Di antara rangkaian panjang perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia, pengorbanan pejuang adalah tonggak utama.
Tak ada daerah atau provinsi di Indonesia yang luput dari sosok pejuangnya. Hal itulah yang menjadi kebanggaan sejarah otentik kemerdekaan Indonesia. Dapat dinyatakan, kemerdekaan adalah sejarah pejuang, cerita luhur perjuangan dan pengorbanan.
Ali Anyang adalah pejuang tangguh kebanggaan Indonesia di masa merebut kemerdekaan. Putra Indonesia asal Kalimantan Barat. Ali Anyang amat menakutkan bagi penjajah Belanda ketika itu. Tentara Belanda dibuat repot oleh perlawanan Ali Anyang.
Sampai militer Belanda mengumumkan sayembara: siapapun yang berhasil menangkap Ali Anyang, hidup atau mati, akan diberikan imbalan uang sebesar 25.000 Gulden. Amat begitu khawatirnya tentara Belanda oleh perjuangan Ali Anyang untuk melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.
Namun siapa sangka, sosok pejuang yang mengerikan bagi Belanda, pantang menyerah dan berani, awalnya bukanlah tentara. Justru berprofesi sebagai perawat. Ali Anyang adalah putra asli keturunan suku Dayak, Kalimantan Barat. Nama kecilnya: Anjang (dibaca Anyang). Sejak usia 8 tahun, Anjang telah diadopsi oleh keluarga bangsawan asal Jawa yang bermukim di Kalimantan Barat, yaitu Raden Mas Suadi Djoyomihardjo.
Keluarga angkat Anjang adalah pemeluk Islam yang taat. Anjang ketika diadopsi masih beragama non-muslim. Setelah itu barulah Anjang berpindah agama menjadi Islam dan menambahkan nama baru Mohammad Ali Anjang (Anyang).
Ali Anyang lahir di Sintang, Kalimantan Barat, 20 Oktober 1920. Tempat kelahirannya memang menjadi pemukiman mayoritas suku Dayak, di Desa Nanga Manantak. Ali Anyang lahir dari pasangan Lakak yang merupakan ayahnya dan Liang adalah ibunya.
Diadopsi oleh keluarga bangsawan membuat Ali Anyang menempuh sekolah bergengsi di Pontianak, Kalimantan Barat. Sekolah Ali Anyang hanya khusus untuk anak-anak dari keluarga bangsawan, pejabat dan juga pemerintah kolonial Belanda. Meskipun Ali Anyang adalah anak angkat, namun keluarga Raden Mas Suadi Djoyomihardjo amat menyayanginya.
Begitu memasuki usia remaja atau masa pendidikan menengah atas, Ali Anyang bercita-cita ingin menjadi penolong medis. Ali Anyang yang telah beranjak remaja memiliki kepedulian sosial tinggi. Dirinya suka membantu orang yang mengalami sakit dan sulit mendapatkan pertolongan medis. Lantas, Ali Anyang menyampaikan keinginannya itu ke ayah angkatnya. Bercita-cita menjadi penolong medis.
Cita-cita Ali Anyang disambut positif oleh Raden Mas Suadi Djoyomihardjo. Ali Anyang kemudian disekolahkan ayah angkatnya ke Sekolah Juru Rawat Medis di Semarang, Jawa Tengah. Sekolah Ali Anyang di Semarang adalah tempat pendidikan bergengsi. Tetap hanya anak bangsawan dan pemerintah Belanda yang boleh belajar di situ.
Setelah lulus Sekolah Juru Rawat dan resmi menjadi perawat medis, Ali Anyang sempat bekerja di Rumah Sakit Umum Semarang dan Rumah Sakit Umum Sui Jawi, Pontianak. Namun; ketika masa bekerja sebagai perawat medis di Pontianak inilah semangat pergolakan Ali Anyang untuk melawan kolonialis Belanda muncul.
Ali Anyang terlibat aktif dalam pembentukan Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI). Organisasi yang didirikan oleh para pemuda di seluruh Tanah Air untuk menyambut dan menjaga kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan Ali Anyang tercatat sebagai pembentuk dan pengurus PPRI Pontianak.
Perlawanan Ali Anyang pertama kali bersama PPRI Pontianak saat menggempur markas dan gudang peluru Belanda pada 12 November 1945. Semangat Ali Anyang untuk bertempur melawan tentara Belanda tumbuh saat mengetahui pasukan militer Australia yang diboncengi NICA mendarat di Pontianak pada 29 September 1945 dan langsung mengambilalih kekuasaan di Kalimantan Barat. Belanda dan sekutunya mengkhianati kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan.
Ali Anyang yang perawat media telah berubah menjadi pejuang kemerdekaan nan hebat serta pantang menyerah. Jiwa tempur melawan penjajah Ali Anyang makin bertambah ketika didaulat sebagai Komandan Pasukan Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) Kalimantan Barat. Selanjutnya Ali Anyang mendirikan Barisan Pemberontak Indonesia (BPI) Kalimantan Barat.
Saat memimpin pasukan pejuang, Ali Anyang ditugaskan melakukan serangan ke tentara Belanda dan sekutunya di wilayah Pontianak, Mempawah, Singkawang, Sambas dan Bengkayang. Ketika pertempuran di Bengkayang, Ali Anyang berhasil mengejutkan tentara Belanda sebab menyerang secara mendadak. Markas tentara Belanda di Bengkayang luluh lantak. Hebatnya: Ali Anyang mampu mengibarkan bendera Merah Putih di seluruh Bengkayang serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. (K-HL)