Indonesia.go.id - Sukuk Hijau, Investasi dan Kontribusi bagi Lingkungan

Sukuk Hijau, Investasi dan Kontribusi bagi Lingkungan

  • Administrator
  • Selasa, 24 November 2020 | 02:13 WIB
INVESTASI
  Penjualan Sukuk Ritel. Investasi yang diminati milenial saat ini. Foto: Antara Foto

Sukuk hijau atau green sukuk merupakan Surat Berharga Negara (SBN) syariah pertama di dunia yang mengedepankan konsep program pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan.

Pemerintah melakukan terobosan dalam menjalankan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca sesuai amanat Kesepakatan Paris pada 2016 yang ikut diratifikasi Indonesia. Dalam Kesepakatan Paris itu Indonesia setuju untuk ikut mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouse gas) hingga 29 persen pada 2030. Upaya itu harus dilakukan Indonesia tanpa bantuan dana asing. Proyek-proyek bertema ramah lingkungan pun dibuat seperti pembangunan pembangkit listrik berbahan energi baru terbarukan (EBT) serta pengembangan kendaraan listrik beserta perangkatnya. Namun, untuk menjalankan program-program hijau tersebut diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit.

Oleh karena itu pemerintah melakukan terobosan dengan penerbitan instrumen bond berkonsep sukuk hijau atau green sukuk dalam hal ini Sukuk Tabungan berseri ST007. Green sukuk ini telah diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan pada awal November 2020 ini. Green sukuk ST007 ini akan ditawarkan hingga batas waktu 25 November 2020. Ini adalah green sukuk tahap kedua sejak seri perdana ST006 diluncurkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada November 2019.

Penerbitan sukuk berkonsep pembiayaan hijau (green financing) ini adalah cara cerdas pemerintah untuk mengatasi kendala pengembangan sukuk negara dalam diversifikasi underlying asset. Langkah ini merupakan kelanjutan dari global sovereign green sukuk yang diterbitkan pemerintah pada 2018 dan 2019. Penjualannya memakai mata uang dolar yang ditawarkan di lantai bursa saham Singapura dan Dubai. Namun, ST006 dan ST007 merupakan green sukuk pertama yang dijual secara ritel berbasis rupiah. Ini merupakan pembiayaan syariah berbasis hijau atau ramah lingkungan pertama di dunia.

Hasil dari seluruh penerbitan ini akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek hijau (eligible green projects) baik dalam bentuk pembiayaan baru (new financing) atau pembiayaan lanjutan (refinancing). Proyek-proyek hijau yang mendukung pengurangan emisi karbon dan ketahanan terhadap perubahan iklim serta aksi mitigasi merupakan proyek yang layak untuk dibiayai dari green sukuk ini. Proyek hijau lainnya adalah keanekaragaman hayati, transportasi berkelanjutan dengan pengembangan lebih ramah lingkungan, pertanian hijau, serta pariwisata hijau.

Semua itu telah tercantum dalam green bond and green sukuk framework yang telah disusun pemerintah. Framework tersebut telah berstandar internasional dan mendapat pendapat kedua (second opinion) berupa medium green grade dari pengawas independen. Tingkatan ini merefleksikan ambisi terhadap iklim dan lingkungan, juga seberapa kokoh struktur tata kelola dari framework tersebut yang dimulai dari tingkatan tertinggi ke terendah, yaitu dark green, medium green, light green, dan brown.

Sukuk adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam fatwa nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.

 

Tuai Manfaat

Pada penjualan green sukuk global terbitan Maret 2018, pemerintah berhasil mendapatkan pemasukan sebanyak USD1,25 miliar atau Rp17,75 triliun dengan kurs Rp14.200 per dolar. Direktorat Pembiayaan Syariah Kemenkeu mencatat, permintaan terhadap green sukuk edisi Maret 2018 mencapai USD3 miliar (Rp42,6 triliun) atau sebesar 2,4 kali. Berdasarkan laporan pertanggungjawaban yang diterbitkan pemerintah seperti dilansir dari situs www.djppr.kemenkeu.go.id dan telah diaudit konsultan KPMG, green sukuk terbitan Maret 2018 telah menuai manfaat. Green sukuk berhasil dimanfaatkan untuk refinancing proyek 2016 sebesar 51 persen dan membiayai proyek baru di 2018 sebesar 49 persen. Proyek tahun 2016 yang dibiayai kembali (refinancing) sepenuhnya merupakan proyek aksi mitigasi. 

Dalam laporan tersebut juga dapat diketahui seberapa banyak emisi gas rumah kaca yang tereduksi dan dampak lain terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDG). Sebagai contoh, dalam laporan tersebut disebutkan adanya pembiayaan untuk pengembangan 121 fasilitas dan infrastruktur energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik mikrohidro dan minihidro. Pembangunan pembangkit ramah lingkungan ini telah memberi dampak dengan mengurangi 13.044,474 ton CO2e.   

Menurut Direktur Pembiayaan Syariah Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah dalam seminar daring bertema "Investasi Surat Berharga Negara di Bidang Perubahan Iklim" di Jakarta, Selasa (17/11/2020), green sukuk ST007 ditawarkan mulai dari harga Rp1 juta hingga Rp3 miliar. Green sukuk ritel telah dirancang dengan imbalan tinggi dibandingkan dengan green sukuk pada pasar global, yaitu sebesar 6,75 persen. Sedangkan green sukuk yang diterbitkan di pasar global pada Maret 2018 memiliki tingkat imbalan sebesar 3,75 persen.

Konsep hijau yang ditawarkan dari green sukuk ritel juga menjadi daya tarik tersendiri di tengah ramainya isu perubahan iklim. Di mana investor dengan preferensi khusus, tentunya akan menyambut baik penerbitan green sukuk ritel. Mereka pun mendapat julukan baru yaitu green investor.

 

Diminati Investor Milenial

Pada penawaran perdana ST006 di November 2019, pemerintah berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp1,46 triliun. Ada hal menarik yang dapat diungkap dari penjualan green sukuk ritel perdana ST006 di mana terjadinya peningkatan partisipasi investor muda berusia 18 hingga 38 tahun. Para investor milenial ini mendominasi 51,07 persen atau sebanyak 3.950 orang dari total keseluruhan investor ST006.

Bagi Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ruandha Agung Sugardiman, makin meningkatnya kepedulian kelompok milenial pada isu-isu lingkungan ikut memberi dampak positif kepada penghimpunan dana masyarakat dari penjualan green sukuk ini. Mereka ingin terlibat langsung dalam setiap aktivitas pengendalian perubahan iklim yang diinisiasi pemerintah termasuk dengan memiliki green sukuk yang berjangka waktu 2 tahun ini.

Penggunaan platform digital dengan mekanisme pembelian green sukuk secara online juga turut membantu mengerek partisipan milenial tadi. Sebelum dilakukan secara digital, partisipasi investor milenial tak lebih dari 13 persen. Pemanfaatan teknologi digital pun dilakukan dengan memilih mitra distribusi (midis) yang telah memiliki interface dengan sistem surat berharga negara (SBN) elektronik (e-SBN). Sebanyak 31 midis yang terdiri dari lembaga perbankan, perusahaan sekuritas dan perusahaan teknologi finansial (tekfin) dilibatkan oleh pemerintah. Seperti dikutip dari Dwi, selama dua pekan masa pendaftaran seri ST007 berjalan, green sukuk ini berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp2 triliun.

Dengan green sukuk ritel, masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam melawan perubahan iklim di mana pemerintah memerlukan kerja sama dari setiap pihak terutama masyarakat. Sehingga masyarakat mempunyai rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap lingkungan dan proyek hijau yang dijalankan oleh pemerintah. Di samping itu, mereka juga akan mendapatkan manfaat langsung dari investasi yang telah ditanamkan, baik dari segi finansial maupun manfaat kepada lingkungan di masa depan.

Dengan berinvestasi pada green sukuk ST007 senilai minimal Rp1 juta saja, misalnya, sudah berpotensi menurunkan emisi karbon kurang lebih 2 ton. Angka ini setara perjalanan Jakarta-Bandung dengan kendaraan roda empat sebanyak 56 kali. Perhitungan tersebut juga setara dengan menanam 200 pohon manggis yang memiliki manfaat sangat baik bagi lingkungan. Hasil penghimpunan dana dari penjualan ST007 ini sepenuhnya akan digunakan untuk pembiayaan proyek hijau seperti transportasi berkelanjutan dan ketahanan terhadap perubahan iklim.

Meskipun demikian, perlu adanya edukasi lebih luas kepada masyarakat mengenai pentingnya green sukuk ini. Terlebih saat ini isu-isu terhadap perubahan iklim semakin marak dan semakin banyak pula lapisan masyarakat yang peduli terhadap isu tersebut. Perlu upaya lebih besar lagi dari pemerintah tidak hanya mengenalkan apa itu sukuk, tetapi juga kaitannya dengan konsep hijau. Apalagi saat ini investor-investor SBN lebih mengenal bond dibandingkan sukuk.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini