Indonesia.go.id - Mengamankan Aset Negara

Mengamankan Aset Negara

  • Administrator
  • Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:58 WIB
ASET NEGARA
  Ilustrasi. Papan pemberitahuan kepemilikan tanah milik negara. Dibuat untuk menghindari penyerobotan. PEMPROV SULSEL
Dalam pengelolaan aset negara, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah pengamanan aset yang terdiri dari pengamanan administrasi, fisik, dan hukum.

“Amankan aset negara, Kemenperin serah terima sertifikat tanah negara dari Kementerian ATR/BPN.” Begitulah judul rilis Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang disimak redaksi www.indonesia.go.id pada Senin (12/2/2024). Peristiwa yang diangkat dalam rilis itu sejatinya kegiatan penyerahan selembar sertifikat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) ke Kementerian Perindustrian.

Dalam seremoni sederhana di Ruang Cendrawasih, Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta itu, Kementerian ATRR/BPN diwakili Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Padang, sementara Kemenperin diwakili Plt Sekretaris Jenderal Putu Juli Ardika.

Meski sederhana, acara itu bermakna penting. Sebab, sertifikat yang diserahkan merupakan bukti kepemilikan aset tanah Lingkungan Industri Kecil (LIK) Ulu Gadut milik Kementerian Perindustrian. Total luas lahan tercantum sebesar 172.940 m2 (termasuk tanah enclave).

Hingga saat ini, kondisi pemanfaatan lahan sudah banyak berubah, sebagian sudah menjadi areal perumahan, hotel, areal komersial lainnya, dan sekitar empat hektare di antaranya masih dimanfaatkan sebagian untuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perekayasaan Logam, UPTD Minyak Atsiri dan Gudang Rotan oleh Pemerintah Sumatra Barat, serta Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Padang.

Dengan adanya sertifikat akan memperjelas status lahan tersebut. Ini untuk menghindari penyerobotan (diklaim sebagai milik pribadi) aset yang tercatat sebagai barang milik negara (BMN) oleh masyarakat, bahkan sampai berperkara di pengadilan. Juga untuk menghindari rumah negara, ditempati oleh pihak ketiga atau pensiunan Aparatur Sipil Negara yang seharusnya tidak berhak menempati bangunan tersebut.

Plt Sekjen Putu menyampaikan, dalam pengelolaan aset negara, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah pengamanan aset yang terdiri dari pengamanan administrasi, fisik, dan hukum.

“Sertifikasi aset negara merupakan salah satu bentuk pengamanan aset secara hukum yang sangat penting, karena akan melindungi dan menjaga BMN dari potensi masalah hukum, seperti sengketa, gugatan, atau beralihnya kepemilikan kepada pihak lain secara tidak sah,” jelas Putu.

Pada 2023, Kemenperin berhasil memperoleh Juara Kesatu Anugerah Reksa Bandha 2023 dari Kementerian Keuangan untuk kategori Kualitas Pelaporan BMN bagi Kelompok kementerian/lembaga yang memiliki satuan kerja (satker) lebih dari 100 satker (termasuk penerima dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan). Capaian tersebut menjadi motivasi bagi Kemenperin untuk terus mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara dan lelang, yang juga akan berpengaruh bagi pertumbuhan industri nasional.

Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang Alim Bastian mengatakan, pihaknya siap membantu dan bekerja sama dalam penyelesaian permasalahan pertanahan dengan pihak-pihak terkait. Ia juga mendukung langkah Kementerian Perindustrian dalam rencana penggunaan dan pemanfaatan lahan di LIK Ulu Gadut. “Kami terbuka untuk terus berkoordinasi dengan Kemenperin agar permasalahan di LIK Ulu Gadut dapat segera terselesaikan dan dapat dimanfaatkan dengan optimal,” ujar Alim.

 

Amanat undang-undang

Pengamanan BMN, dikutip dari situs tulisan Arif Budiyanto di https://www.djkn.kemenkeu.go.id/ merupakan bagian dari Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Beleid tersebut mengamanatkan kepada pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/daerah yang di bawah penguasaannya.

Pelaksanaan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan pemanfatan, pemindahtangan penatausahaan pemeliharaan dan pengamanan barang milik negara/daerah tersebut diperlukan untuk mewujudkan tertib pengelolaan BMN yang tecermin dalam tertib hukum, tertib administrasi, dan tertib fisik.

Sebagamana diketahui BMN merupakan aset negara dengan  jumlah dan nilai  sangat besar. BMN tersebut sebagian besar berasal dari pembelian/pengadaan yang dananya juga berasal dari masyarakat. Tentunya ini menjadi tanggung jawab pengguna barang/satker untuk dapat menggunakannya sesuai tugas pokok dan fungsi sekaligus menjaga dan merawatnya yang terwujud dalam pengamanan dan pemeliharaan BMN.

 

Tiga Aspek Pengamanan

Dalam kajian Arief, aspek pengamanan BMN paling tidak terdiri dari tiga bagian yaitu: administratif, fisik, dan aspek hukum.

1. Aspek Administratif.

Pengamanan aspek ini yaitu menatausahakan BMN dalam rangka mengamankan BMN dari segi administrasinya. Di sini letak pentingnya dokumen administrasi yaitu dokumen yang diterbitkan pihak yang berwenang yang berkaitan dengan keberadaan BMN seperti sertifikat tanah, akta jual beli, keputusan panitia pengadaan tanah, perjanjian sewa menyewa, perjanjian pinjam pakai, izin mendirikan bangunan, Berita Acara Serah Terima, STNK, BPKB dan dokumen lainnya. Pengamanan secara administratif meliputi:

a. Pembukuan

Kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam daftar barang yang ada pada pengguna barang/pengelola barang. Dalam pembukuan dilakukan pencatatan secara tertib terkait transaksi perolehan, transaksi perubahan maupun transaksi penghapusan yang kesemuanya berdasarkan dokumen sumber yang jelas. Selain melakukan pencatatan juga mengarsipkan seluruh dokumen yang ada baik dokumen sumber, dokumen kepemilikan maupun dokumen pendukung lainnya.

b. Inventarisasi

Kegiatan pendataan, pencatatan pada kertas kerja, dan pelaporan hasil pendataan BMN. Kegiatan inventarisasi ini tercakup di dalamnya saldo awal (saldo akhir periode lalu, koreksi saldo), perolehan BMN (hibah, pembelian, penyelesaian pembangunan, pelaksanaan perjanjian kontrak, pembatalan penghapusan, rampasan, reklasifikasi masuk, transfer masuk), perubahan BMN (pengurangan, pengembangan, perubahan kondisi, revaluasi), pBMN (penghapusan, transfer keluar, hibah, reklasifikasi keluar).

c. Pelaporan

Kegiatan penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh unit pelaksana penatausahaan BMN pada pengguna barang dan pengelola barang. Pelaporan bisa dilakukan secara periodik maupun nonperiodik. Pelaporan harus dilakukan dengan benar sesuai kondisi yang nyata di lapangan.

2. Aspek Fisik

Dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang, dan hilangnya barang. Terkait tanah, misalnya, masih ada tanah BMN yang diibiarkan begitu saja sehingga terlihat seperti tanah telantar. Ini sangat riskan sekali karena bisa dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan atau mendirikan bangunan tanpa seizin atau sepengetahuan pengguna barang.

Untuk pengamanan secara fisik terhadap obyek tanah dapat dilakukan dengan membangun tanda batas berupa pagar dan juga memasang papan tanda kepemilikan yang ditulis secara jelas jenis hak atas tanah dan pengguna serta ditambahkan tulisan “Dilarang Masuk” atau “Memanfaatkan Tanah” dengan ancaman Pasal 167 (Ayat 1) KUHP, Pasal 389 KUHP, dan Pasal 551 KUHP. Begitu pula dengan pengamanan bangunan, selain membangun tanda batas dan papan tanda kepemilikan juga dilakukan pemasangan CCTV untuk kantor, penyediaan alat pemadam kebakaran yg memadai, tenaga satpam dan metal detector.

Selanjutnya, untuk kendaraan, perangkat keamanan kendaraan tidak hanya satu jenis antara lain alarm dan kunci pengaman yang lain dipastikan ada dan berfungsi dengan baik. Kemudian penyimpanan kendaraan dilakukan di lingkungan kantor apabila disimpan di tempat lain pemakai kendaraan harus bertanggungjawab terhadap keamanannya.

3. Aspek Hukum

Pengamanan dari aspek hukum dilakukan agar BMN terjaga/terlindungi dari potensi masalah hukum seperti sengketa, gugatan, atau beralih kepemilikan kepada pihak lain secara tidak sah. Hal ini dilakukan sebagai tindakan preventif dengan melengkapi bukti kepemilikan BMN misalnya sertifikat Hak Pakai untuk tanah, IMB untuk bangunan, STNK dan/atau BPKB untuk kendaraan. Selain itu upaya hukum melalui tuntutan ganti rugi maupun upaya hukum lain melalui litigasi maupun nonlitigasi dapat ditempuh misalnya terhadap tanah dan atau bangunan yang disengketakan atau diambil alih pihak lain.

Terkait pengamanan BMN dari aspek hukum, pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan kegiatan sertifikasi BMN berupa tanah di mana hal ini dilakukan terhadap obyek tanah BMN yang memiliki bukti kepemilikan/alas hak berupa akta jual beli, Letter C, akta hibah, surat pelepasan hak atau dokumen lain yang setara yang kemudian diterbitkan sertifikat hak pakai atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. kementerian/lembaga.

Sementara itu untuk tanah yang tidak memiliki bukti kepemilikan di atas harus diupayakan untuk memperoleh dokumen awal guna pengurusan bukti kepemilikan seperti riwayat tanah, melalui koordinasi dengan kepala desa/lurah, camat, atau pihak terkait lainnya.

 

Penulis: Dwitri waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari