Indonesia sudah memasuki bulan ke-10 sejak pertama dinyatakan berada dalam kondisi kedaruratan pandemi Covid-19, pada April 2020. Menghadapi situsi itu, melalui Keputusan Presiden nomor 12 tahun 2020, bencana nonalam penyebaran corona virus pun ditetapkan sebagai bencana nasional.
Angka penularan virus relatif masih menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus. Pada Selasa (12/1/2021) tercatat, jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia, bertambah 10.047 kasus. Dengan demikian secara kumulatif kasus positif hingga hari ini menjadi 846.765.
Sementara itu, total jumlah pasien yang mengalami kesembuhan menjadi 695.807 orang atau bertambah 7.068 orang. Sedangan jumlah total korban meninggal akibat terinfeksi Covid-19 melonjak sebanyak 24.645 orang. Angka itu menunjukkan adanya pertambahan hingga 302 orang dalam waktu 24 jam.
Dari total jumlah korban meninggal tersebut, terdapat di antaranya sebanyak 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia. Data tersebut diperoleh dari catatan LaporCOVID-19 hingga 28 Desember 2020. Diketahui pula, sebanyak 96 di antaranya meninggal dunia pada Desember 2020.
Jika dirincikan lebih detail, sebanyak 228 orang dokter meninggal, perawat 167 orang, bidan 68 orang, dokter gigi 13 orang, ahli teknologi lab medik 10 orang, apoteker 6 orang, rekam radiologi 4 orang, terapis gigi 2 orang, sopir ambulans 2 orang, dan tenaga farmasi 1 orang.
Kriteria Penerapan EUA
Paparan angka-angka itu tak pelak menjadi keprihatinan tersendiri bagi bangsa. Itulah sebabnya, kemudian keberadaan vaksin Covid-19 amat diharapkan dapat menjadi salah satu penentu dalam mengatasi pandemi Covid 19.
Sebagaimana disampaikan Kepala Badan POM RI Penny K Lukito, pihaknya selaku otoritas regulatori obat. Sesuai dengan amanah dan tugasnya, memiliki peran penting untuk memastikan bahwa vaksin Covid-19 yang bakal digunakan di tanah air sudah memenuhi persyaratan keamanan khasiat dan mutu dalam rangka perlindungan kesehatan dan jiwa masyarakat.
“Memperhatikan kondisi kedaruratan tersebut dan merespons kebutuhan percepatan penanganan Covid-19, maka Badan POM mengambil langkah kebijakan dengan menerapkan persetujuan penggunaan dalam kondisi kedaruratan ((emergency use authorization/EUA) untuk vaksin Covid-19,” katanya dalam konferensi persnya pada Senin (11/1/2021).
Penerapan EUA tersebut, menurut Penny, dilakukan oleh semua otoritas regulasi obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi itu. Secara internasional, sambung dia, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan sejumlah kriteria.
Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat dan vaksin di dalamnya untuk mencegah, mendiagnosa, atau mengobati penyakit atau keadaan yang serius dan mengancam jiwa berdasarkan data nonklinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit tersebut.
Ketiga, memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dengan cara pembuatan obat yang baik. Lalu keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko berdasarkan pada kajian data nonklinik dan klinik obat. Kelima, belum ada alternatif pengobatan atau penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan, atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kini Pemerintah Indonesia memang telah melakukan pengadaan vaksin CoronaVac diproduksi Sinovac Biotech dan didaftarkan di Indonesia oleh PT Bio Farma. Dalam pengembangan vaksin tersebut, uji klinik fase 3 dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia, Brazil, dan Turki.
“Terkait uji klinik yang dilakukan di Bandung dengan subjek sebanyak 1.600 orang, Badan POM mengapresiasi peneliti yang sudah melaksanakan uji klinik tahap 3 dengan mematuhi cara uji klinik yang baik sehingga dapat diperoleh data hasil uji klinik yang valid dan sesuai dengan timeline yang telah ditetapkan. Keterlibatan semua pihak menjadi kunci keberhasilan proses itu,” tutur Penny.
Dalam rangka percepatan proses evaluasi, Penny menjelaskan, pihaknya telah menerapkan strategi berupa pendaftaran penerimaan data-data yang bertahap (rooling submission). Di mana, kata dia, industri farmasi pendaftar menyampaikan data dukung keamanan, khasiat, dan mutu secara bertahap dan Badan POM mengevaluasi setiap data yang diterima.
Vaksin Aman
Untuk dapat menyetujui izin penggunaan dengan EUA, Penny mengingatkan, WHO telah mensyaratkan standar persyaratan khasiat dan keamanan yang harus memiliki minimal data hasil pemantauan keamanan dan khasiat selama enam bulan untuk uji klinis fase 1 dan fase 2 serta tiga bulan untuk uji klinik fase 3 disertai dengan efikasi vaksin minimal 50 persen.
Berdasarkan data-data yang telah disampaikan oleh PT Biofarma kepada Badan POM dan hasil pembahasan yang dilakukan bersama Komite Nasional Penilai Obat dan para ahli di bidang dunia kesehatan terkait, yakni pada 9 Desember 2020, 29 Desember 2020, 8 Januari 2021, dan 10 Januari 2021, Penny menandaskan, telah diperoleh ringkasan data keamanan dan khasiat vaksin.
Yakni, pertama, berdasarkan hasil evaluasi data dukung keamanan vaksin CoronaVac yang diperoleh dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brazil, yang dipantau sampai periode tiga bulan setelah penyuntikan dosis yang ke-2. Secara keseluruhan menunjukkan vaksin CoronaVac aman.
“Hasil evaluasi menunjukkan CoronaVac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam,” tutur Kepala Badan POM.
Frekuensi efek samping dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan di kulit, dan diare, menurut Penny, yang dilaporkan hanya sekitar 0,1—1 %. Itu bukan merupakan efek samping yang berbahaya, dapat pulih kembali, dan dialami oleh subjek yang mendapatkan placebo.
Kedua, Penny menjelaskan soal hasil evaluasi terhadap data dukung khasiat atau efikasi vaksin CoronaVac. Untuk itu, Badan POM menggunakan data hasil pemantauan dan analisis hasil uji klinis di Indonesia dan juga mempertimbangkan hasil uji klinis di Brazil dan Turki.
Penny lantas menegaskan, vaksin CoronaVac telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas). Itu dilihat, sambung dia, dari mulai uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai 6 bulan.
“Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Pada 14 hari setelah penyuntikan, hasil zeropositif (kemampuan vaksin membentuk antibodi) sampai 99,74 perse. Dan pada tiga bulan jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23%,” jelasnya.
Ketiga, Penny mengungkapkan, hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinis di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3%. Berdasarkan laporan dari efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25% serta di Brazil sebesar 78%. Artinya, dia menegaskan, hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50%.
“Dengan efikasi vaksin sebesar 65,3%, dari hasil uji klinik di Bandung, menunjukkan bahwa ada harapan vaksin ini mampu menurunkan kejadian penyakit Covid-19 hingga 65,3%,” ujar Kepala Badan POM.
Penurunan angka kejadian infeksi Covid-19 dengan vaksin, menurut Penny, sangat berarti sebagai upaya agar dapat keluar dari pandemi. Kendati tentunya, kata dia, tetap melaksanakan upaya lain seperti 3M.
Keempat, Badan POM juga melakukan evaluasi vaksin berdasarkan data dukung mutu vaksin. Adapun evaluasi terhadap data mutu vaksin dilakukan dengan mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
“Salah satunya melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac yaitu fasilitas Sinovac Life-Science di Beijing pada akhir Oktober 2020, untuk memastikan proses pembuatan vaksin memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sehingga dapat dipastikan konsistensi mutu dari vaksin tersebut,” tuturnya.
Badan POM melalui Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (P3OMN) juga memastikan mutu setiap bets yang akan digunakan dengan melakukan pengujian dalam rangka pelulusan bets atau Lot Release.
“Berdasarkan data-data tersebut di atas, dan mengacu kepada panduan dari WHO dalam pemberian persetujuan EUA untuk vaksin Covid-19 (Considerations for Evaluation of Covid-19 Vaccines), maka pada Senin, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali kepada vaksin CoronaVac, produksi Sinovac Biotech Inc yang bekerja sama dengan PT Bio Farma,” tegas Kepala Badan POM.
Pengambilan keputusan didasarkan pada rekomendasi yang diterima oleh Badan POM berupa hasil pembahasan yang dirumuskan dalam rapat pleno dari Anggota Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat, Tim Ahli dalam bidang Imunologi, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Ahli Epidemiologi pada 10 Januari 2021.
Mengedepankan Kehati-hatian
Badan POM senantiasa mengedepankan kehati-hatian, integritas dan independensi, serta tranparansi dalam pengambilan keputusan pemberian EUA ini, dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat. Sebagai Otoritas Regulatori Obat, Badan POM secara rutin diaudit oleh WHO, dan telah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu Otoritas Regulatori Obat yang memiliki tingkat maturitas tinggi (maturity level 3-4).
Pemberian persetujuan EUA ini, diharapkan dapat mendukung upaya Pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. “Mari kita dukung program vaksinasi Covid-19, karena keberhasilan penanganan Covid-19 ini merupakan keberhasilan kita bersama sebagai bangsa”. tutup Kepala Badan POM.
Penulis: Ratna Nuraini
Editor: Firman Hidranto/ Elvira Inda Sari