Melemahnya permintaan negara-negara tujuan ekspor Indonesia membuat pemerintah harus memperluas pasar-pasar baru.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2023 mengalami surplus sebesar USD5,48 miliar, terutama dari sumbangan ekspor Indonesia Februari 2023 sebesar USD21,40 miliar, atau naik 4,51 persen dibandingkan Februari 2022.
Yang menarik dari laporan BPS itu menyebutkan, grafik surplus neraca perdagangan Indonesia tak pernah nyungsep ke area negatif dalam 34 bulan terakhir. Artinya, pencapaian itu merupakan kinerja yang positif.
Tidak itu saja, pencapaian itu juga kian menempatkan Indonesia sebagai negara yang hingga kini masih memiliki fundamental ekonomi kuat. Namun, semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan neraca perdagangan tidak boleh terlena dengan pencapaian kinerja dagang yang positif tersebut.
Dalam konteks performa bulan, kinerja ekspor dan impor pada Februari 2023 sebenarnya secara bulanan (month-to-month/mtm) mengalami penurunan. Tren yang sama juga terjadi pada bulan sebelumnya.
“Neraca perdagangan sampai Februari 2023 telah membukukan surplus selama 34 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 dan masih dalam tren yang meningkat,” kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Habibullah dalam konferensi pers BPS pada Rabu (15/3/2023).
Menurut laporan BPS, surplus neraca perdagangan ditopang oleh surplus neraca komoditas nonmigas. Neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar USD1,22 miliar yang disebabkan oleh komoditas minyak mentah dan hasil minyak.
Dari laporan yang sama juga menyebutkan neraca perdagangan nonmigas surplus USD6,70 miliar yang ditopang oleh bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).
BPS mencatat, ada tiga negara mitra dagang yang menjadi penyumbang surplus terbesar. Pertama, Amerika Serikat dengan nilai ekspor mencapai USD1,9 miliar dan nilai impor USD583,6 juta, sehingga mengalami surplus USD1,32 miliar.
Kedua, yaitu India dengan nilai surplus sebesar USD1,08 miliar, karena terjadi ekspor senilai USD1,61 miliar dan impor senilai USD531,4 juta. Ketiga, yaitu Tiongkok dengan nilai surplus USD999,8 juta, karena ekspor mencapai USD5,03 miliar dan impor mencapai USD4,03 miliar.
Pertanyaan selanjutnya, negara mana saja yang menyumbang defisit terdalam dalam neraca perdagangan kali ini? BPS pun mencatat, tiga negara penyumbang defisit terdalam.
Pertama, Australia dengan nilai ekspor mencapai USD221,2 juta dan impor mencapai USD621,6 juta, sehingga terjadi defisit USD400,4 juta.
Kedua, Thailand dengan nilai defisit sebesar USD342,1 juta pada Februari 2023. Nilai impor ke Thailand sebesar USD898,5 juta sedangkan ekspor ke Thailand hanya USD556,4 juta.
Ketiga, Brasil dengan nilai defisit sebesar USD158,8 juta pada Februari 2022. Nilai ekspor ke Brasil mencapai ekspor USD108,6 juta sedangkan nilai impor sebesar USD267,4 juta.
Merespons kinerja neraca perdagangan Februari 2023, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan pun kemudian mengemukakan beberapa rencana jurus yang siap dilakukan untuk mendongkrak kinerja perdagangan menjadi lebih baik.
Menurutnya, melemahnya permintaan negara-negara tujuan ekspor Indonesia membuat pemerintah harus memperluas pasar-pasar baru. Negara-negara tujuan ekspor Indonesia saat ini, seperti negara-negara barat dan Amerika Serikat tengah, mengalami pelemahan ekonomi.
Tentunya, dia menjelaskan, hal itu memberikan dampak terhadap permintaan komoditas ekspor utama Indonesia. “Kita mengembangkan pasar-pasar baru yang nontradisional, misalnya Bangladesh,” ujar Zulhas, panggilan akrab Zulkifli Hasan di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Dia menuturkan, ekspor Indonesia ke Bangladesh mencatatkan realisasi surplus dagang yang patut dipertimbangkan. Di samping itu, dia menuturkan bahwa Indonesia tengah menjalin kerja sama dagang yang intensif dengan negara nontradisional, lainnya seperti India yang juga dinilai memiliki potensi yang besar, terutama untuk kendaraan dan alas kaki.
Zulkifli menuturkan, pemerintah juga tengah mengincar pasar-pasar baru di Benua Afrika dan Arab Saudi yang saat ini masih mencatatkan realisasi ekspor yang rendah. “Kita yang dulu mungkin fokusnya ke barat, ini [pasar tradisional] tentu penting, tapi kita tambah,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, BI memandang perkembangan kinerja neraca perdagangan Februari 2023 dinilai sangat positif bagi upaya untuk terus menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna semakin meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Terlepas dari semua itu, tren perkembangan neraca perdagangan yang cenderung melemah tetap perlu diwaspadai. Tidak dipungkiri, kondisi itu tidak terlepas dari lesunya perekonomian global.
Oleh karena itu, pemerintah dan semua pemangku kepentingan di sektor itu perlu kerja keras lagi agar neraca perdagangan, terutama ekspornya terdongkrak lebih deras lagi sehingga membantuk perekonomian nasional menjadi lebih baik lagi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari