Kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem perlu ditingkatkan selama periode pancaroba.
Bencana alam dan cuaca ekstrem. Dua peristiwa itu menjadi fokus pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Februari 2024. Hasilnya? Badan yang dipimpin Dwikorita Karnawati itu mengingatkan agar masyarakat senantiasa bersikap waspada.
“Akan terjadi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es di beberapa wilayah Indonesia,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, di Jakarta, Minggu (25/2/2024) seperti dilansir situs bmkg.go.id.
Dwikorita menyampaikan, BMKG telah menganalisis dinamika atmosfer di beberapa wilayah Nusantara. Hasilnya, puncak musim hujan telah berangsur selesai, khususnya pada bagian selatan Indonesia. Hal ini, lanjut Dwikorita, menunjukkan bahwa pada wilayah tersebut akan memasuki musim pancaroba (peralihan) mulai Maret hingga April.
“Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan,” kata Dwikorita.
Karakteristik hujan pada periode ini, lanjut Dwikorita, cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Jika kondisi atmosfer menjadi labil maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan kumulonimbus (CB) akan meningkat. “Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas," kata Dwikorita.
Walau begitu, BMKG juga mengingatkan cuaca ekstrem melanda di beberapa kawasan dalam beberapa pekan ke depan. Hingga Februari 2024, beberapa bagian daerah mendapat curah hujan dengan intensitas sangat tinggi. Misalnya, di Cilacap, (62 mm/hari), Juanda (60,3 mm/hari), Luwu Utara (53,8 mm/hari), Padang Panjang (89,5 mm/hari), Jayapura (73 mm/hari), Balikpapan (62 mm/hari), Jambi (53 mm/hari), Stagen Kotabaru (56 mm/hari), Bali (118,9 mm/hari) dan Makassar (52 mm/hari).
Masyarakat dapat memantau perkembangan prakiraan cuaca dengan lebih lengkap pada situ yang telah disediakan pemerintah: https://pikacu.bmkg.go.id/.
Faktor yang Berpengaruh
BMKG juga mencatat beberapa faktor berikut ini sangat penting untuk diketahui agar dapat menentukan prakiraan cuaca di suatu wilayah Indonesia. Beberapa faktor berpengaruh tersebut antara lain:
Fenomena cuaca ini terjadi karena perbedaan suhu yang ekstrem antara daratan dan laut di wilayah Asia. Monsun ini mengakibatkan aliran udara yang membawa kelembaban dari Samudra Hindia ke wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ketika musim hujan, aktivitas Monsun Asia dapat meningkatkan pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia, khususnya di bagian tengah dan selatan, karena aliran udara lembab yang membawa curah hujan dari lautan ke daratan. Oleh karena itu, aktivitas Monsun Asia memiliki dampak signifikan terhadap cuaca di Indonesia, terutama selama musim hujan.
- Aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO):
MJO disertai fenomena gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia. Fenomena alam ini terjadi di sekitar khatulistiwa, membawa perubahan cuaca cukup signifikan. Di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, keaktifan gelombang ini dapat meningkatkan pembentukan awan hujan. Gelombang ini berpengaruh pada pergerakan massa udara dan distribusi kelembaban di atmosfer, sehingga memicu kondisi yang mendukung pembentukan awan hujan di wilayah tersebut. Sebagai hasilnya, cuaca di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur dapat menjadi lebih basah atau berawan karena dampak dari gelombang ekuator Rossby dan Kelvin yang aktif.
- Pola belokan dan pertemuan angin
Arah dan aliran angin yang memanjang di wilayah Indonesia bagian Tengah dan Selatan, termasuk Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, merupakan hasil dari penguatan angin Monsun Asia. Fenomena ini terjadi ketika aliran udara dari Monsun Asia bertemu dengan medan topografi dan pola arus udara lokal di wilayah tersebut. Akibatnya, terbentuklah pola angin yang berbelok dan bertemu, menciptakan kondisi cuaca yang khas di wilayah Indonesia bagian tersebut. Pola ini dapat berdampak pada pembentukan awan dan distribusi hujan di area tersebut, mempengaruhi iklim dan cuaca secara keseluruhan.
Program Mitigasi BMKG
BMKG mengambil sejumlah langkah antisipatif dan mitigasi terhadap kejadian cuaca ekstrem yang terjadi. Salah satunya antara lain menempatkan sejumlah unit mobile weather radar, misalnya di Stasiun Meteorologi Kertajati sejak 31 Januari 2024. Tindakan ini bertujuan untuk memantau kondisi cuaca secara real-time di sekitar Jawa Barat dan wilayah sekitarnya selama puncak musim hujan.
Mobile Radar ini memiliki resolusi spasial sebesar 250 meter dengan resolusi temporal data sekitar 5--10 menit, serta cakupan area hingga 120 km, mencakup beberapa kota di Jawa Barat seperti Bandung, Subang, Cirebon, Sumedang, Tasikmalaya, Banjar, Tegal, Indramayu, Kuningan, dan Purwakarta. Fungsi mobile radar milik BMKG itu termasuk memberikan peringatan cuaca untuk pesawat yang akan take-off dan landing di Bandara Kertajati serta meningkatkan layanan informasi peringatan dini cuaca ekstrem, khususnya di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.
BMKG juga telah mengeluarkan peringatan terkait cuaca ekstrem yang perlu diwaspadai. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghadapi potensi cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi:
- Periksa infrastruktur dan sumber daya air: Pastikan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air siap mengantisipasi peningkatan curah hujan.
- Lingkungan bersih dan teratur: Lakukan penataan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan hindari pemotongan lereng atau penebangan pohon yang tidak terkontrol. Selain itu, lakukan program penghijauan secara lebih masif.
- Pantau fenomena atmosfer: BMKG memonitor kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa fenomena atmosfer yang perlu diperhatikan meliputi:
- MJO: Saat ini MJO memasuki wilayah Indonesia bagian barat dan dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan.
- Gelombang Equatorial Rossby (ER): ER aktif di sebagian wilayah Indonesia, terutama di bagian tengah dan timur.
- Penguatan Monsun Asia: Indikasi penguatan angin lapisan atas dari wilayah Laut Tiongkok Selatan hingga lebih dari 25 knot (47 km/jam).
- Bibit Siklon Tropis 99W: Muncul di Laut Natuna Utara dan Sirkulasi Siklonik di barat Sumatra dan Selat Karimata.
- Anomali Suhu Muka Laut: Anomali positif suhu muka laut di beberapa wilayah menjadi sumber uap air dalam pembentukan awan hujan.
- Persiapan warga:
- Persiapan Pribadi:
- Stok makanan dan minuman, pastikan ada cukup stok makanan dan minuman di rumah untuk seluruh anggota keluarga.
- Penampungan air bersih: Siapkan penampungan air bersih.
- Obat-obatan pribadi dan P3K: Pastikan ada obat-obatan pribadi dan peralatan pertolongan pertama.
- Tas darurat: Isi dengan pakaian ganti, surat-surat penting, obat-obatan, makanan instan, dan air.
- Lampu darurat: Siapkan lampu darurat untuk mengantisipasi mati listrik.
Penulis: Dwitri waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari