Tanpa bunyi gong atau raungan sirine dari panggung seremonial, Badan Pusat Statistis (BPS) menggelar Sensus Penduduk 2020 mulai hari Sabtu 15 Februari 2020. Kick off program reguler yang digelar sekali dalam 10 tahun itu hanya ditandai dengan apel siaga secara serentak di Kantor-Kantor BPS di seluruh Indonesia, mulai dari kantor pusat di Jakarta, kantor wilayah di setiap ibu kota provinsi, hingga kantor-kantor BPS kabupaten/kota, Jumat (14/2/2020) pagi.
Kepala BPS Suhariyanto menyebut, apel siaga itu sebagai momentum krusial seluruh pegawai BPS, guna bersama-sama meluruskan niat dan menyatukan langkah dalam menyukseskan Sensus Penduduk 2020. ‘’Sensus penduduk akan menjadi pertaruhan nama dan kredibilitas bagi BPS,” ujar Suhariyanto.
Apalagi, dalam Sensus 2020 ini BPS melakukan inovasi, di antaranya melakukan sensus online, dan pada sisi lain memanfaatkan data olahan dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) sebagai data dasar. Sesuai perkembangan zaman, sensus online memang ini baru kali ini dilakukan.
Sepanjang RI berdiri, baru digelar enam kali sensus. Yang pertama 1961 dan terakhir 2010. Sensus 2020 adalah yang ketujuh. Adapun yang layanan sensus online itu sendiri akan dimulai 14 Februari dan berakhir 30 Maret 2020. Sensus manualnya baru dimulai 1 Juli 2020 dan BPS akan menerjunkan 390 ribu petugas lapangan. Hasilnya diumumkan 2021. Untuk suksesnya Sensus Penduduk 2020 ini, BPS mengharapkan dukungan dari segenap warga Indonesia.
Untuk sensus online, warga diharapkan secara aktif meregistrasi diri dan keluarganya melalui laman resmi BPS, yakni web bps.go.id dengan piranti yang terhubung ke internet seperti gawai smartphone, tablet, laptop, atau desktop. Warga mendaftar dengan cara memasukkan nama dan password pribadi, dan kode akses berupa nomor KK (kartu keluarga) dan/atau nomor induk kependudukan (NIK). Pada laman resmi BPS itu ada form yang siap diisi setelah nomor NIK dan/atau nomor KK dimasukkan.
Formulir yang disediakan melalui Sensus Mandiri, begitu jalur online itu disebut, tidak berbeda dengan formulir yang kelak akan dibawa para petugas lapangan ke rumah-rumah warga dalam sensus manual. Di situ ada isian tentang nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, status perkawinan, hubungan dengan kepala keluarga, agama, suku (etnik), pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Sensus ini juga bakal melibatkan warga negara asing yang menetap di Indonesia.
Ada 22 pertanyaan yang harus diisi. Untuk isian agama, di luar agama resmi yang selama diakui negara, yakni Islam, Kristen/Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Huchu, warga boleh mengisi keyakinan lain yang dianutnya. Untuk etnik, BPS menyiapkan daftar 170 etnik/subetnik yang bisa mewakili identitas warga. Pertanyaan etnisitas dalam sensus baru itu baru dilakukan sejak 2000.
Dengan memasukkan nomor KK dan NIK dari Direktorat Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, sensus 2020 ini sudah dibekali kemudahan. Data dasar dari Dukcapil yang dijadikan acuan bagi Sensus 2020 ialah data akhir November 2019, ketika penduduk Indonesia tercatat sekitar 266 juta jiwa.
Dalam urusan kependudukan Sensus Mandiri itu adalah cara yang lazim dipraktikkan di negara-negara maju. Dalam perspektif ini, warga berkewajiban mendaftarkan diri dan negara melayani. Tak ada lagi petugas yang datang menyisir rumah-rumah warga untuk melakukan pendataan. Sensus Mandiri ini dilakukan sebagai persiapan jika kelak di Indonesia harus diberlakukan sistem registrasi, penduduk yang mencatatkan diri untuk mendapatkan nomor identitas yang akan menjadi dasar hubungan warga dengan negara, semisal dalam urusan pajak atau memperoleh bantuan sosial.
Melalui Sensus ini, data kependudukan versi Dukcapil (data de jure) juga akan diuji. Idealnya, data dari sensus penduduk ini (data de facto) bisa mengkonfirmasikan data Dukcapil. Namun, ketidaksesuaian bisa saja terjadi. Pasalnya, data Dukcapil adalah hasil laporan mulai dari RT, RW, dusun, desa/kelurahan, dan seterusnya, yang bisa saja tak sesuai dengan kondisi de facto, bila ada warga yang tahu mau melaporkan diri dan keluarganya ke RT/RW dan ke desa/kelurahan. Namun, hasil sensus ini setidaknya bisa memberi kontribusi bagaimana data Dukcapil harus disempurnakan.
Salah satu output dari sensus ini adalah bagaimana bisa mengurangi kesenjangan antara data de facto dan de jure. Kesesuaian keduanya adalah isu penting sebagai pelaksanaan Amanat Pasal 1 Ayat (12) UU Nomor 01/2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa NIK sebagai nomor identitas (single identity number) semua warga negara. Maka, tak mengherankan bila Sensus Penduduk 2020 ini pun mengusung tema “Satu Data Indonesia”.
Sensus penduduk diperlukan untuk acuan pembangunan. Hasil sensus bisa menggambarkan keragaman, jumlah, pertumbuhan, dan sebaran penduduk dengan segala dinamika sosialnya. Kondisi kependudukan itulah yang digunakan sebagai acuan pembangunan secara lokal, regional maupun nasional, termasuk di dalamnya alokasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dalam alokasi anggaran ke daerah misalnya, indikator bakunya adalah jumlah penduduk dan luas wilayah—di samping ada indikator sosial dan ekonomi sebagai penguat .
Dari data sensus itu pula bisa dilakukan proyeksi struktur kependudukan ke depan. Dari kondisi aktual saat ini, bila diproyeksikan ke 2015, maka akan ditemukan angka perkiraan penduduk Indonesia 318,9 juta jiwa, yang 20 persen di antaranya adalah lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun. Maka, diperlukan antisipasi menyongsong situasi itu, ketika 20 persen penduduk secara relatif sudah kurang produktif.
Dunia internasional juga memerlukan data kependudukan yang akurat. Maka, pada 2020 ini secara serentak dilakukan sensus penduduk di 54 negara, termasuk di negara tetangga seperti Malaysia dan Indonesia. Dunia internasional juga memerlukan data kependudukan untuk tujuan tata kelola di planet bumi demi kesejahteraan bersama. Kesalahan tata kelola akan mempercepat kerusakan planet bumi.
Tekad bersama itu yang muncul dalam konferensi PBB tentang MDGs (Millenium Development Goals) 2000--2015, dan kini SDGs (Sustainable Development Goals) 2015--2030. Salah satu targetnya menekan angka kemiskinan dunia, mencukupi sandang, pangan, dan papan bagi warga miskin, menambah pasokan air bersih, pelayanan kesehatan, dan seterusnya. Urusan kependudukan adalah masalah besar.
BPS menjamin bahwa data kependudukan itu aman. Di tengah mewabahnya praktik nakal jual beli data pribadi secara elektronik, untuk keperluan komersial dan ada kalanya kriminal, BPS akan melindungi data online maupun offline-nya. Begitu halnya Dukcapil juga menjanjikan keamanan data dari ancaman para pencuri data. Untuk pengamanan data tersebut, Ditjen Dukcapil bahkan melibatkan sejumlah ahli IT dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara).
Penulis : Putut Tri Husodo
Editor bahasa: Ratna Nuraini