Indonesia.go.id - Menggenjot Ekonomi di Jalur Perbatasan

Menggenjot Ekonomi di Jalur Perbatasan

  • Administrator
  • Selasa, 26 Januari 2021 | 06:02 WIB
PERBATASAN
  Pos Lintas Batas Negara di Aruk , Sambas, Kalimantan Barat. Foto: ANTARA FOTO

Inpres nomor 1 tahun 2021 mendorong pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu di Aruk (Kalbar), Motaain (NTT), dan Skouw (Papua) menjadi gerbang ekonomi.

Sunardi, seorang guru SMA di Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat, merasakan betul manfaat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Aruk, di Sajingan Besar, Kabupaten Sambas. Pembangunan PLBN Tepadu Aruk ini ibarat mengubah pos jaga jalan tikus menjadi gerbang yang membuka hubungan sosial, budaya, dan ekonomi antara Indonesia dan Malaysia.

Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Sunardi gemar mengajak keluarganya melewati Pos PLBN itu untuk melancong dan bersilaturahmi ke kerabatnya di Kuching, Ibu Kota Serawak, Malaysia. Kota yang berbatasan langsung dengan Indonesia itu jarak tempuhnya hanya delapan jam. Ketika masih berupa jalan tikus, ia harus ke Pontianak naik pesawat dan baru bisa ke Kuching. Pilihan lainnya melalui Gerbang Entikong.

Kini PLBN Terpadu Aruk sudah jadi gerbang besar yang ramah. Semua urusan berjalan cepat di situ. Bukan hanya penjaga perbatasan dari Polri dan TNI yang melayani masyarakat, ada pula petugas imigrasi, pos bea cukai dengan kelengkapan kepabeannya, termasuk gudang sita.  Bangunan PLBN terpadu ini juga megah, instagrammable, dan lengkap. Ada banyak rumah makan dan tempat penjualan jajanan.

“Sebelum pandemi, saya dan keluarga sering menikmati dan melintas PLBN Aruk itu. Kadangkala, ya hanya sampai PLBN, makan bersama dengan keluarga, kemudian balik lagi ke Sambas. Terkadang, kami meneruskan wisata hingga ke Kuching, bertemu keluarga dan belanja, menginap sehari, kemudian balik lagi ke Sambas,” ujarnya.

PLBN Terpadu Aruk merupakan PLBN yang baru saja direvitalisasi. Pos terpadu di Aruk itu merupakan satu dari tiga titik PLBN terpadu di Kalimantan Barat, selain PLBN Entikong di Kabupaten Sanggau dan PLBN Nanga Badau di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Total bangunan PLBN Aruk seluas 2.900 meter persegi. Bangunan itu berdiri di lahan seluas 9,1 hektare yang terdiri dari bangunan utama, bangunan pemeriksaan terpadu, rumah pompa dan genset, bangunan gudang sita, car wash, check point, dan bangunan lainnya.

Menurut rencana, pembangunan PLBN Terpadu Aruk yang mengadaptasi arsitektur Suku Dayak, Kalimantan, yakni rumah panjang, dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama sudah tuntas. Tahap berikutnya, bangunan gedung seluas 4.044 meter persegi di lahan 17,99 hektare untuk kepentingan mess pegawai, rest area, pasar perbatasan, dan gedung serba guna.

Indonesia saat ini memiliki 18 PLBN yang mencakup kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini. PLBN merupakan pintu gerbang atau etalase sebuah negara. Wajar saja, selama Pemerintah Presiden Joko Widodo, wajah PLBN direvitalisasi sehingga menjadi lebih cantik dan enak dipandang.

Khusus kawasan perbatasan, pemerintah menetapkan pengelolaannya dan pengawasannya di bawah Kementerian Dalam Negeri. Menteri Dalam Negeri juga sebagai kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Dalam konteks perbatasan yang sangat erat kaitannya dengan kewenangan BNPP yang tercantum dalam Perpres nomor 44 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

Nah, kini pemerintah kembali mengeluarkan regulasi berkaitan pengembangan kawasan perbatasan. Kali ini, Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) nomor 1 tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, dan Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua.

Dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan dimaksud, melalui Inpres yang ditandatangani pada 11 Januari 2021, Presiden mengeluarkan sejumlah instruksi yang ditujukan pada menteri/kepala lembaga/pimpinan pemerintah daerah. Instruksi pertama diberikan kepada Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perhubungan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Menteri Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, untuk senantiasa melaksanakan dan menyelesaikan program kegiatan percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan tersebut.

Adapun, untuk program kegiatan dimaksud tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari inpres yang dapat diakses pada laman jdih.setkab.go.id tersebut. Terdapat 60 program dalam lampiran ini, dengan perincian 21 program pada kawasan perbatasan Aruk, Kalimantan Barat, 20 program pada kawasan perbatasan Motaain, Nusa Tenggara Timur, dan 19 program pada kawasan perbatasan Skouw, Papua.

Selanjutnya kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Presiden Jokowi menginstruksikan agar diberikan pengarahan dan pengendalian secara umum dalam mendorong percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara dimaksud serta mengoordinasikan penyelesaian permasalahan yang timbul (debottlenecking) dalam pelaksanaan percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan tersebut. Pendek kata, PLBN itu akan didorong agar menjadi gerbang ekonomi yang lebih produktif.

Selain itu, Menko Perekonomian juga mendapatkan instruksi, untuk melaporkan pelaksanaan inpres itu kepada Presiden Jokowi, paling sedikit dua kali dalam satu tahun, atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. “Menteri Dalam Negeri melakukan koordinasi dan sinkronisasi atas proses penyusunan program kegiatan percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain dan Skouw, agar termuat dalam kebijakan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana Pembangunan Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,” bunyi inpres tersebut.

Kemudian, Menteri Luar Negeri bertugas untuk mengoordinasikan, mendorong, dan memfasilitasi peningkatan kerja sama luar negeri di tingkat bilateral, regional, dan multilateral. Menteri Keuangan diinstruksikan untuk mengalokasikan anggaran yang diperlukan oleh kementerian/lembaga untuk pelaksanaan inpres itu dengan memperhatikan ketersediaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Instruksi selanjutnya, kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, untuk membangun dan menyediakan infrastruktur sumber daya air pada kawasan dimaksud, menyelenggarakan jalan nasional dan jalan daerah serta aksesibilitas pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw, dan melaksanakan pembangunan sistem penyediaan air minum pada kawasan perbatasan negara tersebut.

“Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk mengoordinasikan percepatan penerbitan izin pemanfaatan ruang, lokasi, dan pengadaan tanah untuk percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw,” sebagaimana dikutip dari Inpres.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga diminta untuk melakukan percepatan penyelesaian permasalahan lahan yang berkaitan dengan status kawasan perbatasan negara dimaksud. Kemudian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional diinstruksikan untuk mengoordinasikan penetapan tujuan, sasaran, kebijakan, dan strategi percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

 

Penajaman Program

Tentu yang tak kalah penting adalah melakukan penyusunan dan penajaman program, kegiatan, proyek, lokasi, dan keluaran (output) dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw. Itu sebabnya, Menteri BUMN pun dilibatkan. “Menteri Badan Usaha Milik Negara mendorong peran serta Badan Usaha Milik Negara dalam percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw,” bunyi Instruksi Presiden.

Kepada Sekretaris Kabinet, diinstruksikan untuk melakukan koordinasi pengawasan pelaksanaan inpres itu. Sementara itu, Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan diinstruksikan untuk mengoordinasikan pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan program kegiatan percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari inpres.

Selain itu, kepala negara juga memberikan instruksi pada pemerintah daerah. Pertama, kepada Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Nusa Tenggara Timur, dan Gubernur Papua untuk memfasilitasi penyiapan lahan siap bangun, mempercepat proses perizinan sesuai dengan kewenangannya, dan menyediakan anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan program oleh dinas atau unit kerja terkait.

Sementara itu, Bupati Sambas, Bupati Belu, dan Wali Kota Jayapura diinstruksikan untuk menyediakan lahan siap bangun, mempercepat proses perizinan sesuai dengan kewenangannya, dan menyediakan anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan program oleh dinas atau unit kerja terkait.

“Kementerian/lembaga melaksanakan dan menyelesaikan program kegiatan percepatan pembangunan ekonomi pada kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw sebagaimana tercantum dalam instruksi presiden ini dan lampirannya paling lambat dua tahun terhitung sejak instruksi presiden ini dikeluarkan,” tegas Presiden Jokowi, tertuang dalam diktum ketiga inpres.

Pada diktum keempat disebutkan bahwa segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan inpres itu dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Harapannya, keluarnya Inpres (Inpres) nomor 1 tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara, terutama Aruk (Kalbar), Motaain (NTT),  dan  Skouw (Papua) bisa terakselerasi lagi pembangunannya sehingga mempercepat ekonomi di garda terdepan wilayah Indonesia tersebut.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini