Pernah terdengar kabar betapa ada orang kaya atau orang meninggal yang menerima bantuan pemerintah. Tentu, kabar serupa itu membuat miris. Pasti ada yang salah dalam hal data ataupun pendistribusian bantuan.
Emoh kecolongan lagi, pemerintah pun berbenah. Kini, data diintergrasikan dengan semua lini kementerian dan lembaga. Ketepatan sasaran dan kecepatan penyerapan anggaran menjadi perhatian serius Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), beberapa tahun terakhir. Dan hal itu kembali ditekankan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa yang dalam keterangan persnya menyebut bahwa pihaknya telah menyiapkan rencana dan jangka waktu dari pelaksanaan reformasi pelindungan sosial tersebut. "Pelajaran yang berharga dari pandemi saat ini, salah satunya, adalah bagaimana pemerintah bisa membantu masyarakat melalui program bantuan sosial," ujarnya, dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, selepas rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi itu.
Salah satu aspek terpenting yang harus dibenahi adalah akurasi data penerima bantuan sosial untuk memastikan efektivitas penyaluran bantuan sosial dan juga penyaluran jaminan sosial. Transformasi digital sangat penting untuk memastikan kemudahan, kecepatan, dan ketepatan penyaluran bantuan sosial. Mengingat, 55 persen rumah tangga mengandalkan bantuan pemerintah untuk mengatasi kerawanan pangan selama pandemi Covid-19.
Jadi, menurut Suharso, data adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari dan menjadi faktor terpenting di dalam melaksanakan perlindungan sosial melalui program-program bantuan sosial. Reformasi sistem perlindungan sosial yang akan segera dilaksanakan itu, time frame-nya sudah dibuat oleh Bappenas sampai dengan 2024.
Integrasi Program
Selain itu, pemerintah juga akan mengintegrasikan semua program bantuan sosial yang selama ini masih tersebar di berbagai kementerian atau lembaga. Pelaksanaan program bantuan yang masih tersebar itu membuat pengelolaannya kerap tumpang tindih dan tidak fokus. "Jadi cara agar bantuan-bantuan sosial efektif adalah dengan menguji lagi tingkat kesahihan program-program yang tersedia di berbagai kementerian dan lembaga. Bappenas ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk menyusun ulang sistem perlindungan sosial ini," ucap Suharso.
Reformasi terhadap sistem perlindungan sosial tersebut, selain mengefektifkan penyaluran dan pemanfaatan program, dalam jangka panjang juga ditujukan untuk menekan tingkat kemiskinan. Presiden Joko Widodo berharap, pada 2024 angka kemiskinan ekstrem di Indonesia mampu ditekan serendah mungkin. "Bagaimana caranya? Yaitu dengan memfokuskan bantuan-bantuan sosial sedemikian rupa dengan kelompok-kelompok sasaran yang masuk dalam kelompok rentan dan miskin kronis sehingga penurunan kemiskinan akan bisa kita capai," tandas Kepala Bappenas.
Persentase anggaran program perlindungan sosial secara rata-rata masih sebesar 2,8 persen terhadap PDB, dan sebesar 0,84 persen terhadap PDB di luar subsidi (2013-2020). Proporsinya masih rendah, yakni sebesar 0,7 persen terhadap PDB (2018), lebih rendah dibandingkan rata-rata pengeluaran negara-negara lower middle-income countries sebesar 1,5 persen terhadap PDB (Worldbank, 2019).
Penyusunan ulang sistem perlindungan sosial yang menjadi tugas Bappenas mencakup pemberian bantuan sosial kepada masyarakat dengan persyaratan tertentu tanpa mereka harus membayar iuran serta jaminan sosial yang diperoleh setiap anggota masyarakat sepanjang mereka ikut serta membayar iuran.
“Tetapi, kita tahu persis bahwa tidak semua warga negara dan penduduk Indonesia mempunya kemampuan yang sama dalam hal jaminan sosial dan juga dalam hal untuk memperoleh atau tidak memperoleh bantuan sosial. Jadi ke depan, kita susun kembali. Kita rancang ulang. Kita desain hal-hal yang sudah kita laksanakan hari ini, untuk kita integrasikan sedemikian rupa,” ungkap Suharso dalam keterangan persnya.
Selain untuk mitigasi dampak pandemi Covid-19, pemberian bantuan sosial juga bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan. Menteri Suharso menegaskan, meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan terjaganya daya beli masyarakat dengan target indeks pembangunan manusia sebesar 72,78–72,95 dan tingkat kemiskinan sebesar 9,2–9,7 persen menjadi salah satu sasaran pembangunan seiring dengan implementasi Rencana Kerja Pemerintah 2021 yang mengusung tema “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial.
“Tingkat kemiskinan ingin kita turunkan, terutama pada level paling bawah yaitu extreme poverty 2,5 hingga 3 persen. Tadi diarahkan oleh Presiden Jokowi, sampai 2024, diharapkan bisa mencapai 0 persen. Bagaimana caranya? Dengan memfokuskan program bantuan sosial sedemikian rupa dengan sasaran yang masuk dalam basket kelompok rentan dan miskin kronis sehingga dengan demikian penurunan kemiskinan akan bisa kita capai,” ujarnya.
Dalam menata program-program penanggulangan kemiskinan, Kementerian PPN/Bappenas sendiri mengusung enam strategi. Pertama, transformasi data menuju registrasi sosial-ekonomi melalui perbaikan data dan pengembangan sistem pendataan sosial ekonomi terintegrasi 100% penduduk.
Kedua, integrasi program dan peningkatan SDM pendamping dengan integrasi dan koordinasi bantuan sosial dan jaminan sosial serta layanan rujukan terpadu dan sertifikasi SDM.
Ketiga, pengembangan mekanisme distribusi secara digital untuk transfer tunai dan melalui platform PT POS maupun ojek daring di perkotaan untuk sembako dan bantuan lainnya.
Keempat, pengembangan skema perlindungan sosial adaptif melalui adaptasi skema perlindungan sosial karena adanya guncangan alam, sosial ekonomi, dan kesehatan.
Kelima, digitalisasi penyaluran melalui platform digital (integrasi data), nomor induk kependudukan (NIK); penerapan electronic know your customer (e-KYC), dan pembukaan satu rekening bantuan sosial, serta platform pembayaran perbankan dan fintech.
Keenam, reformasi skema pembiayaan melalui pengembangan skema pembiayaan yang inovatif, ekspansif, dan berkesinambungan.
Program bantuan sosial memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pengurangan kemiskinan. Bantuan yang diberikan dalam program bantuan sosial tidak bergantung kepada kontribusi dari penerima manfaatnya. Bantuan sosial dapat diberikan secara langsung dalam bentuk uang (in-cash transfers), juga dalam bentuk barang dan pelayanan (in-kind transfers).
Setiap bantuan bisa bersifat sementara, karena adanya situasi sosial tertentu. Seperti, bencana, resesi ekonomi, atau adanya kebijakan pemerintah tertentu. Selain itu bantuan juga dapat bersifat tetap, khususnya bagi penduduk yang mempunyai kerentanan tetap seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, dan anak telantar.
Sejak Pemerintahan Jokowi 2014-2020, anggaran perlindungan sosial semakin hari semakin naik. Pada 2014, anggaran perlindungan sosial 120,3 triliun. Kemudian pada 2015 sebesar 140 triliun. Selanjutnya pada 2016 besarnya 137,7 triliun, pada 2017 anggaran 148,9 triliun, 2018 (161,5 triliun), 2019 sebanyak 200,8 triliun, dan pada 2020 mencapai 234,33 triliun.
Sedangkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021, pemerintah menganggarkan dukungan perlindungan sosial yang cukup fantastis, yaitu sebesar Rp419,3 triliun. Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato Rancangan UU APBN dan Nota Keuangan, di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020).
Benar, pemerintah kini sangat perhatian terhadap pelindungan sosial, apalagi di tengah wabah pandemi. Ini tergambarkan dari anggaran untuk dukungan perlindungan sosial pada 2021 yang angkanya mencapai Rp419,3 triliun.
Dari anggaran itu, ada dua sasaran yang ingin diraih, yakni percepatan pemulihan sosial dan dukungan bagi reformasi sistem perlindungan sosial secara bertahap.
Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Firman Hidranto/ Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini