Indonesia.go.id - Padang Lamun, Gudang Karbon Masa Depan Indonesia

Padang Lamun, Gudang Karbon Masa Depan Indonesia

  • Administrator
  • Sabtu, 14 Oktober 2023 | 16:08 WIB
KTT AIS FORUM 2023
  Deputi Bidang Pencegahan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Prasinta Dewi (tengah) menanam bibit pohon mangrove di wilayah pesisir Desa Tapulaga, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Kamis (12/10/2023). ANTARA FOTO/Jojon/YU
Lamun merupakan hamparan tumbuhan hijau yang berada di dasar laut dangkal berair bersih di kedalaman 0--10 meter. Tanaman ini tumbuh subur pada arus tenang sekitar 0,5 meter per detik. Perairan di Indonesia menjadi rumah nyaman untuk bertumbuhnya lamun terutama di pesisir timur dan barat Pulau Sumatra. Seperti di kawasan Pantai Tanjung Kelayang, Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. 
 
Kawasan sekitar Batam dan Bintan, Nias, dan sebagian Lampung juga menjadi favorit bertumbuhnya lamun. Tanaman yang menjadi tiga serangkai benteng pertahanan kawasan pesisir atau greenbelt bersama mangrove dan terumbu karang juga dapat ditemui di perairan dangkal Nusa Tenggara, bagian barat Sulawesi, dan Maluku. 
 
Perairan Indonesia menyimpan kekayaan lamun yang tak sedikit. Sebanyak 15 spesies dari sekitar 60 spesies lamun di seluruh dunia hidup di perairan Indonesia. Spesies lamun paling banyak ditemui adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Cymodocea serrulata.  
 
Seperti halnya mangrove dan terumbu karang, padang lamun merupakan habitat terbaik bagi beberapa spesies terancam punah seperti penyu dan dugong. Mereka menjadikan padang hijau bawah laut itu bagaikan sebuah restoran bintang lima Michelin yang selalu menyediakan menu makanan terbaik dan terenak, ya tentu saja itu lamun. 
 
Tak hanya bagi dugong dan penyu, padang lamun juga menjadi sumber makan terbaik untuk ikan baronang, rajungan, kuda laut, kerang, aneka ikan-ikan kecil, dan krustasea. Padang lamun juga menjadi pencegah terjadinya abrasi pantai. Rumput lamun yang lebat dapat memperlambat aliran dan ombak menuju pantai. Kondisi itu akan membuat perairan di sekitar padang lamun menjadi tenang. 
 
Indonesia adalah pemilik padang lamun terluas di Asia Tenggara, kedua di dunia setelah Australia. Luasnya kira-kira 15 persen dari total padang lamun dunia. Menurut peneliti biogeokimia laut pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aan Johan Wahyudi, luas padang lamun di Indonesia saat ini yang telah terverifikasi dan tervalidasi oleh citra satelit atau melalui observasi lapangan mencapai 293.464 hektare. 
 
Aan menyebut, berdasarkan penelitian BRIN, luasan padang lamun saat ini di seluruh Nusantara memiliki kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) hingga 1,9--5,8 megaton (Mt) karbon per tahun. Seperti juga mangrove, kemampuan lamun menyerap karbon tak main-main. Dalam setiap hektare padang lamun, karbon yang mampu diserap mencapai 6,59 ton per tahun.
 
Menurutnya, kemampuan padang lamun dalam menyerap karbon jauh lebih baik dibandingkan vegetasi mana pun di daratan. Angka itu menjadi sangat fantastis. Karena kemampuan menyerap lamun ternyata lebih besar dari vegetasi yang ada di darat. Kemampuannya bisa 77 persen lebih besar dari vegetasi darat seperti hutan, ungkapnya seperti diwartakan oleh Antara.
 
Pengendalian Karbon
 
Melihat fakta tadi, vegetasi pesisir seperti padang lamun menjadi sangat penting bagi upaya pengendalian karbon yang sekarang ini menjadi program Pemerintah Indonesia hingga 2045 mendatang. Hanya saja, meski potensi luasan padang lamun di tanah air tercatat mencapai 875.967 ha, upaya berbagai organisasi lingkungan untuk menggencarkan penelitian masih perlu ditingkatkan.
 
Secara umum, padang lamun yang memiliki kemampuan untuk menyerap karbon, masih didominasi oleh spesies lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Kedua jenis lamun tersebut menjadi tumpuan karena memiliki nilai cadangan karbon yang besar.
 
Cadangan karbon pada lamun itu tersimpan pada substrat yang ada di bawah permukaan pasir laut dan menyatu dengan akar lamun. Cadangan tersebut, mampu bertahan dalam kurun waktu lama jika kawasan pesisir tidak mengalami kerusakan karena berbagai hal.
 
Sedangkan menurut peneliti padang lamun BRIN Nurul Dhewani Mirah Sjafrie, dari seluruh luasan padang lamun yang sudah tervalidasi pihaknya, tercatat hanya 15,35 persen yang kondisinya masuk kategori bagus atau sehat. Sedangkan seluas 53,8 persen lainnya dinyatakan kurang sehat, dan sisanya sekitar 30,77 persen dinyatakan miskin.
 
Jika merujuk Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 200 tahun 2004, padang lamun yang masuk kategori sehat harus memiliki tutupan minimal 60 persen. Sementara itu, untuk kondisi sekarang, tutupan padang lamun di Indonesia rerata mencapai 42,23 persen. 
 
Oleh sebab itu, pemerintah bertekad untuk menjaga ekosistem tiga serangkai benteng pesisir, termasuk di antaranya padang lamun. Ini juga sebagai upaya untuk mengatur dan mengelola potensi sumber daya kelautan di tanah air. 
 
Upaya tersebut juga merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI). Aturan ini menjadi pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah-langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan.
 
Pemerintah Indonesia telah menjalin ikatan bersama dengan Pemerintah Australia sejak 2017 untuk pelestarian padang lamun. Kerja sama tersebut menjadi tindak lanjut dari kesepakatan bilateral bidang kemaritiman. 
 
 
Upaya Bersama
 
Sementara itu, menurut dua peneliti BRIN masing-masing Husen Rifai dan Kevin M Lukman dalam Ambio: A Journal of Environment and Society menyebutkan bahwa ekosistem padang lamun perlu dipulihkan untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan persoalan lingkungan lainnya. Menurut mereka, pemerintah perlu melaksanakan program restorasi lamun dan mengajak masyarakat terutama di kawasan pesisir untuk ikut menjaga ekosistem padamg lamun. 
 
"Munculnya kesadaran masyarakat adalah faktor yang vital bagi keberhasilan perlindungan dan restorasi lamun. Karena jika masyarakat abai, maka ini menjadi salah satu kerugian bagi upaya konservasi padang lamun," ujar keduanya. 
 
Terakhir, Husen dan Kevin mengusulkan dilakukannya upaya restorasi padang lamun secara besar-besaran dengan melibatkan banyak pihak dan lembaga terkait. Setidaknya Indonesia bisa berkaca kepada Australia yang berhasil melakukan restorasi padang lamun. Ongkosnya jauh lebih murah dibandingkan dengan restorasi terumbu karang.
 
Untuk upaya pemulihan lamun yang mencakup perencanaan, penanaman, sampai pemantauan menurut perhitungan mereka memakan biaya sekitar US$700 ribu (Rp10,8 miliar) untuk tiap hektare. Sedangkan restorasi karang mencapai US$3 juta (Rp45 miliar) per ha. "Jika dilakukan di negara-negara berkembang seperti Indonesia tentu akan lebih rendah lagi karena tenaga kerjanya tidak semahal di Australia," ujar Kevin.
 
Salah satu contohnya adalah apa yang telah dilakukan di Kepulauan Sangkarang, Sulawesi Selatan, terhadap padang lamun seluas 600 meter persegi (m2) yang menelan anggaran USD100 ribu (Rp1,5 miliar) untuk perencanaan, penanaman, dan pemantauan selama tiga tahun. Program yang dimulai sejak 2016 ini menggunakan metode transplantasi, yakni pengambilan tanaman lamun yang sehat untuk ditanam di lokasi tujuan. 
 
Setelah tujuh tahun dilaksanakan, usaha restorasi menuai hasil positif. Padang lamun yang pulih memancing satwa perairan untuk hidup di dalamnya, melindungi pantai dari erosi.

 
Dukungan AIS Forum
 
Forum Negara-negara Pulau dan Kepulauan atau Archipelagic and Island States (AIS) Forum turut mendukung upaya pelestarian lamun yang memiliki segudang manfaat. Ini sebagai upaya mitigasi terhadap perubahan iklim dan pengelolaan tata kelola laut yang berkelanjutan sebagai salah satu dari empat tujuan utama dibentuknya forum yang dideklarasikan di Manado, Sulawesi Utara pada 1 November 2018 lalu. 
 
Dalam perkembangannya, AIS Forum telah menciptakan kemitraan internasional untuk mengembangkan solusi inovatif. Salah satunya aplikasi Konversi Karbon Padang Lamun (Seagrass Carbon Converter/SCC) yang merupakan aplikasi berbasis web untuk menghitung cadangan dan penyerapan karbon di padang lamun. 
 
Melalui aplikasi yang dikembangkan oleh Sekretariat AIS Forum bersama Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, dapat diperkirakan cadangan karbon dan penyerapan padang lamun di kawasan pesisir dari negara-negara anggota AIS Forum. SCC juga telah diperkenalkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AIS Forum di Nusa Dua, Bali, 10--11 Oktober 2023.
 
Semoga upaya pelestarian ekosistem lamun di tanah air mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di pesisir dan biodiversitas makhluk laut termasuk yang terancam punah. (Anton Setiawan/Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari)