Selamat merayakan Natal dan Tahun Baru. Ucapan selamat ini tentu bukan hanya untuk umat Kristiani saja tetapi untuk semuanya. Dalam bahasa Indonesia, umat Kristiani berarti pengikut Kristus. Pengikut Kristus sang Mesias tentu sudah ada sejak agama Kristen bermula. Rentang waktunya tentu sangat panjang.
Penanggalan Masehi saja sudah berumur sekurang-kurangnya sejak dua ribu tahun lalu. Jika pengikut Kristus sudah ada sejak tahun Masehi, apakah jejaknya bisa dilacak di kepulauan Nusantara? Semestinya ada, sayangnya penelitian sejarah umat Kristiani di Asia dan Timur Jauh, termasuk juga Asia Tenggara memiliki problematika sendiri.
Sejarah "Late Antiquitties" atau Zaman Antik yang diperkirakan oleh para peneliti sejarah berada antara abad ke-3 hingga abad ke-7 milenium pertama merupakan periode penuh tantangan bagi peneliti sejarah.
Agama-agama besar di dunia, seperti Kristen, Yahudi, Islam, Hindu, Buddha, hingga Zoroaster dan lain-lain memiliki catatan sejarah yang sebagian berasal dari Zaman Antik. Ciri-ciri warisan Zaman Antik, salah satunya, adalah naskah-naskah sangat tua yang terserak di mana-mana. Seringkali wujudnya berbentuk kepingan-kepingan yang berpencar satu per satu di tangan para kolektor. Sehingga, selain harganya menjadi sangat mahal di pasar koleksi kuno, para peneliti memiliki kesulitan-kesulitan tersendiri untuk menelitinya sebagai sumber-sumber yang memiliki koherensi.
Tetapi dari berbagai kelangkaan sumber sejarah, temuan seperti Gulungan Laut Mati, Qur'an Sana'a, Veda Devanagri, Buddha Gandara, adalah warisan yang sangat berharga dari periode Zaman Antik. Dari naskah-naskah tua ini seringkali bisa didapat gambaran awal mula perkembangan agama yang seringkali lebih bisa membuka wawasan tentang agama sebagai bagian dari proses kesejarahan manusia.
Demikian pula dengan berbagai tulisan atau komentar yang muncul dalam periode setelah zaman antik yang sering disebut sebagai zaman pertengahan atau pra modern. Munculnya karya-karya yang seringkali bersifat ensiklopedik atau berupa kumpulan pengetahuan sering dapat memberi petunjuk tentang kejadian-kejadian unik yang bisa menjelaskan sekelumit gambaran tentang keadaan hidup manusia dan budayanya pada periode-periode yang langka penjelasan sejarahnya.
Kekristenan Timur
Pendeta Jan Sihar Aritonang dan Karel Steenbrink, adalah editor dari buku kumpulan tulisan yang terbit tahun 2008. Judulnya A History of Christianity in Indonesia. Dalam buku itu, ada tulisan dari Romo Adolf Heuken SJ yang menulis tentang jejak pengikut Kristus di Asia Tenggara sebelum zaman kolonialisme. Tulisan itu sangat menarik karena penelitian sejarah pengikut Kristus di Asia Tenggara sangat berhimpitan dengan penelitian sejarah pengikut Muhammad. Tempat-tempat keberadaan pemeluk agama-agama Kristen, Yahudi, Islam, Zoroaster, pada zaman itu adalah bandar-bandar perdagangan yang sama.
Siapakah pemeluk ajaran Kristus pada periode Zaman Antik di bandar-bandar yang terhubung di antara Samudera Hindia sampai dengan Laut Cina Selatan. Penelitian sejarah menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang Persia. Persia sendiri sebenarnya adalah wilayah yang sangat luas membentang dari Suriah hingga Afgan. Tetapi untuk mudahnya, sebut saja pedagang-pedagang Persialah yang mewariskan catatan-catatan tentang wilayah paling timur pelayaran samudera.
Keterjangkauan wilayah Persia dengan tiga lautan, yakni Kaspia, Mediterania, dan India, merupakan penjelasan paling nalar tentang teknologi pelayaran samudera yang bisa membawa mereka ke negeri kepulauan yang bisa mendatangkan kekayaan luar biasa pada zaman itu. Jaringan antarbandar-bandar perdagangan itu disebut sebagai Jalan Sutera Maritim. Para pedagang Persia telah menggunakan jalur itu sejak zaman Kerajaan Sasaniah yang ada sebelum zaman Muawiyah.
Catatan I-ching atau I-tsing yang berlayar dari Kanton ke Palembang dengan menggunakan 'Jung' Sriwijaya mencatat pemukiman orang-orang Persia pengikut Kristus di Kanton dan Hainan. Para pengikut Kristus itu sering disebut sebagai orang-orang Nestorian atau Kekristenan Timur. Dalam semesta kekristenan timur, India dan negara-negara di sebelah selatannya merupakan jalur metropolitan yang sudah tercatat jejak misionarisnya dalam kedatangan dokumen-dokumen pertemuan Synoda (konvensi) mereka.
Tercatat, pengikut Kekristenan Timur, yang bercirikan Kristus sebagai manusia biasa, telah ada di Dabbag, Sin dan Macin. Istilah pertama bisa diterjemahkan sebagai Sumatra dan Jawa, sedangkan istilah kedua adalah dua bandar di Tiongkok. Sekurang-kurangnya pengikut Kristus sudah ada sejak abad 6 Masehi di wilayah "india" (dan sekitarnya).
Kitab dan Pena
Tercatat ada nama penginjil bernama Cosmas Indicopleustes yang telah melihat gereja-geraja di Malabar, Sri Lanka, dan Kepulauan India selama kunjungan di tahun 520. Catatan dari abad ke-7 masehi mencatat wilayah batas kerajaan Persia yang membentang 1.200 parasang atau sekitar 4000 mil hingga wilayah yang disebut Qalah. Wilayah ini bisa berarti Galle di Sri Langka tetapi lebih mungkin pula Kalah atau Kalang di Malaya. Peneliti sejarah seperti GR Tibbets meyakini bahwa pantai barat semenanjung Melayu lebih tepat sebagai letak Kalah yang di sana disebut sebagai Kedah.
Catatan pelaut Persia Ibnu Khurdadbih menerakan, Kalah sebagai tempat pemberhentian jalur menuju ke Tiongkok. Pedagang-pedagang Persia sudah sangat sering bolak-balik ke Lamri di Aceh dan Palembang. Sumber Tiongkok juga mencatat adanya orang-orang Persia dia semenanjung selama abad 5 dan 6 Masehi. Tahun 717 pendeta buddha Vajrabodhi dalam catatan I-tsing telah berlayar bersama 35 orang Persia ke Sriwijaya. Selama kepemimpinan Patriach Nestorian Timothy (780-823) tercatat para penginjil sudah berlayar hingga India dan Tiongkok hanya berbekal kitab dan pena. Catatan para pelaut arab abad 9 memastikan bahwa orang-orang Persia yang sebagian besar adalah pengikut kristus sudah berdagang dengan orang Tiongkok dan Melayu yang ada di Kalah, Lamri, Fansur, dan Nias.
Pengikut di Baros
Penulis sejarah Mesir abad 12, Abu Salih al Armini, atau Abu Salih dari Armenia, mencatat tentang tempat yang telah dihuni para pengikut kristus yang ada di pulau penghasil kamper atau kapur barus. Namanya adalah Fahsur atau (mungkin) Fansur. Dia menggunakan buku sejarah Tabari dan Shabushti untuk referensinya. Dia juga menulis sumber-sumber lain. Di sana dia tulis, "...... Fahsur: di sana ada beberapa geraja, semua pengikut Kristus di sini adalah Nestorian (Kristen Timur). Di sinilah tempat asalnya Kamper. Komoditi ini adalah getah kenyal yang berasal dari pohon. Di kota ini ada sebuah gereja bernama Perawan Maria yang Suci."
Para ahli berdebat apakah yang disebut Fahsur ini bandar di Sumatra atau yang disebut sebagai Mansurah di sekitar Teluk Bengal. Tetapi sumber-sumber sesudahnya menguatkan telah adanya komunitas pengikut Kristus di Malaka sebagai gereja Kaldean dan catatan bahwa wilayah Zabagh atau Jabadiyu sebagai wilayah pendeta-pendeta Kekristenan Timur.
Catatan Pater Joannes de Marignolis OFM pada 1347 menunjukkan bahwa dia telah bertemu pengikut Kristus di masa kekuasaan Ratu Tribhuwana (1329-1350) dari Majapahit. Dalam perjalanan dari Beijing dia bertemu mereka. Belakangan para peneliti menemukan bahwa di Baros ada satu tempat bernama Janji Mariah. Ini semakin menguatkan bukti bahwa di utara Pulau Sumatera sejak Zaman Antik sudah dihuni oleh para pengikut Kristus. (Y-1)