Momentum perbaikan ekonomi, terutama kondisi turn around pada kuartal III/2020 dan kegairahan di akhir tahun, diharapkan menjadi batu pijakan untuk melanjutkan akselerasi roda perekonomian yang lebih baik pada 2021.
Tak dipungkiri, kredibilitas fiskal pada tahun ini akan diuji sejauh mana efektivitasnya, dan program vaksinasi akan menjadi game changer bagi percepatan pemulihan ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, melalui video conference, pada Rabu (6/1/2020), tak menampik adanya kekhawatiran terganggunya perekonomian nasional akibat dampak pandemi, seperti yang terjadi di awal 2020.
“Oleh karena itu, kita harus ketat dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sehingga, bisa segera memulihkan ekonomi. Ini sudah berjalan 12 bulan (pandemi,red). Kita harus terus berusaha agar wabah Covid-19 bisa terkendali, sehingga bisa membantu pemulihan ekonomi,” ujar Sri Mulyani berharap.
Menkeu menambahkan, kebijakan fiskal 2021 diarahkan untuk memulihkan APBN sebagai persiapan soft landing penerapan kebijakan fiskal extraordinary selama pandemi. “Manfaat APBN akan terus dimaksimalkan untuk seluruh rakyat.” Apa strategi dukungan fiskal untuk pemulihan ekonomi tahun ini? Pemerintah, jelas Sri Mulyani, akan membuka keran anggaran yang diharapkan efektif untuk menyokong pemulihan ekonomi tahun ini.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kinerja Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang tahun lalu. Di tengah-tengah terjadinya wabah Covid-19, kinerjanya tidak buruk-buruk amat. Pada 2020, penerimaan negara terkoreksi sebesar 16,7 persen menjadi Rp1.633,6 triliun. Adapun belanja yang dikeluarkan pemerintah tercatat naik 12,2 persen menjadi Rp2.589,9 triliun sepanjang 2020.
Dengan demikian, defisit APBN mencapai Rp956,3 triliun atau setara dengan 6,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Realisasi itu masih di ambang yang masih bisa ditoleransi Perpres nomor 72/2020, yakni sebesar 6,34 persen terhadap PDB. “Kami bekerja masih dengan menggunakan basis tersebut,” tambah Sri Mulyani, menanggapi terjadinya defisit anggaran itu.
Pemenuhan kebutuhan defisit anggaran dan untuk mendukung pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah pun harus mengelola pembiayaan anggaran secara prudent dan terukur, serta memperkuat sinergi dengan Bank Indonesia (BI).
Realisasi pembiayaan anggaran pada 2020 tercatat mencapai Rp1.190,9 triliun, utamanya bersumber dari pembiayaan utang yang mencapai Rp1.226,8 triliun. Rinciannya, berupa penerbitan SBN melalui lelang telah terpenuhi 100 persen, termasuk total pembelian SBN oleh BI sebagai stand by buyer sesuai SKB I sebesar Rp75,86 triliun (SBSN Rp33,78 triliun dan SUN Rp42,07 triliun) serta pembiayaan terkait burden sharing sesuai SKB II juga terpenuhi 100 persen, yaitu realisasi Public Goods sebesar Rp397,56 triliun dan nonpublic goods sebesar Rp177,03 triliun.
Dukungan BI sesuai skema SKB I dan II tersebut akan dimaksimalkan untuk penanganan Covid-19 dan PEN, termasuk pengadaan vaksin di tahun 2020 dan 2021. Pemerintah juga telah merealisasikan pengeluaran pembiayaan investasi yang diberikan kepada BUMN, BLU, dan lembaga, serta badan lainnya sebagai bagian dari upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional. Bagaimana mengenai postur APBN 2021? Pendapatan negara ditargetkan Rp1.743,6 triliun, belanja negara Rp2.750 triliun. Artinya, ada defisit Rp1.006,4 triliun atau 5,7 persen dari PDB.
Penetapan postur APBN 2021 dengan menggunakan pendekatan beberapa parameter ekonomi, yakni pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen, inflasi terjaga di level 3,0 persen, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp14.600. Pada awal tahun ini, pemerintah juga masih mengantongi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) 2020 sebesar Rp234,7 triliun. Dari Silpa senilai itu, sebanyak Rp66,7 triliun di antaranya merupakan dana yang diletakkan pemerintah di perbankan.
Selain itu, ada Silpa Rp50,9 triliun atau sisa lebih pembiayaan akhir tahun 2020 yang rencananya di carry over pada tahun ini, khususnya untuk program vaksinasi dan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ekonomi Makro 2020
Dalam konteks ekonomi makro 2020, ekonomi Indonesia terpercik oleh semangat optimisme dengan adanya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta dimulainya masa transisi Brexit. Namun, Covid-19 mengubah arah perekonomian global secara drastis. Pelebaran defisit fiskal dilakukan berbagai negara untuk mendukung kebijakan penanganan Covid-19 dan memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian domestik.
Tak dipungkiri, perekonomian Indonesia 2020 terhempas. Ekonomi bangsa pun menghadapi tantangan luar biasa sebagai dampak tren penurunan perekonomian global, yang bertransmisi secara cepat ke perekonomian nasional. Dari sisi demand dan supply mengalami gangguan. Ketidakpastian yang tinggi membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh berbagai institusi mengalami revisi ke bawah.
Di penghujung 2020, keberhasilan pengembangan vaksin Covid-19 memberikan optimisme dan meningkatkan sentimen positif terhadap prospek perekonomian dan pasar keuangan global. Volatilitas bursa saham dan obligasi global menurun, sehingga memicu aliran modal ke pasar keuangan negara berkembang.
Tren penguatan aktivitas manufaktur global juga meningkat, didorong oleh ekspansi manufaktur negara maju dan perbaikan di beberapa negara Asia. Memasuki triwulan IV-2020, perbaikan aktivitas ekonomi terus berlanjut setelah proses pembalikan arah (turning point) yang terjadi di triwulan III-2020. Komitmen Pemerintah menyiapkan vaksin gratis bagi seluruh warga memberikan harapan perbaikan ekonomi. Namun demikian, penanganan pandemi Covid-19 akan terus dijalankan. Permintaan domestik melanjutkan pemulihan terbatas, sementara ekspor membaik signifikan.
“Itulah situasi yang kita hadapi. Namun, Indonesia dibanding negara lain, kita akan terus keep-up untuk selalu relatif lebih baik atau meresepons secara lebih efektif, sehingga perekonomian dan masyarakat kita bisa bangkit kembali,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini