Indonesia.go.id - Potensi Andalan Ekspor dari Liur yang Lezat

Potensi Andalan Ekspor dari Liur yang Lezat

  • Administrator
  • Senin, 25 Januari 2021 | 08:58 WIB
KOMODITAS
  Seorang pekerja menyortir sarang burung walet untuk diekspor di Medan, Sumatera Utara. Foto: ANTARA FOTO/ Septianda Pradana

Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara eksportir sarang burung walet ke Republik Rakyat Tiongkok sebesar 75,3 persen.

Tidak ada produk air liur yang begitu berharga selain sarang burung walet. Sarang burung walet atau disebut edible bird's nest dibuat dari air liur burung walet itu sendiri tanpa ada campuran dari bahan dari luar tubuhnya, burung walet (Collocalia vestita) membuat sarang di langit-langit gua sekitar pantai atau plafon gedung dengan tujuan menghindari predator. Sarang burung dibuat untuk menyimpan telur dari hasil berkembang biaknya burung walet. Seekor burung walet mampu merekatkan bahan-bahan sarangnya dengan air liur dalam waktu delapan minggu.

Kualitas sarang walet ditentukan oleh lingkungan alam dan kondisi gua. Tapi yang terpenting, waktu pengambilan sarang itu sendiri. Sarang terbaik, adalah yang didapat dari gua lembab yang dalam dan diambil sebelum burung walet bertelur. Sedangkan yang terjelek, setelah walet muda berbulu. Warna sarang terbaik adalah putih, minim warna gelap, tak tercampuri darah dan bulu. Memanen sarang burung walet di gua-gua dekat laut membutuhkan nyali tinggi. Salah melangkah, nyawa melayang. Warga di pantai selatan Jawa, misalnya, perlu membuat ritual khusus agar Nyi Roro Kidul, Ratu Pantai Selatan, turut menjaga aktivitas mereka saat mencari sarang walet.

Semangkuk sup sarang burung walet bisa dijual di restoran top di Jakarta seharga Rp250 ribu sampai Rp400 ribuan. Paduan sarang walet, kaldu ayam yang kental, ginseng, dan sayuran menambah rasa lezat saat menyantap sup tersebut. Berkhasiat pula. Produk kemasannya bisa ditemukan di toko obat-obatan Pecinan. Harga per kilo sarang burung walet untuk kualitas biasa Rp5 juta, sedangkan harga kualitas paling paten Rp25 juta-Rp30 juta.

Mahalnya harga komoditas ini, tak pelak membuat sarang burung walet juga dikenal sebagai "kaviar dari timur". Menyamakan makanan telur ikan sturgeon yang kerap disajikan untuk para raja dan bangsawan Rusia. Sampai kini, sarang burung walet seringkali dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan seperti kesehatan dan kecantikan. Di antaranya adalah diolah untuk suplemen obat batuk, influenza, menjaga stamina tubuh, hingga menjaga elastisitas kulit supaya terlihat awet muda.

Seperti dilansir dari laman Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI), asal-usul sarang burung walet bukanlah dari Tiongkok. Melainkan berasal dari kawasan Asia Tenggara. Meski selama berabad-abad kemudian, bangsa Tiongkok selalu jadi pengimpor sarang burung walet nomor wahid dunia. Dari beberapa literatur kuno, seorang sejarawan asal Malaka, Lin Biao, menyebut pada abad 17 Admiral Zheng He yang mempopulerkan makanan eksotis ke Tiongkok.  Syahdan, armada kapal Zheng He sempat terperangkap badai topan yang sangat kuat hingga akhirnya memutuskan untuk mencari perlindungan di sekitar kepulauan dekat peninsula Malaysia.

Kondisi sumber makanan dan air minum yang tidak memadai membuat awak kapal armada Zheng He kelaparan. Menyadari kondisi sudah semakin gawat, mereka pun mulai mencari benda apa saja yang bisa dimakan. Hingga mereka menemukan sarang burung walet yang menempel di dinding gua pinggir laut. Tanpa menaruh harapan yang tinggi, mereka pun memasak dan memakan sup sarang walet yang pertama di dunia.

Tidak disangka-sangka, ternyata keesokan harinya, para awak kapal yang telah memakan sarang burung walet menjadi pulih dan bersemangat lagi. Menyadari khasiat yang dimiliki sarang burung walet, Admiral Zheng He langsung memanen sarang burung pertama yang dihadiahkan ke raja dinasti Ming, Chengzu. Sejak itulah, sarang burung walet menjadi popular di kalangan elite kerajaan di Tiongkok. Lalu produk ini berkembang menjadi komoditas kuliner dunia. Tak terkecuali di Indonesia.

 

Elite Kerajaan

Bisnis sarang burung walet memang menggiurkan. Sarang burung walet termasuk komoditas andalan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Tak salah, pemerintah mengincar produk sarang burung walet untuk menggenjot ekspor Indonesia. Menteri Perdagangan M Lutfi sampai menyebut potensi ekspor sarang burung walet Indonesia bisa sampai ratusan triliun rupiah per tahun. "Kita ini penghasil dan pengekspor, konon kabarnya 2.000 ton burung walet, 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok).

Bisa dibayangkan dari 110 ton, 1 kg nilainya Rp25 juta dan sisanya kita lewati beberapa negara singgahan. Hong Kong, Vietnam, Malaysia, dan ujungnya sampai juga ke RRT. Harga tersebut kita hitung kali 2.000 ton saja kali Rp25 juta nilainya Rp500 triliun, artinya USD3,5 miliar," ungkap Menteri Lutfi saat membuka peluncuran Platform Dagang Digital Indonesia Store (IDNStore) secara daring, Jumat (16/1/2021).

Mendag sampai menyebut komoditas ini sebagai sesuatu yang menarik dan bisa menjadi harta karun ekspor Indonesia. Ia menyatakan, dirinya sudah melaporkan hal itu ke Presiden Jokowi untuk memaksimalkan potensi sarang burung walet agar tercapai target ekspor Kementerian Perdagangan. Selama ini Indonesia mengandalkan banyak komoditas lain demi mengejar defisit neraca perdagangan dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari produk lemak dan minyak hewan/nabati sebesar, mesin dan perlengkapan elektrik hingga kendaraan dan bagiannya.

Kali ini, sarang burung walet yang coba menjadi salah satu andalan ekspor mancanegara. Oleh karena itu, Mendag menambahkan, pihaknya sudah mengajukan kerja sama dengan Pemerintah RRT agar memberikan bimbingan teknis bagi perusahaan sarang burung walet Indonesia sehingga dapat memenuhi ketentuan kapasitas dan syarat eksportasi ke RRT. Sebagai negara dengan menguasai porsi hingga 75,3 persen, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara eksportir sarang burung walet ke RRT. Nilai impor sarang burung walet RRT dari Indonesia pada periode Januari–November 2020 mencapai USD350,93 juta atau sekitar Rp4,9 triliun, atau meningkat sebesar 88,6 persen dari periode yang sama tahun 2019 yang mencapai USD186,07 juta.

Barangkali, kini saatnya momentum mendorong air liur burung walet jadi andalan dan merek dagang utama Indonesia di pasar dunia. Air liur walet bisa jadi komoditas andalan ekspor bersama kelapa sawit.

 

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Firman Hidranto/ Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini