Indonesia.go.id - Mengincar Tuan Rumah Pesta Lima Gelang

Mengincar Tuan Rumah Pesta Lima Gelang

  • Administrator
  • Senin, 16 November 2020 | 09:32 WIB
OLIMPIADE 2032
  Stadion Aquatic Senayan. Satu wahana olahraga yang dikembangkan dari dampak perhelatan olahraga dunia. Foto: Antara Foto/Sigid Kurniawan

Australia, Inggris, dan Amerika Serikat telah merasakan manfaat sosial dan ekonomi jadi tuan rumah Olimpiade. Indonesia dengan berbagai pengalamannya pun sudah layak jadi tuan rumah ajang olahraga terbesar di dunia itu.  

Sebuah pernyataan penting disuarakan Presiden Joko Widodo ketika membuka rapat kabinet terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/11/2020). Presiden mengumumkan kepastian pencalonan diri Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 dan hal itu menjadi tema sentral dari rapat terbatas.

Pengumuman itu sekaligus menjadi penegasan terhadap surat resmi yang telah lebih dulu dikirimkan Presiden Joko Widodo kepada Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach di Lausanne, Swiss, 11 Februari 2019.

Indonesia tak sendirian mengincar posisi tuan rumah ajang olahraga multicabang terbesar di dunia itu. Setidaknya sudah ada Australia, India, Jerman, Rusia, Spanyol, Tiongkok, Qatar, dan Unifikasi Korea secara resmi mengumumkan minat sebagai tuan rumah.

Posisi saat ini, hanya Indonesia, India, dan Qatar yang belum pernah menjadi tuan rumah perhelatan empat tahun sekali itu. Namun ketiga negara memiliki satu persamaan karena pernah menggelar sebuah event olahraga multicabang internasional berskala besar.

India pada 2010 menjadi tuan rumah Commonwealth Games, sebuah pesta olahraga multicabang khusus negara-negara persemakmuran atau bekas jajahan Inggris, diikuti oleh 4.352 atlet dari 71 negara. Sedangkan Qatar pada 2006 adalah tuan rumah dari Asian Games ke-15 dengan jumlah atlet bertanding sebanyak 9.520 orang dari 45 negara.

Pelaksanaan Asian Games 2018 di Jakarta, Palembang, dan beberapa kota di Jawa Barat menjadi titik penting bagi Indonesia. Indonesia sukses sebagai penyelenggara. Sebanyak 3 juta penonton hadir memenuhi arena pertandingan selama perhelatan digelar.

Indonesia juga menjawab kekhawatiran sejumlah negara peserta bahwa panitia tak akan mampu mengatasi kemacetan Jakarta. Belum lagi isu teroris yang sempat dilontarkan sejumlah media asing. Dengan persiapan matang dan beragam simulasi yang diterapkan panitia jauh sebelum hari pelaksanaan, semua kekhawatiran itu sirna.

Bukan itu saja. Indonesia berhasil membuktikan diri dengan keterbatasan anggaran yang tersedia mampu membangun sejumlah arena olahraga berkelas dunia seperti Stadion Akuatik Bung Karno dengan kolam renang sekelas pertandingan Olimpiade. Ada pula Velodrome Rawamangun, sebuah arena balap sepeda dalam ruangan (indoor) terbaik di Asia dan salah satu termodern di dunia. Belum lagi arena berkuda, Jakarta International Equestrian Park Pulomas yang mendapat sertifikasi dari induk olahraga berkuda dunia, FEI, sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Hal lain yang tak terlupakan adalah kemegahan upacara pembukaan dan penutupan Asian Games 2018 yang disetarakan dengan kemeriahan serupa untuk ajang olimpiade.

Sebuah sinyal kuat pernah dilontarkan oleh Bach usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, 1 September 2018. Saat ditanya wartawan mengenai kesannya terhadap pelaksanaan pesta olahraga empat tahunan bangsa-bangsa Asia itu, Bach berucap bahwa Indonesia selangkah lagi sebagai kandidat tuan rumah Olimpiade. Hal terpenting adalah menjaga momentum. "Ide terbaik adalah tetap aktif menggelar event olahraga dengan memanfaatkan venue yang ada," ujar Bach.

