Sebuah tanda melingkar warna merah putus-putus dengan diameter sekitar 160 sentimeter (cm) tampak jelas di halaman parkir kendaraan bawah tanah atau basement B1, Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Di dekat tanda melingkar merah itu terdapat papan informasi. Isinya menerangkan rencana adanya pembangunan sebuah lorong sepanjang 33 meter dengan kedalaman direncanakan tujuh meter.
‘Terowongan Silaturahmi’, demikian nama yang bakal disematkan untuk lorong yang berlokasi di halaman depan pintu Al Fattah, satu dari tujuh pintu masjid yang berada di jantung ibu kota tersebut. Pembangunan terowongan dimulai pada 20 Januari 2021 untuk menyambungkan dua titik, yakni Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, yang berada di sisi timur dari masjid buah karya arsitek Fredrich Silaban.
Ide pembuatan Terowongan Silaturahmi datang langsung dari Presiden Joko Widodo saat meninjau proses renovasi Masjid Istiqlal, 7 Februari 2020. Seperti diberitakan Antara, saat itu Presiden Jokowi mengutarakan keinginan membuat sebuah terowongan bawah tanah di lokasi yang menjadi ikon kebhinekaan di ibu kota. Presiden Jokowi berharap, penghubung bawah tanah itu bisa menjadi simbol bagi kerukunan dan toleransi antarumat beragama di tanah air. "Saya sudah menyetujui usulan dibuatnya terowongan dari Masjid Istiqlal menuju Gereja Katedral. Ini menjadi sebuah terowongan silaturahmi, terowongan bawah tanah," kata Presiden Jokowi kala itu.
Pembangunan terowongan yang rencananya akan difasilitasi dengan eskalator ini pun disambut baik oleh Pastor Kepala Gereja Katedral Jakarta Romo Albertus Hani. Menurutnya, hal ini semakin menegaskan kembali semangat persaudaraan yang dicetuskan oleh Presiden RI Pertama Soekarno, saat menetapkan lokasi Istiqlal selaku Masjid Nasional yang berdampingan dengan Gereja Katedral. Terowongan Silaturahmi itu juga dapat meningkatkan relasi di antara dua gedung yang merupakan bagian dari cagar budaya nasional.
Selama ini relasinya tercipta dari hal terkecil, seperti pemanfaatan lahan parkir bagi umat yang ingin beribadah hingga kunjungan wisata maupun kenegaraan. "Semoga dengan adanya Terowongan Silaturahmi ini semakin mempererat persaudaraan, persatuan dalam kebhinekaan, serta silaturahmi dan toleransi antarumat beragama yang mendukung semangat kebangsaan," katanya, setelah mengetahui rencana pembangunan terowongan ini pada 10 Februari 2020.
Imam Besar Masjid Istiqlal Profesor Nasaruddin Umar juga menyampaikan terima kasih atas dibangunnya terowongan khusus yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Mantan wakil menteri agama ini berharap, Terowongan Silaturahmi bukan hanya sebatas lubang penghubung bawah tanah, melainkan juga bisa menjadi ikon tersendiri di ibu kota. “Yang kami bayangkan, akan ada semacam diorama yang menampilkan potret toleransi kemanusiaan yang menjadi salah satu kebanggaan Indonesia,” katanya.
Pembangunan Terowongan Silaturahmi dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersamaan dengan renovasi besar-besaran dari masjid berkapasitas 200 ribu jemaah itu. Renovasi tersebut merupakan yang pertama dilakukan sejak masjid diresmikan oleh Presiden kedua RI Soeharto, pada 22 Februari 1978. Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, terowongan merupakan alternatif penghubung kedua bangunan bersejarah. Ia menceritakan, semula pihaknya mempertimbangkan alternatif lain seperti jembatan penyeberangan atau jalan layang (flyover). Namun, karena mempertimbangkan aspek keselamatan, terowongan akhirnya dipilih untuk menghubungkan dua tempat ibadah tersebut. "Ada tiga alternatif sebetulnya, bisa jembatan penyeberangan. Tetapi karena terlalu curam, kita pilih terowongan yang lebih aman," kata Basuki.
Anggaran pembangunan Terowongan Silaturahmi sebesar Rp40 miliar, menurut Menteri Basuki, merupakan bagian dari dana renovasi besar Istiqlal. Persiapan untuk pembangunan terowongan tidak hanya meliputi aspek teknis struktur, tetapi juga menyangkut keselamatan pengendara yang melintas di sekitar lokasi. Oleh karena itulah, Polres Jakarta Pusat mulai melakukan pengalihan arus lalu lintas sejak 20 Januari hingga 31 Maret 2021, atau selama proses pembangunan terowongan berlangsung.
Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Komisaris Lilik Sumardi, pengendara dari Jl Lapangan Banteng Timur menuju kawasan Pasar Baru akan dialihkan ke Jl Lapangan Banteng Barat atau di depan kantor Kementerian Agama. Begitu pula pengguna jalan yang melintasi Jl Perwira, Gambir, tidak dapat melewati Jl Katedral untuk menuju ke Pasar Baru. Pengendara akan diarahkan untuk melintasi Jl Lapangan Banteng Barat. "Untuk sementara ini harap hindari Jl Katedral," kata Lilik.
Renovasi Menyeluruh
Kehadiran Terowongan Silaturahmi merupakan rangkaian dari proses mempercantik kembali wajah masjid yang memiliki lahan seluas 91.629 meter persegi ini. Pemancangan tiang pertama pembangunan masjid dilakukan pertama kali pada 24 Agustus 1961 oleh Bung Karno, bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Ihwal ide mempercantik kembali masjid yang dilintasi oleh Sungai Ciliwung itu dikemukakan Presiden Jokowi usai menemani Perdana Menteri India Narendra Modi pada 30 Mei 2018. Saat itu, kedua kepala negara melakukan wisata religius ke bangunan ibadah yang di dalamnya terdapat 12 pilar raksasa setinggi 60 meter yang menopang sebuah kubah raksasa berdiameter 45 meter ini.
Proses renovasi mulai dilakukan setahun kemudian atau pada Mei 2019 dan berjalan selama satu tahun. Sebanyak 1.000 pekerja terlibat dalam renovasi terbesar, sejak rumah ibadah ini diresmikan 43 tahun lalu. Lingkup pekerjaan renovasi meliputi penataan kawasan, pekerjaan struktur, pekerjaan arsitektur, mechanical electrical plumbing (MEP), pekerjaan interior dan signage dengan anggaran sebesar Rp475 miliar. Pekerjaan penataan kawasan meliputi pengembalian akses Monas dan perapihan zonasi kawasan, perbaikan gerbang, penambahan plaza-plaza sebagai ruang publik. Selain itu dilakukan perbaikan tepi/tanggul sungai, penambahan gedung parkir termasuk membangun parkir bawah tanah (basement) berkapasitas 2.000 kendaraan, perbaikan kantin dan penambahan area bagi pedagang kaki lima (PKL).
Pekerjaan arsitektur mencakup pekerjaan fasad, lantai, dinding, kusen, jendela, pintu, ruang wudhu, toilet dan kamar mandi. Pekerjaan interior, di antaranya, interior ruang salat utama, area VIP dan perkantoran pengurus masjid. Pekerjaan MEP di antaranya adalah perbaikan sistem MEP keseluruhan bangunan, instalasi solar panel pada atap selasar, dan perbaikan tata pencahayaan interior dan eksterior. Pekerjaan signage meliputi pergantian signage gerbang, ruang luar, dan interior. Lansekap kawasan masjid ditata ulang dengan penambahan tanaman dan pot bunga sehingga menambah porsi ruang terbuka hijau (RTH). Sebelumnya RTH hanya berkisar 29 persen dan saat ini menjadi lebih kurang 35 persen.
Saat meresmikan rampungnya proses renovasi pada Kamis (7/1/2021), Presiden Jokowi berpesan agar Istiqlal bisa menjadi contoh dan pelopor bagi masjid-masjid lain di seluruh dunia sebagai sarana yang berfungsi untuk membangun toleransi dan perdamaian. "Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Masjid Istiqlal harus jadi contoh dari masjid-masjid negara lain di dunia dalam mengembangkan syiar Islam yang menyejukkan, membangun toleransi dan membangun perdamaian," kata Presiden Jokowi.
Masjid terbesar di Asia Tenggara itu masih belum dibuka untuk umum karena pihak pengurus masih mematuhi protokol kesehatan terkait pencegahan virus Covid-19. "Kami sampai saat ini masih belum membuka peribadahan untuk masyarakat umum karena mengikuti protokol kesehatan," kata Nasaruddin Umar. Guru besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta itu masih mengkhawatirkan timbulnya kerumunan usai jamaah beribadah.
Meski pemerintah masih memberikan toleransi rumah ibadah menggelar kegiatan ibadah dengan maksimal 50 persen daya tampung pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Saat ini kegiatan ibadah di dalam masjid bergaya arsitektur modern itu hanya dilakukan terbatas bagi para karyawan dan pengurus. Mereka pun tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat seperti selalu memakai masker dan menjaga jarak.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/ Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini