Tabung gas melon istilah tabung elpiji ukuran 3 kg yang mirip buah melon sangat akrab dengan kita. Di pengkolan ujung gang, banyak kita temui penjual gas kelas rakyat tersebut.
Harganya gas 3 Kg itu pun sangat terjangkau bagi rakyat. Wajar saja karena gas kelas rakyat itu disubsidi pemerintah. Namun, suatu saat tumpukan tabung-tabung gas itu di ujung jalan itu, termasuk tabung gas melon bisa jadi tidak akan kita temui lagi di masa datang.
Pasalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah berencana menggenjot pembangunan infrastruktur distribusi gas rumah tangga langsung ke rumah melalui jaringan pipa gas (jargas).
Tahun ini, pemerintah melalui BPH Migas telah menargetkan pembangunan infrastruktur gas hingga ke rumah tangga sebanyak 78.216 sambungan rumah tangga (SR) yang tersebar di 18 kota/kabupaten. Dana pun sudah dialokasikan melalui APBN 2019, yakni sebesar Rp852,2 miliar.
Dana sebesar itu merupakan bagian belanja yang distilahkan Kementerian ESDM sebagai ‘infrastruktur rakyat’ dan memang menjadi fokus kementerian itu tahun ini yang mencapai total Rp4,99 triliun.
Dari total anggaran Rp4,99 triliun itu, seperti disampaikan Sekjen Kementerian ESDM Ego Syahrial dalam satu kesempatan dengar pendapat dengan DPR awal tahun ini, sebanyak 50% dialokasikan untuk belanja infrastruktur rakyat Rp2,52 triliun.
Sisanya baru untuk anggaran belanja aparatur Rp1,43 triliun dan belanja publik nonfisik Rp1,04 triliun. Khusus infrastruktur gas dan rumah tangga memperoleh alokasi senilai Rp852,5 miliar.
Menurut data BPH Migas, infrastruktur jaringan gas yang dibangun sepanjang 2018 mencapai 325.852 SR yang tersebar di 40 kota/kabupaten. Pemerintah menargetkan pembangunan jargas bisa mencapai 4,7 juta SR pada 2025.
Sejak dibangun pertama kali pada 2009, total jargas yang terbangun dengan menggunakan dana APBN hingga saat ini sebanyak 325.773 SR yang terdistribusi di 40 kabupaten/kota yang tersebar di 16 provinsi.
Lama Digulirkan
Melihat data di atas, tak dipungkiri inisiatif pembangunan infrastruktur gas yang menyentuh hingga ke rumah tangga sebenarnya sudah lama digulirkan. Namun, realitasnya sambungan pipa gas hingga ke rumah tangga bisa dikatakan sangat lambat.
Wajar saja, Presiden Joko Widodo tentu sangat gemas dengan kondisi ini. Lahirnya beleid Peraturan Presiden (Perpres) No.6/2019 tentu patut diapresiasi. Benar regulasi itu mengatur soal penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jaringan transmisi dan/atau distribusi gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.
Beleid yang baru saja diundangkan dan ditandatangani pada 28 Januari 2019 akan menjadi payung hukum induk dalam pengembangan jaringan gas untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.
Regulasi itu berisi 32 pasal ini, mengatur soal perencanaan dan pelaksanaan mengenai penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jargas. Selain itu, juga diatur tentang penyediaan dan pendistribusian gas melalui jargas oleh Pemerintah Pusat dan Badan Usaha.
Tidak sampai di situ, perihal pemanfaatan fasilitas bersama, hingga penetapan harga jual gas bumi untuk konsumen juga diatur dalam Perpres ini. Dalam Pasal 7 Perpres No.6/2019, menteri terkait melakukan perencanaan jargas didasarkan pada volume kebutuhan, ketersediaan sumber gas bumi, serta ketersediaan infrastruktur penunjang.
Beleid berupa Perpres itu pun ditindaklanjuti dengan keluarnya Keputusan Menteri No.11 K/10/EM/2019. Dalam Kepmen tersebut, PT Pertamina (Persero) ditugaskan untuk membangun jargas. Di sisi lain, gubernur, bupati/wali kota dan/atau badan usaha dapat mengusulkan volume kebutuhan penyaluran gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil kepada Menteri.
Dalam penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jargas, BUMN Migas atau Pertamina melakukan pembangunan dan pengelolaan. Pertamina, menerima penugasan meliputi wilayah penugasan, penerima jargas, alokasi gas bumi, dan harga perolehan gas bumi.
Perpres No.6/2019 juga memuat aturan mengenai pemanfaatan fasilitas bersama jargas. Kontraktor, Badan Usaha pemegang izin usaha pengangkutan Gas Bumi dan lainnya wajib memberikan kesempatan kepada pelaksana penyediaan dan pendistribusian gas melalui Jargas untuk secara bersama memanfaatkan fasilitas dan sarana pengangkutan, niaga, dan/atau penyimpanan Gas Bumi yang dimilikinya.
Penggunaan fasilitas dan sarana pengangkutan, niaga, dan/atau penyimpanan Gas Bumi untuk pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Gas Bumi melalui jargas yang merupakan barang milik negara tidak dikenakan biaya.
Era penyaluran gas rumah tangga segera tiba. Namun, yang menjadi pertanyaan apakah akan mudah saja membangun infrastruktur itu?. Apalagi master plan pembangunan kota di Indonesia tidak pernah didesain secara integrasi, termasuk penyediaan infrastruktur gas rumah tangga tersebut.
Pilihan distribusi gas melalui jaringan gas rumah tangga memang sudah tidak bisa dielakkan lagi. Pemerintahpun menyadari itu. Pasalnya, hanya ini saja solusi untuk memperoleh gas murah bagi rakyat.
Pemenuhan kebutuhan gas rumah tangga melalui pengadaan elpiji dan didistribusikan melalui tabung gas dinilai sudah tidak tepat lagi. Pasalnya, pemerintah harus impor elpiji untuk memenuhi kebutuhan gas tersebut. Bila itu terus berlarut tentu akan menekan subsidi, dan ujungnya adalah APBN tambah membengkak.
Seperti disampaikan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, harga gas yang disalurkan jaringan gas maksimal sama dengan harga jual elpiji (LPG/liquid petroleum gas).
Bahkan, bisa jadi harga gas yang disalurkan melalui jaringan gas kota masih lebih murah. Misalnya, pada harga jual gas untuk tujuh kota/kabupaten pada jaringan gas yang ditetapkan baru-baru ini.
Harga gas untuk Rumah Tangga (RT) -1 dan Pelanggan Kecil (PK) -1 sebesar Rp4.250 per meter kubik lebih murah dari harga pasar gas elpiji 3 kg yang berkisar Rp5.013 sampai dengan Rp6.266 per meter kubik. Begitu juga untuk katagori RT-2 dan PK-2 sebesar Rp6.250 per meter kubik, lebih murah dari harga pasar gas elpiji 12 kg yang berkisar Rp9.085 sampai dengan Rp11.278 pera
Baik masyarakat maupun negara sangat diuntungkan dengan digenjotnya penggunaan infrastruktur jaringan gas rumah tangga. Masyarakat tidak lagi perlu membeli gas dengan menggunakan tabung. Langsung putar, gas langsung mengalir.
Bagitu juga bagi negara yang bisa menghemat devisa. Hampir 50% dari total konsumsi elpiji yang mencapai 6,7 juta ton per tahun harus dipenuhi dari impor. Jadi, menurut hemat penulis, langkah pemerintah menggenjot infrastruktur gas rumah tangga sudah sangat tepat. Selamat datang infrastruktur gas rakyat. (F-1)