Pria asal Jerman yang telah tujuh tahun memimpin organisasi berlogo lima gelang itu tak asal bicara. Setidaknya hal itu telah dibuktikan dengan datangnya tawaran dari induk-induk organisasi olahraga dunia agar menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah kejuaraan berkelas dunia. Misalnya saja Kejuaraan Dunia Boling di Jakabaring Bowling Center, November 2019, dan Piala Dunia Sepak Bola U-21 2021 di enam stadion termasuk Stadion Gelora Bung Karno. Federasi Bola Basket Internasional (FIBA) juga menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia FIBA 2023 yang digelar di Istora Senayan. Ketiga arena yang disebut tadi merupakan tempat pelaksanaan pertandingan olahraga Asian Games 2018.

 

Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Menjadi tuan rumah perhelatan olahraga multicabang sekelas Olimpiade tak hanya membangkitkan kebanggaan akan kemampuan dan citra sebuah bangsa. Tetapi juga dilihat sebagai sebuah peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Dalam catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ketika Asian Games 2018, potensi pendapatan yang diperoleh Indonesia mencapai angka Rp45 triliun. Angka ini tidak hanya didapat dari penjualan tiket masuk ke arena pertandingan, tetapi juga dampak tidak langsung yang didapat oleh sektor-sektor penunjang seperti pariwisata, perhotelan, UMKM, dan transportasi khususnya penerbangan.

Mengutip hasil penelitian Bappenas pada 2019 disebutkan bahwa Australia telah membuktikan manfaat ekonomi yang didapat dari penyelenggaraan Olimpiade ke-27 di Sydney pada 2000. Olimpiade di pembuka abad milenium itu berhasil mendorong ekonomi negara bagian New South Wales hingga USD490 juta per tahun atau Rp6,95 triliun dengan kurs Rp14.200 per 1 dolar. Angka itu terjadi dalam masa 12 tahun masa persiapan dan setelah hajatan usai atau enam tahun ke belakang dan enam tahun ke depan.

Periode 1994-2000 adalah masa persiapan, membangun stadion, infrastruktur, berbagai fasilitas pendukung, promosi dan seterusnya. Selanjutnya, pascaperhelatan adalah masa pemanfaatan stadionnya, peningkatan wisatawan ke Australia maupun Sydney. Setelah itu, dilihat dari present value dampak Olimpiade terhadap ekonomi Australia mencapai USD6,5 miliar (Rp92 triliun) dan lapangan pekerjaan meningkat 5.300 pekerja di New South Wales serta di kota-kota lain Australia rata-rata 7.500 pekerja per tahun selama 12 tahun.

Hal serupa juga dialami Inggris ketika London terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade tahun 2012. Perhelatan Olimpiade ke-30 itu mengerek Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Inggris sampai USD16,5 miliar (Rp234,3 triliun) selama 12 tahun periode. Komposisinya terdiri dari 82 persen berasal dari event, 12 persen dari pariwisata dan 6 persen dari pengeluaran langsung. Sehingga event menjadi pendapatan terbesar dari Olimpiade London 2012. Hal lainnya adalah peningkatan kunjungan turis ke Negeri Ratu Elizabeth II hingga 10,8 juta orang pada periode 2005-2017.

Indonesia juga dapat belajar dari penyelenggaraan Olimpiade 1984 di Los Angeles, Amerika Serikat. IOC bahkan menyebut Olimpiade Los Angeles 1984 sebagai perhelatan paling sukses sepanjang sejarah karena berhasil memberikan keuntungan bersih hingga USD232,5 juta (Rp3,3 triliun). Seperti dikutip dari laman resmi IOC, usai perhelatan panitia setempat membentuk LA84 Foundation bertujuan untuk mensejahterakan anak-anak di Los Angeles dan Amerika Serikat. Sejak didirikan pada 1985, yayasan tersebut telah memberikan manfaat bagi 3 juta anak beserta keluarganya dan program tersebut terus bergulir hingga hari ini dengan sasaran 30.000 anak setiap tahunnya.

Selain itu, yayasan juga ikut membantu penghijauan dengan menanam 20.000 pohon di sekitar lokasi yang pernah dijadikan pusat kegiatan Olimpiade 1984, sekolah-sekolah serta taman kota. Semua anggaran untuk kegiatan LA84 Foundation itu diambil dari keuntungan bersih pelaksanaan Olimpiade 1984. Tak hanya itu, LA84 Foundation ikut membantu pembangunan fasilitas olahraga gratis bagi anak-anak muda Kota Los Angeles. Ini sebagai bentuk partispasi yayasan tersebut menyambut digelarnya Olimpiade 2028 dan menjadi Olimpiade ketiga kali yang digelar di Los Angeles setelah tahun 1932 dan 1984.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini