Indonesia.go.id - Menertibkan Layanan Dompet Digital

Menertibkan Layanan Dompet Digital

  • Administrator
  • Rabu, 8 Desember 2021 | 06:45 WIB
EKONOMI DIGITAL
  Ragam layanan pembayaran digital.ANTARA FOTO
Dari 37 provider yang tercatat di Bank Indonesia, hanya lima pemain besar yang menguasai pangsa pasar dompet digital. Untuk mengatur dan tertibnya layanan dompet digital, Bank Indonesia telah menerbitkan peraturan.

Ekonomi digital terus berkembang dan berinovasi mengikuti kebutuhan masyarakat. Salah satu medium ekonomi digital itu adalah dompet digital yang kini semakin menjadi alat transaksi dan dibutuhkan masyarakat, terutama layanan belanja e-commerce.

Sebut saja sejumlah pemain besar dompet digital, seperti GoPay, OVO, ShopeePay, dan LinkAja, yang saling berlomba memberikan pemanis kepada konsumen untuk menggunakan alat pembayaran milik mereka.

Memasuki periode gajian, biasanya sejumlah banner promosi dari pelaku dompet digital itu menghiasi tenant-tenant di sejumlah mal. Bahkan, promosi mereka juga sudah menyerbu hingga pasar tradisional.

Bagi konsumen, event promosi diskon penyedia jasa sistem pembayaran (PJSP) sangat dinantikan. Biasanya, provider PJSP itu mengusung jargon ‘payday’ saat menawarkan promosi selama periode gajian.

OVO, PJSP milik Grab, misalnya menawarkan promosi uang kembali (cashback) hingga 60 persen di beberapa merchant, GrabBike, GrabCar, dan GrabFood selama sepekan. Mayoritas kepemilikan saham OVO kini dimiliki oleh Grab dari sebelumnya dimiliki Tokopedia dan Lippo Group.

Pesaing OVO, yakni GoPay, juga rutin menggelar promosi serupa. Dompet digital besutan Gojek ini menawarkan cashback hingga 50 persen. Strategi bakar uang memang bertujuan untuk menggaet konsumen.

Wanita bernama Bunga, 31 tahun, pengguna setia dompet digital sangat menikmati dan menantikan promo diskon cashback tersebut. Bunga pun rela mengunduh banyak aplikasi dompet digital untuk bisa menikmati persaingan promo dari penyedia jasa dompet digital tersebut. Minimal Bunga punya dua aplikasi di gadget-nya. “Ya, untuk perbandingan saja. Bila aplikasi A diskonnya lebih besar di merchant A, saya pakai itu,” kata Bunga.

Wanita itu pun cukup jeli memaksimalkan diskon. Jika ada batasan uang kembali (cashback), maka ia akan menggunakan lebih dari satu dompet digital untuk bertransaksi di satu mitra penjual.

Ada macam-macam tujuan dari persaingan promo itu. Salah satunya adalah upaya provider untuk mengakuisisi mitra. Diharapkan mitra itu mau menggunakan layanan dompet digital yang bersangkutan.

Bisa jadi, itu strategi yang benar. Wajar saja. Apalagi, pemain yang bermain di bisnis ini lumayan banyak. Menurut data Bank Indonesia, sebanyak 37 operator yang bermain di jasa layanan pembayaran tersebut.

 

Penguasa Pasar

Survey yang dilakukan Neurosensum Indonesia menyebutkan, dari lima besar pemain dompet digital, ShoopeePay menguasai pangsa pasar 28 persen. Berikutnya, OVO (25 persen), GoPay (21 persen), Dana (20 persen), dan LinkAja (6 persen). Dari gambaran di atas, masih menurut hasil survei itu, jumlah downloader yang tertinggi masih dipegang ShopeePay dan GoPay yang mencapai 100 juta.

Kedua pemain itu bisa mencapai downloader tinggi karena digabung dengan aplikasi induknya, Shopee dan Gojek. Di sisi lain, pesaingnya bila dilihat dari downloader-nya hanya di kisaran 10 juta saja.

Ke depan, persaingan bakal semakin sengit. Setiap pelakunya tentu terus berusaha memperbaiki kinerjanya, termasuk memperkaya fitur di aplikasinya.

Bagaimana kue bisnis dari uang elektronik, termasuk dompet digital tersebut. Kue bisnisnya luar biasa. Data Bank Indonesia menyebutkan dalam tiga bulan terakhir hingga September 2021, nilai transaksi berbasis uang elektronik, mulai Juli 2021, mencapai Rp25,4 triliun, Rp24,8 triliun (Agustus), dan Rp27,6 triliun pada September 2021.

Merujuk kue bisnis dan potensinya di masa datang, wajar pelaku PJSP terus berinovasi. ShopeePay salah satunya, pelaku dompet digital itu terus memperluas ekosistemnya ke berbagai lini industri, yang menghadirkan inovasi fitur yang relevan bagi penggunanya melalui fitur ‘Minimarket’.

Begitu juga Dana dan OVO. OVO misalnya, menambah layanan transportasi, pemesanan makanan dan belanja online di fitur layanannnya. Penambahan fitur aplikasi kini menjadi salah cara agar pemain-pemain itu bisa tetap bersaing di pasar dompet digital.

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan bertanggung jawab terhadap terus berkembangnya sistem pembayaran melalui instrumen uang elektronik (digital) untuk mendukung akselerasi ekonomi keuangan digital nasional.

Untuk mengatur dan tertibnya layanan dompet digital, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran. Regulasi itu mulai berlaku pada Juli 2021.

Regulasi itu menjadi payung hukum sistem pembayaran di dalam negeri. BI menilai, perlunya aturan besar yang mengatur segala hal di bidang sistem pembayaran di Indonesia. Regulasi itu juga mengatur soal PJSP dan penyedia infrastruktur sistem pembayaran (PISP).

Sebagai informasi, dalam aturan permodalan baru syarat modal disetor untuk PJSP memiliki tiga kategori. Di antaranya, untuk kategori izin 1 senilai Rp15 miliar dan untuk kategori izin 2 sebanyak Rp5 miliar.

Sedangkan kategori izin 3 untuk yang tidak menyediakan sistem bagi penyelenggara lain, minimal modal disetor Rp500 juta, dan bila menyediakan sistem bagi penyelenggara lain maka minimal modal disetor Rp1 miliar.

Selain terus memperkuat dari sisi regulasinya, Bank Indonesia juga terus memperbaiki sisi layanan pembayaran digital, termasuk melalui dompet digital. Masyarakat bisa saja mempunyai pelbagai alat pembayaran atau dari berbagai merek. Namun, semua platform itu harus memiliki quick response code Indonesia standard (Qris).

Dengan adanya Qris itu, pemilik layanan tidak lagi bisa melakukan monopoli. Merchant hanya perlu satu alat untuk membaca (QR) code yang disediakan pemain fintech atau bank. Transaksi quick response melalui alat ini pun dibatasi hanya maksimal Rp2 juta per transaksi.

Bank Indonesia tidak mau kecolongan. Dengan adanya Qris itu, konsumen cukup scan barcode yang tersedia di merchant, konsumen pun akan mendapatkan kemudahan dalam layanan, lebih cepat dan transaksinya aman.

Harapannya, sistem pembayaran nirsentuh, termasuk dompet digital berbasis  Qris semakin massif penggunaannya di berbagai sektor. Melalui sistem pembayaran digital terbukti memberikan banyak manfaat, di antaranya mendorong efisiensi perekonomian, mempercepat keuangan inklusif, mengurangi risiko penularan Covid-19, bahkan ikut memajukan UMKM juga.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari