Indonesia.go.id - Mengangkat Pamor Kopi Papua

Mengangkat Pamor Kopi Papua

  • Administrator
  • Sabtu, 19 Oktober 2024 | 10:03 WIB
HUMANIORA
  Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bersama petani kopi Papua di ajang Melbourne International Coffee Expo atau MICE 2024 yang digelar di Melbourne, Australia pada 12-14 Mei. ANTARA/HO-BKPM
Sebelum dimekarkan menjadi 4 provinsi, produksi kopi Papua dari perkebunan seluas total 13.991 hektare pada 2023 tercatat sebanyak 2.799 ton atau sekitar 1,09 persen dari produksi nasional.

Kopi atau dalam bahasa Latin dikenal sebagai Coffea merupakan tumbuhan yang paling sering dijadikan bahan minuman menyegarkan. Tumbuhan dengan lebih dari 100 spesies ini juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Mengutip dari jurnal kesehatan daring Mayo Clinic, secangkir minuman kopi hitam tanpa gula mampu merangsang sistem saraf pusat, menjaga kesehatan otak, dan mencegah depresi. Sebab, di dalam kopi terkandung beberapa zat kimia, di antaranya kafein sebagai antioksidan yang dapat mengurangi sakit kepala dan mempengaruhi sistem saraf pusat.

Ada dua spesies utama kopi yang paling sering dikonsumsi manusia yaitu robusta (Coffea canephora) dan arabika (Coffea arabica). Kopi robusta umumnya tumbuh pada ketinggian antara 400 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan kopi arabika bisa hidup hingga ketinggian 1.800 mdpl. Indonesia sendiri merupakan tiga besar produsen kopi utama dunia selain Brasil dan Vietnam di mana pada tahun 2023 lalu mampu memproduksi 756.100 ton atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 771 ribu ton.

Terdapat tiga spesies kopi yang lazim dikembangkan di Indonesia yakni robusta, arabika, dan liberika yang umumnya ditanam di dataran rendah mulai ketinggian 0 mdpl hingga 500 mdpl. Ada banyak daerah di Indonesia berhasil mengembangkan varian kopi terutama yang memiliki dataran tinggi, satu di antaranya adalah Papua. Spesies kopi yang dikembangkan di Bumi Cenderawasih adalah arabika di Nabire, Dogiyai, Cartenz, dan Lembah Baliem.

Sebelum dimekarkan menjadi 4 provinsi, produksi kopi Papua pada 2023 tercatat sebanyak 2.799 ton yang dihasilkan dari perkebunan seluas total 13.991 hektare atau sekitar 1,09 persen dari produksi nasional. Kendati secara nasional volume produksinya masih terbilang kecil, pada kenyataannya kopi asal tanah Papua sudah mulai dikenal luas oleh masyarakat. Setidaknya terdapat 3 varian kopi arabika khas pegunungan Papua yang bercita rasa khas.

Misalnya kopi Amungme, spesies arabika yang dibudidayakan di lereng Pegunungan Jayawijaya. Kopi Amungme yang namanya diambil dari suku pemilik hak ulayat kawasan pegunungan tertinggi di Indonesia itu bercita rasa sedikit asam dengan aroma manis khas serta sedikit moka. Kemudian ada kopi Wamena, sesuai nama daerahnya, dibudidayakan di sekitar Lembah Baliem pada ketinggian 1.200--1.600 mdpl dan cita rasanya sedikit asam dengan nuansa cokelat dan floral.

Terakhir adalah kopi dari Pegunungan Bintang yang ditanam secara organik dan dipanen manual serta proses menjadi bubuk siap konsumsi dilakukan tanpa mesin. Kopi satu ini sungguh unik karena ada cita rasa buah-buahan seperti citrus, beri, jeruk, peach, dan cokelat. Ketiga varian kopi asal tanah pegunungan Papua itu telah memiliki penggemarnya tersendiri.

Upaya membawa kopi Papua lebih dikenal tak hanya di dalam negeri saja, melainkan juga ke mancanegara terus dilakukan. Pemerintah Provinsi Papua melakukan berbagai cara agar kopi dapat menjadi produk komoditas unggulan. Misalnya menggandeng Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KP BI) Papua untuk mengikuti aneka festival kopi di berbagai negara guna memamerkan kualitas dan keunikan dari kopi asal Bumi Cenderawasih.

Kepala KP BI Papua Faturrahman mengatakan bahwa pihaknya pada 2024 ini saja sudah mengajak sejumlah produsen kopi pegunungan (highland roastery) untuk mengikuti pameran dan festival kopi World of Coffee di Kopenhagen, Denmark pada 27--28 Juni 2024 lalu. Pada ajang ini, produsen kopi Papua berkesempatan menjaring pembeli potensial.

Selain itu, kopi Papua juga dikenalkan kepada investor dan penggemar kopi di Negara Sakura dalam ajang Specialty Coffee Association on Japan (SCAJ). Kegiatannya diadakan di Tokyo pada 9--11 Oktober 2024. Jepang merupakan salah satu importir kopi terbesar di dunia. Nilai impor kopi pada 2023 mencapai sekitar 405.000 ton atau senilai USD1,56 miliar (Rp24,33 triliun).

Faturrahman menilai, kopi Papua memiliki keunikannya tersendiri dan telah mendapatkan apresiasi tinggi dari penggemar kopi internasional lantaran keunikan dan keunggulannya. "Kami harap dengan berpartisipasi pada kegiatan tersebut brand awareness kopi Papua tidak hanya semakin kuat, tetapi juga tercipta berbagai kesepakatan transaksi dagang yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani kopi," katanya seperti dilansir Antara

Kegiatan lain yang diikuti oleh produsen kopi Papua adalah ajang Melbourne International Coffee Expo (MICE) 2024 yang digelar di Melbourne, Australia, pada 12--14 Mei 2024. Kali ini giliran Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal yang mengajak produsen kopi Papua berpameran. MICE 2024 merupakan pameran kopi terbesar di kawasan Asia Pasifik yang mempertemukan investor dan industri kopi yang dihadiri sekitar 15.000 peserta.

Sedangkan perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di Papua, PT Freeport Indonesia seperti dikutip dari website resminya menyebutkan bahwa sejak 1998 melalui program pengembangan komunitas masyarakat (community development) telah mampu mengembangkan kopi Amungme. Sebanyak 154 petani terlibat dan mampu menghasilkan 3 ton kopi Amungme berkualitas terbaik tiap tahun.

Penjabat Gubernur Papua Ramses Limbong berharap, dengan upaya dari berbagai pihak untuk mengenalkan produk kopi asal Bumi Cenderawasih, dapat meningkatkan pamor kopi tersebut sekaligus meningkatkan kesejahteraan industri dan petani kopi. Selain itu, Ramses juga berharap mitra-mitra industri kopi dapat turut membantu penguatan kelembagaan melalui pembentukan koperasi produsen kopi, optimalisasi pascapanen, dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang diperlukan hingga akhirnya membuka wawasan dan pengetahuan para petani kopi.

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf