya saing dan kapasitas produk UMKM. Sebuah produk akan memiliki pasar yang besar dengan memastikan kualitas dan penyalurannya. Salah satu kekurangan UMKM adalah tidak diperhatikannya standar mutu internasional. Oleh sebab itu harus segera diperbaiki agar bisa masuk ke sana.
Ketiga, memberi dukungan pembiayaan dan investasi. Hal ini dilakukannya lantaran banyak UMKM yang punya masalah dalam hal pembiayaan. Banyak pembiayaan yang diberikan ke UMKM, tapi prosesnya tidak mudah. Baik bank nonbank, kredit nonkredit, agregasinya harus dipercepat.
Program keempat, yaitu pengembangan kapasitas manajemen dan usaha. Aspek ini penting, lantaran banyak UMKM yang tidak punya tenaga ahli di semua lini. Mereka harus disiapkan untuk memulai manajemen perusahaan profesional agar bisa bersaing dengan dunia luar.
Yang kelima, pemerintah juga memberikan kepastian hukum bagi pegiat UMKM untuk kemudahan berusaha, yakni dengan merevisi atau bahkan menghapus peraturan terkait yang tidak sesuai. Permudahan peraturan ini adalah angin segar bagi wong cilik yang sebelumnya selalu dipusingkan dengannya.
UMKM harus punya kesempatan dan kemudahan berusaha. Harus ada keadilan buat UMKM. Regulasi yang menghambat, akan segera tuntas dengan omnibus law. Pemerintah memberi perlindungan hukum terhadap produk UMKM, termasuk untuk menjaga dari fraud para importir dari luar. Dengan begitu, pelaku UMKM bukanlah anak ayam yang kehilangan induknya. (E-1)