Soekarno tak hanya dikenal sebagai bapak pendiri bangsa. Presiden pertama Indonesia ini dikenal memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni. Sudah tak terbilang banyaknya ide-ide seni yang telah diwujudkan dalam bentuk bangunan modern atau karya seni lainnya dengan cita rasa tinggi. Salah satunya adalah pahatan dalam bentuk relief di tembok beton yang dulu berada di ruang tunggu VIP Bandar Udara Internasional Kemayoran, Jakarta. Kini Bandara Kemayoran sudah tidak lagi beroperasi.
Ide pembuatan karya seni relief ini didasari oleh kenyataan bahwa Bandara Kemayoran saat itu merupakan pintu gerbang Indonesia. Sebagai wajah Indonesia yang pertama kali dilihat oleh penumpang asing, maka bandara yang resmi beroperasi pada 6 Juli 1940 ini perlu menunjukkan identitas dan budaya Indonesia. Terlebih lagi sejak era pascakemerdekaan kegiatan di bandara seluas 454 hektare ini semakin ramai terutama sejak menjadi bandara transit menuju Australia.
Penumpang rute penerbangan intenasional yang singgah untuk transit banyak meluangkan waktu bersantai di ruang tunggu VIP sebelum melanjutkan penerbangan. Ruang tunggu VIP ini sendiri berbentuk bangunan dua lantai dipenuhi koleksi mebel berukiran. Lokasinya berada di Terminal A.
Karya relief ini merupakan produk seni pahatan modern pertama di Indonesia yang langsung dikerjakan di atas wadah tembok beton. Relief dipilih karena adanya ketersediaan dinding yang besar dan bisa dikerjakan secara kolektif oleh seniman. Selain itu relief lebih awet dan tahan terhadap cuaca serta suhu sehingga cocok sebagai karya seni di ruang publik Bandara Kemayoran.
Libatkan Seniman Kenamaan
Untuk merealisasikannya, Soekarno pada 1957 menunjuk Seniman Indonesia Muda (SIM) untuk membantu mewujudkan ide relief tadi. Organisasi yang bermarkas di Bangirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta itu merupakan wadah seniman pemahat dan pelukis bertalenta bagus yang dikenal dengan Soekarno sejak era sebelum kemerdekaan.
Permintaan itu langsung diamini para seniman SIM dan mereka membentuk tim berjumlah 36 seniman, gabungan seniman muda dan senior, untuk mengerjakan proyek ini selama sembilan bulan. Di antara mereka terdapat nama besar seperti Sindoedarsono Sudjojono, seniman kesayangan Soekarno. Nama lainnya adalah Harijadi Sumodidjojo dan Soerono Hendronoto, desainer Oeang Repoeblik Indonesia (ORI).
Ketiga seniman tadi kemudian membagi kerja dalam tiga tim untuk menghasilkan tiga karya relief. Seperti diceritakan Amir Sidharta dalam bukunya S Sudjojono Visible Soul, seniman berjuluk Bapak Seni Rupa Indonesia itu memilih tema "Manusia Indonesia" untuk relief berukuran panjang 30 meter dan tinggi 3 meter. "Manusia Indonesia" menggambarkan aktivitas orang Indonesia di bidang pertanian, peternakan, dan kelautan dengan alat kerja yang sederhana. Semakin ke kanan, relief tersebut mulai melukiskan gambaran aktivitas yang makin modern seperti hadirnya mesin kereta dan bahkan pesawat.
Sementara itu, Soerono memilih sketsa dengan latar cerita Legenda Sangkuriang berukuran panjang 13 meter dan tinggi 3 meter. Sedangkan Harijadi memilih memahat relief bertema flora dan fauna Indonesia seperti komodo, harimau, orangutan, gajah, dan tapir dalam ukuran panjang 10 meter dan tinggi 3 meter. Karya Sudjojono dan Harijadi kemudian diletakkan di lantai atas ruang VIP yang berkapasitas 60 orang.
Menurut Mikke Susanto, pengamat seni dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, ketiganya adalah pelukis-pelukis yang sangat kuat dalam gaya realismenya. Sepintas, karya seni pahatan dalam bentuk relief itu mengingatkan pada seni serupa yang dihasilkan pada era Hindu-Jawa abad ke-8 hingga abad 10 yang cenderung realis.
Menuju Cagar Budaya
Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Kompleks (PPK) Kemayoran Kementerian Sekretariat Negara sebagai pengelola resmi areal bekas Bandara Kemayoran berupaya merawat bangunan bekas bandara termasuk relief-relief karya para seniman. Dibantu oleh keluarga para seniman yang terlibat dalam pembuatan relief di tahun 1957 itu, mereka mengajak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk ikut melestarikan produk seni tersebut dari tindakan vandalisme dan menjadikan bangunan bekas bandar sebagai cagar budaya nasional.
Ide itu kemudian disambut Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan menggelar Konservasi Karya Seni Rupa di Ruang Publik: 3 Karya Seni Relief Eks Bandara Kemayoran, akhir April 2019. Sebelum kegiatan digelar, tim khusus dibentuk untuk melakukan restorasi terhadap karya seni. Ditjen Kebudayaan Kemendikbud pun setuju untuk mengajukan bekas bangunan bandara berikut karya seni yang ada di dalamnya sebagai cagar budaya.
Yuke Adhiati, tenaga ahli yang sempat dilibatkan dalam kegiatan Konservasi Karya Seni Rupa di bekas bangunan Terminal A Bandara Kemayoran mengatakan, masyarakat perlu sedikit bersabar untuk terwujudnya bangunan itu sebagai cagar budaya. Karena data primer berupa gambar dan dokumen lainnya untuk mendukung kajian akademik sebagai cagar budaya belum sepenuhnya ditemukan.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini