Kejayaan perdagangan rempah-rempah Indonesia, terutama untuk komoditas lada, perlu terus dipertahankan dan semakin dikembangkan dengan mengusung konsep hilirisasi.
Rempah segar dari berbagai wilayah Nusantara, seperti lada, pala, cengkeh, jahe, kayu manis, dan vanili banyak diminati konsumen mancanegara dan tren nilai ekspornya terus meningkat. Bahkan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) mencatat, Indonesia merupakan salah satu dari lima negara penghasil lada terbesar di dunia.
Indonesia pernah menempati urutan kedua negara produsen lada terbesar setelah Vietnam pada 2016. Perlu diketahui, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sepanjang 2022 Indonesia mengekspor tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempah seberat 279,3 ribu ton, meningkat 5,55% dari tahun sebelumnya (year on year/yoy). Adapun nilai total ekspor tersebut mencapai USD607,86 miliar.
Tiongkok menjadi negara tujuan utama ekspor tanaman obat nasional pada 2022, dengan volume mencapai 47,7 ribu ton atau 17,07% dari total ekspor nasional. Nilai ekspor tanaman obat ke Negeri Tirai Bambu mencapai USD121,97 miliar.
Negara tujuan ekspor tanaman obat terbesar berikutnya adalah India, dengan volume 37,84 ribu ton dan nilai USD83,66 miliar, lalu Thailand dengan volume 22,58 ribu ton dan nilai USD37,87 miliar.
Volume ekspor tanaman obat Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 14,79 ribu ton dengan nilai USD69,7 miliar, ekspor ke Bangladesh 11,02 ribu ton senilai USD14,79 miliar, dan ekspor ke Singapura 6,78 ribu ton senilai USD10,35 miliar.
Ekspor kopi ke Vietnam mencapai 4,5 ribu ton senilai USD28,41 miliar, ke Pakistan 4,46 ribu ton senilai USD9,02 miliar, ke Belanda 2,34 ribu ton senilai USD15,4 miliar, serta ke Jerman 1,43 ribu ton senilai USD14,72 miliar. Sedangkan, volume ekspor ke negara-negara lainnya sebanyak 125,81 ribu ton dengan nilai USD201,92 miliar.
“Kejayaan perdagangan rempah-rempah Indonesia, terutama untuk komoditas lada perlu terus dipertahankan dan semakin dikembangkan dengan mengusung konsep hilirisasi industri seperti yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo. Industri kecil dan menengah berperan penting untuk menghasilkan produk untuk meningkatkan nilai tambah lada,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Reni Yanita, dalam siaran persnya, pada 25 September 2023.
Reni mengungkapkan, pengembangan produk olahan lada di berbagai daerah penghasil, seperti di Bangka dan Lampung Timur, menghadapi berbagai tantangan. Misalnya ketersediaan bahan baku yang fluktuatif, teknologi dan permesinan yang terbatas dan kurang memenuhi standar, serta SDM yang kurang mumpuni. Selain itu, masih banyak bangunan, peralatan, serta sanitasi di tempat usaha IKM pengolahan lada yang kurang menerapkan standardisasi dan sistem keamanan pangan.
“Hal tersebut menyebabkan spesifikasi produk akhir tidak konsisten. Oleh sebab itu, diperlukan pedoman yang mengatur tata cara pengolahan agar dapat menghasilkan produk yang aman, bermutu, dan layak konsumsi sesuai standar Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP),” paparnya.
Dirjen IKMA mengemukakan, harga jual lada yang tak menentu membuat nilai ekspor lada terkadang tercatat menurun. “Harga jual fluktuatif sehingga walaupun volume ekspor meningkat, dari sisi nilai masih mengalami penurunan. Penting untuk melakukan hilirisasi demi meningkatkan nilai tambah lada. Misal diekspor dalam bentuk bumbu racik,” tuturnya.
Demi mendukung pengembangan IKM bumbu, terutama untuk komoditas lada, Ditjen IKMA terus memfasilitasi para pelaku IKM dalam hal peningkatan teknologi dan kapasitas produksi melalui program restrukturisasi mesin dan/atau peralatan, peningkatan kualitas kemasan produk, peningkatan sistem keamanan pangan melalui sertifikasi HACCP, peningkatan nilai tambah komoditas rempah di sentra penghasil, serta fasilitasi promosi melalui pameran untuk perluasan pasar.
Ditjen IKMA juga terus menggenjot peningkatan nilai tambah komoditas rempah di sentra-sentra penghasil rempah, yaitu melalui revitalisasi sentra dengan Dana Alokasi Khusus, antara lain pengembangan Sentra IKM Olahan Lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Sambas melalui DAK tahun anggaran 2022.
Sentra Lada Kabupaten Bangka berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri Jelitik dengan luas 1.200 m2. Adapun pembangunan revitalisasi gedung sentra dilakukan dengan menggunakan anggaran DAK fisik, termasuk untuk pengadaan mesin dan peralatan pendukung.
Tak hanya di dua kabupaten tersebut, Ditjen IKMA juga turut mengembangkan Sentra IKM Lada Kabupaten Lampung Timur sejak tahun lalu melalui bimbingan teknis produksi dan sistem keamanan pangan, serta fasilitasi bantuan mesin dan peralatan. Sentra IKM Lada Kabupaten Lampung Timur juga telah ditetapkan sebagai desa devisa yang merupakan hasil kerja sama antara Ditjen IKMA dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor Indonesia (Indonesia Eximbank).
“Dalam pola pengembangan sentra IKM hilirisasi lada melalui DAK, Ditjen IKMA memfasilitasi pembentukan ekosistem yang melibatkan petani lada, industri pengolahan, serta eksportir untuk mampu menghasilkan olahan lada yang berkualitas dan siap dipasarkan ke industri besar, retail premium, serta ke sektor hotel, restoran, dan kafe atau sektor horeka,” terang Reni.
Program pengembangan IKM rempah itu sejalan dengan program kolaboratif pemerintah, Indonesia Spice Up The World (ISUTW), yang bertujuan mengangkat nilai ekspor kekayaan rempah, bumbu masakan, sekaligus mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia. Program ini adalah bentuk gastropdiplomasi Indonesia, dengan menargetkan peningkatan nilai ekspor rempah dan bumbu sebesar USD2 miliar, dan mengaktivasi sebanyak 4.000 restoran Indonesia di berbagai negara pada 2024.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari