Indonesia.go.id - ASI Menciptakan Generasi Berkualitas

ASI Menciptakan Generasi Berkualitas

  • Administrator
  • Jumat, 4 September 2020 | 20:35 WIB
KESEHATAN
  Ilustrasi. pemberian ASI terbukti efektif mencegah terjadinya pertumbuhan anak kerdil (stunting). Foto: Istimewa

Pemberian ASI merupakan salah satu intervensi prioritas yang terbukti efektif dalam pencegahan stunting.

Pemberian air susu ibu (ASI) selama enam bulan pertama dari usia kelahiran anak atau biasa dikenal sebagai ASI eksklusif merupakan waktu terbaik bagi pemenuhan gizi anak. Terlebih bila pemberian ASI dilanjutkan dengan pemberian makan pendamping ASI (MPASI) hingga usia dua tahun.

Pemberian ASI dan MPASI akan menjaga keberlangsungan pertumbuhan otak, hati, dan sistem imunitas anak. Ketika gizi anak dapat dipenuhi, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitifnya akan optimal. Ketika pertumbuhannya optimal, bangsa ini akan mempunyai generasi yang sehat, cerdas, dan produktif dan akan membawa Indonesia menjadi negara maju di masa yang akan datang.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, pada akhir 2018 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia telah mencapai angka 1,39 persen atau terdapat 4,2 juta hingga 4,8 juta bayi lahir setiap tahunnya di Indonesia.

Sayangnya, dari jumlah kelahiran bayi per tahun tadi, lebih dari setengahnya belum memperoleh hak untuk mendapatkan ASI eksklusif. Hal ini berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang digelar Kementerian Kesehatan pada 2017. Dari SDKI itu diketahui bahwa bayi usia kurang dari enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif itu mencapai 52 persen.

Kondisi itu juga ditambah dengan belum meningkatnya angka inisiasi menyusui dini (IMD). Kementerian Kesehatan seperti dikutip dari data riset kesehatan dasar pada 2018, menyebutkan bahwa angka IMD di Indonesia baru mencapai 58,2 persen.

Oleh karena itu, agar kesadaran menyusui meningkat, pemerintah memberikan dukungan kepada para ibu dan keluarganya dalam membangun kepercayaan diri tentang proses menyusui. Pemerintah ingin agar pemberian ASI yang maksimal bisa memperkuat hubungan emosional antara ibu dan bayinya selain untuk mendapatkan pertumbuhan anak yang maksimal.

"Ketika pertumbuhannya optimal, maka kita akan mendapatkan generasi yang sehat, cerdas, dan produktif," kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dalam webinar bertema “Dukungan Pemberian ASI untuk Bumi Lebih Sehat dalam rangka peringatan Pekan Menyusui Sedunia 2020” di Jakarta, Rabu (12/8/2020).

 

ASI dan Stunting

Wapres juga mengingatkan, pemberian ASI terbukti efektif mencegah terjadinya pertumbuhan anak kerdil (stunting). Dalam kaitan itu, pemberian ASI menjadi salah satu intervensi prioritas. Saat ini, pemerintah sedang berupaya untuk menurunkan prevalensi stunting dari 27,67 persen saat ini menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, setiap tahunnya, hampir sebanyak dua juta pasangan melangsungkan pernikahan. Dari jumlah itu 80 persen mengalami hamil di tahun pertama, atau sekitar 1,6 juta ibu hamil. “Jika kita ingin mencegah stunting, pasangan usia subur baru yang jumlahnya banyak ini adalah sasaran yang tepat untuk menurunkan angka stunting karena hampir sebagian besar pasangan usia subur belum paham cara menyusui yang benar,” kata Hasto, yang berlatar belakang dokter spesialis kandungan dan pakar bayi tabung.

Mantan Bupati Kulonprogo ini menyebut, ada tiga hal penting sebagai bentuk dukungan dari lingkungan sekitar terkait ibu menyusui. Yang pertama adalah breast feeding untuk ASI, kemudian spacing (jarak antara melahirkan yang sekarang dengan yang akan datang), dan terakhir stunting.

Gejala stunting tak hanya terkait pola pemberian ASI, tetapi juga erat hubungannya dengan jarak kehamilan. “Ketika jarak antara anak pertama dan anak berikutnya lebih dari tiga tahun, maka tidak akan terjadi under nutrition atau stunting. ASI eksklusif membuat hampir dua kali lipat tidak stunting," kata Hasto, penerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Negeri Yogyakarta.

Selain itu, pemberian ASI sesuai anjuran pemerintah dapat menekan angka kematian bayi dan menaikkan angka harapan hidup. Ini dapat dijadikan strategi untuk menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Saat ini BKKBN mencatat, masih terdapat kehamilan yang tak dikehendaki (unwanted pregnancy) di mana jumlahnya mencapai 17,5 persen. Kondisi ini membuat si ibu menjadi kurang perhatian kepada bayinya.

Menghadapi kondisi ini, edukasi terhadap para calon pengantin menjadi sangat penting. Pemberian infomasi kepada mereka terkait kesehatan reproduksi dan seksual perlu dilakukan. Ini bisa dilakukan secara tatap muka atau konseling dengan model daring (online).

"Para calon pengantin harus diberikan informasi mengenai pentingnya berkomunikasi mengenai jumlah anak yang diinginkan dengan pasangan. Ini untuk memastikan bahwa setiap kehamilan itu sudah diinginkan bersama. Karena dari mereka ini nantinya akan lahir bayi-bayi yang sehat dan berkualitas," kata Hasto.

Oleh karena itu, pihak BKKBN telah mempersiapkan dua program besar mengenai pencegahan stunting dikaitkan dengan kesiapan pasangan, yaitu Program Siap Nikah yang diluncurkan tahun ini serta Siap Nikah Paham Stunting di 2021.

 

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Eri Sutrisno/ Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini