Upaya Indonesia menduniakan Pencak Silat sebenarnya telah dimulai jauh hari. Sebelum Asian Games, Indonesia juga menginisiasi Pencak Silat dipertandingkan di tingkat regional Asia Tenggara. Jejaknya dimulai pada SEA Games ke-14 di 1987. Sejak itu hingga kini Pencak Silat menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan antar bangsa-bangsa Asia Tenggara setiap empat tahun sekali.
Menyimak rekam jejak Asian Games ke-18 di Agustus 2018 baru lalu, setidaknya tercatat cabang olahraga ini diikuti 167 atlet dari enambelas negara. Terdapat 16 kelas yang dipertandingkan dan Indonesia berhasil memperoleh 14 medali emas. Pencak Silat jadi cabang olahraga yang memiliki kontribusi terbanyak bagi perolehan medali emas. Ini sesungguhnya wajar saja, mengingat Pecak Silat ialah seni beladiri khas dan asli Indonesia. Kemenangan ini sekaligus mengafirmasi, Pencak Silat ialah benar-benar berasal dari Indonesia.
Awalnya, Pencak Silat hanya tersebar di negara-negara tetangga Asia Tenggara seperti di Malaysia, Brunei, Filipina hingga Thailand. Dalam seni beladiri ini terdapat ratusan genre. Jumlah ini tentu bukanlah angka kecil. Walaupun sering diklaim seni beladiri ini berkembang secara umum di masyarakat etnis yang berbahasa Melayu, namun tak salah jika Indonesia-lah lokus utama tumbuh kembangnya ratusan genre Pencak Silat.
Silat berarti gerak beladiri sempurna yang bersumber pada kerohanian. Istilah ini dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan tetapi di Indonesia istilah yang digunakan ialah “Pencak Silat”. Sengaja digunakan sejak 1948 dengan tujuan mempersatukan berbagai aliran seni beladiri tradisional yang berkembang di Indonesia. Istilah ‘pencak’ digunakan di Jawa, sedangkan ‘silat’ di Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Kalimantan. IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) sendiri, yang berdiri pada 18 Mei 1948 di Surakarta dengan nama awal yaitu “Organisasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia” (IPSSI), mendefinisikan beladiri ini sebagai berikut:
“Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela, mempertahankan eksistensi (kemandiriannya) dan integritasnya (manunggal) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Sumatera Barat khususnya Minangkabau dan Jawa Barat sering disebut sebagai daerah asal-usulnya. Baru dari sana-lah secara difusi ia menyebar ke seluruh Indonesia. Sebutlah legenda Minangkabau, misalnya, ‘silat’ yang dalam bahasa Minangkabau ‘silek’, konon diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapipada pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minangkabau ke seluruh Asia Tenggara. Ada legenda lainnya, yaitu folklore Abah Khair yang diduga hidup pada pertengahan abad ke-17. Abah Khair sering disebut sebagai cikal bakal dari genre Cimande. Sebuah genre Pencak Silat yang dianggap salah satu tradisi yang tertua di Jawa Barat.
Sekalipun demikian sebenarnya tetap susah diklaim, bahwa secara historis dan objektif, Pencak Silat berasal dari kedua daerah itu. Pasalnya disinyalir usianya jauh lebih tua daripada periodesasi yang diasumsikan kedua legenda itu. Bagaimanapun, tradisi Pencak Silat diturunkan secara lisan, menyebar dari mulut ke mulut, dan diajarkan dari guru ke murid secara langsung, merupakan model wahana kesinambungan pewarisan budaya antar generasi ke generasi. Demikianlah dari zaman ke zaman, kebudayaan diwariskan. Ya, lazimnya warisan budaya dari masa lalu lainnya seperti gamelan dan batik, misalnya, catatan tertulis tentang asal usul beladiri ini juga sama sekali tidak ditemukan dokumen sejarahnya. Semuanya masih hipotetif semata.
Meski demikian Donald F. Draeger dalam “The Weapons and Fighting Arts of the Indonesian” berpendapat, bahwa bukti adanya seni bela diri ditemukan dari masa klasik, era Hindu – Budha. Setidaknya pada relief-relief di Candi Prambanan dan Candi Borobudur ditemukan beberapa pahatan yang berisikan pahatan yang dapat ditafsir menggambarkan sikap-sikap kuda-kuda atau jurus silat tertentu. Dalam penelitiannya Draeger menuliskan, bahwa senjata dan seni beladiri silat adalah dua hal yang tak terpisahkan, bukan hanya terkait olah tubuh semata, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.
Hipotesa bahwa Pencak Silat telah ada di Indonesia jauh di masa klasik dikukuhkan oleh penelitian Gabriel Facal dalam karyanya “Keyakinan dan Kekuatan: Seni Bela Diri Silat Banten”. Facal menyebutkan, bahwa praktik-praktik kependekaran telah umum sejak zaman kejayaan Kerajaan Sriwijaya di abad ketujuh. Menurut antropolog Perancis itu, persebaran Pencak Silat kian masif ke daerah timur Indonesia seiring dengan masuknya pengaruh Islam, pasca keruntuhan Majapahit. Facal juga beranggapan bahwa terdapat pengaruh ilmu bela diri dari China dan Timur Tengah dalam membentuk warna-warni genre Pencak Silat.
Sekiranya bicara tentang asal usul sejarah lahirnya Pencak Silat nisbi hanya sebatas tafsiran dan hipotesa belaka, maka bicara sejarah masuknya beladiri ini jadi cabang olahraga yang dipertandingkan tentu lebih bersifat faktual dan objektif. Bermula dari perhelatan olahraga di tingkat nasional yaitu PON (Pekan Olahraga Nasional) ke-8 pada 1973. Saat itu baru 15 daerah turut berpartisipasi. Jumlah pesilat sebanyak 128 peserta. Terdiri dari pesilat putera 106 atlet dan pesilat puteri 22 atlet. Saat berlangsung kembali PON ke-9 di Jakarta pada 1977, jumlah daerah yang berpartisipasi naik 5 daerah menjadi 20 daerah. Sejak PON ke-8 itulah hingga kini setiap diberlangsungkan PON maka cabang olahraga ini selalu dipertandingkan. Fase sebelumnya, yaitu dari PON ke-1 hingga PON ke-7, keberadaan Pencak Silat masih sekadar jadi cabang eksibisi mengisi perhelatan pesta olahraga nasional tersebut.
Sedang bicara catatan sejarah Pencak Silat menuju SEA-Games sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di tingkat regional Asia Tenggara tentu jalannya panjang dan berliku. Langkah ini diawali dengan pendirian Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa atau biasa disingkat PERSILAT pada 11 Maret 1980. Anggota di awal pembentukan ialah Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunai.
Berdirinya organisasi payung di tingkat dunia ini ialah tonggak awal di mana seni beladiri tradisional asal Indonesia mulai menjangkah keluar dari rumpun Melayu, sekalipun beberapa tahun sebelumnya sebenarnya telah tercatat mulai diperkenalkan di beberapa negara Eropa, Amerika dan Australia. Selain itu, Pencak Silat juga tercatat terdapat di Asia Selatan (India dan Pakistan), di Asia Tengah (Uzbekistan, Tajikistan, dan Kazakstan), di Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan Nepal), dan di Timur Tengah (Iran, Palestina, Yaman dan Arab Saudi). Sejalan dengan persebaran Pencak Silat yang notabene semakin mendunia, kini PERSILAT telah diikuti oleh 51 negara peserta.
Selang dua tahun sejak PERSILAT didirikan pada 1980, Indonesia menginisiasi agenda kejuaraan Pencak Silat tingkat dunia untuk pertamakalinya. Dikenal dengan branding “Invitasi Pertandingan Pencak Silat ke-1” diadakan pada 1982. Even ini tujuh negara, yaitu Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman Barat, Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia selaku tuan. Namun mulai 1986, branding even sengaja ditingkatkan dengan mengubah namanya menjadi “Kejuaraan Dunia Pencak Silat”. Tercatat, memasuki Kejuaraan Dunia Pencak Silat ke-10 di Jakarta pada 2000, kejuaraan ini sudah diikuti oleh duapuluh negara peserta. Jumlah peserta semakin bertambah pada Kejuaraan Dunia Pencak Silat ke-17 di 2016, mencapai empatpuluh negara. Pesertanya antara lain seperti Australia, Amerika Serikat, Turki, Suriname, Vietnam, Korea Selatan, Prancis, Jerman, Belanda, Senegal, Timor Leste, Jepang, Mesir, Uzbekistan, Nepal, Rusia dan lain-lain.
Sedang momentum Pencak Silat masuk ajang SEA Games, barulah terjadi lima tahun berselang sejak kejuaraan dunia yang pertama di 1982. Bermula dari SEA Games ke-14 pada 1987, dan sejak itulah hingga kini Pencak Silat konsisten dipertandingkan di SEA Games. Pada kesempatan pertama SEA Games tersebut pertandingan cabang olahraga ini diikut lima negara, antara lain Indonesia selaku tuan rumah, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Thailand. Terhitung sejak SEA Games ke-19 di Indonesia pada 1997 hingga SEA Games ke-29 atau yang terakhir di Malaysia pada 2017, hampir semua negara-negara anggota ASEAN telah terlibat sebagai negara peserta.
Berhasil melangkah lebih maju, pada 2002 di Busan Korea Selatan sebenarnya telah diselenggarakan cabang eksibisi Pencak Silat di tingkat Asian Games ke-14. Diikuti oleh sebelas negara peserta. Sayang seribu sayang, ibarat jalan ditempat selama limabelas tahun, pada even Asian Games selanjutnya, ternyata Pencak Silat selalu gagal ditampilkan. Alih-alih, sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan di pentas olahraga multieven terbesar se-Asia, bahkan semata sebagai cabang eksibisi saja ternyata selalu gagal. Barulah pada Asian Games ke-XVIII di Indonesia 2018, Pencak Silat berhasil masuk sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan.
Hasilnya, sungguh spektakuler. Keberhasilan Indonesia memboyong 14 medali emas dan menjadi juara umum di cabang olahraga ini jelas semakin mengukuhkan secara eksplisit: Pencak Silat adalah seni beladiri khas yang berasal dari warisan tradisi nenek moyang Indonesia.
Saat ini Indonesia secara simultan juga tengah mendorong proposal pengakuan Pencak Silat ke UNESCO supaya masuk daftar Intangible Cultural Heritage of Humanity. Diproklamasikan dan didaftarkan sebagai nominator ke UNESCO pada 2017, dan rencananya penetapannya baru akan disidangkan oleh Komite Warisan Dunia pada 2019. Melihat posisi sementara, Indonesia merupakan satu-satunya negara pengusul atau nominator, maka sebenarnya bukan mustahil Pencak Silat segera mendapatkan penetapan oleh UNESCO sebagai intangible cultural heritage of humanity. Wait and see.
Barangkali saja mimpi besar Indonesia membawa Pencak Silat dapat dipertandingkan di Olimpiade masih sebatas mimpi. Pasalnya, supaya dapat menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di ajang paling bergengsi sedunia itu setidaknya dibutuhkan beberapa prasyarat (sine qua non). Selain kemampuan lobi yang handal untuk mempersuasi IOC (International Olympic Committee), lebih dari itu secara teknis juga memprasyaratkan PERSILAT sebagai organisasi payung sedunia memiliki 70 negara anggota. Artinya, untuk memenuhi prasyarat supaya Pencak Silat masuk menjadi cabang olahraga yang dipertandingakan di Asian Games masih dibutuhkan persebaran Pencak Silat ke 19 negara. Tentu saja, ini bukanlah perkara mudah.
Oleh karena itu, ke depan menjadi lebih realistik ialah memperjuangkan Pencak Silat supaya dapat kembali masuk sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan di ajang Asian Games 2022 di China. Besar harapan bangsa Indonesia, bahwa pengakuan UNESCO terhadap Pencak Silat sebagai intangible cultural heritage of humanity nanti dapat menjadi jalan diplomasi budaya Indonesia sehingga memudahkan Pencak Silat masuk kembali sebagai salah satu cabang olahraga di Asian Games.
Ya, musim semi euforia kemenangan cabang olahraga Pencak Silat di perhelatan Asian Games ke-18 telah berlalu. Kini terpaut jarak waktu empat tahun menuju perhelatan Asian Games ke-19 di 2022. Masih cukup waktu bagi Indonesia untuk bekerja keras dan membuktikan, bahwa Pencak Silat sanggup berdiri tegak sejajar dengan beladiri bangsa lain seperti Karateka, Taekwondo, Judo, Wushu dan lainya di pentas panggung dunia (WGS).