Indonesia.go.id - Penyejuk Mata di Tepian Jalan Raya

Penyejuk Mata di Tepian Jalan Raya

  • Administrator
  • Kamis, 20 Desember 2018 | 10:58 WIB
PAGAR JALAN
  Deretan bunga tabebuya, bunga yang kini bermekaran di Surabaya. Sumber foto: Dok Humas Surabaya

Pohon tabebuya, trembesi, mahoni, atau pohon tanjung, tak masalah jika ditanam di pinggir tol. Sejauh titik penanamannya diperhatikan, dan kemudian pohon dirawat, sehingga kemanfaatan pepohonan itu sangat besar.

Pohon trembesi dan tabebuya akan ditanam di tepi ruas tol baru di Jawa Timur. Teduh dan menyerap gas buang kendaraan. Aman bila dipangkas dan dirawat.

Ruas tol baru di Jawa Timur tak akan dibiarkan terlalu lama panas, gersang, dan berdebu. Pepohonan peneduh dan penghias akan ditanam di tepian jalan bebas hambatan tersebut. Pada tahap pertama, jalur Mojokerto-Surabaya (36 km) dan Gempol-Pasuruan (34 km) menjadi lokasi uji coba dengan pohon trembesi sebagai peneduh dan tabebuya sebagai penghiasnya.

Kedua ruas tadi adalah bagian dari 459 km jalan tol baru yang dibangun di era Jokowi-JK hingga akhir 2018. Di kedua sisi pinggiran tol itu, dalam jarak yang aman dari badan jalan, trembesi dan tabebuya akan ditanam. Djarum Foundation telah menyiapkan 8.500 batang bibit trembesi dan 650 tabebuya di Mojokerto. Lembaga nirlaba itu juga menjamin perawatannya hingga pohon berumur tiga tahun.

Tabebuya naik daun ketika kembang warna-warninya yang mekar di berbagai penjuru Kota Surabaya Oktober-November lalu begitu viral di media sosial. Ada warna putih, kuning, merah-pink, ungu muda, dan yang dianggap paling istagrammabel biasanya yang magenta. Ribuan pohon tabebuya ditanam di Surabaya.

Ketika musim bunga tiba, kembang warna-warni berbentuk terompet itu tumbuh secara masif hampir  di setiap ranting. Nyaris seluruh daun luruh berganti bunga pada setiap puncak kemarau, seperti akhir Oktober lalu. Pada saat itulah foto sudut-sudut kota Surabaya yang berhiaskan kembang warna-warni ini memviral di media sosial.

Namun, untuk selfie dengan tabebaya orang tidak harus ke Surabaya. Pohon peneduh dan penghias itu sudah lama pula ditanam di Kediri dan Malang. Di Jawa Jengah ada di Kota Karanganyar, Magelang, dan Purwokerto. Belakangan tanaman ini merambah ke Bandung.

Sejauh ini tak ada laporan dampak buruk secara ekologis atas penyebarannya di Tanah Jawa. Tidak ada bukti dia menjadi inang bagi serangga ganas atau jamur dan mikrobiota jahat. Boleh jadi karena pohon ini telah lama beradaptasi di lingkungan tropis basah Asia Tenggara. Sudah puluhan tahun pohon hias dari famili Tabebuia ini ditanam di Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Myanmar.

Tabebuya berasal dari wilayah pegunungan tropis Amerika Latin. Habitat aslinya berupa padang savana di Brasil, Bolivia, Colombia dan Venezuela. Karena adaptasinya yang kuat, secara alamiah Tabebuia bisa menyebar sampai Meksiko. Tak kurang dari 72 spesies lahir dari famili Tabebuia.itu.

Yang kini banyak menyebar ke seluruh dunia adalah Tabebuia chrysantha dan Tabebuia chrysotrica dari Venezuela dan Brazil. Meski tetuanya berasal dari pegunungan kering, setelah sekian lama hijrah ke Asia  Tenggara, tabebuya beradaptasinya dengan baik di daerah tropis basah.

Dia tak mudah dikalahkan oleh mikroba, benalu, jamur, cendawan, serangga, atau hama tropis lainnya. Pohon ini mampu tumbuh sehat dan berbunga lebat di ujung kemarau. Meski mirip, Tabebuya tak ada hubungan kekerabatan apapun, secara botanis, dengan bunga sakura dari Jepang.

Tabebuya masuk ke Indonesia diperkirakan melalui Thailand. Umumnya dari jenis Tabebuia chysantha dan Tabebuia chrysotrica. Adalah jasa para perajin bibit tanaman yang mebuat bibit pohon itu bisa cepat menyebar ke berbagai kota di Indonesia.

Pembiakannya tak sulit. Bisa ditanam dari biji yang terbungkus dalam seludang buah mirip asam. Biji dibersihkan dan dikeringkan lalu disemai. Setelah bibit setinggi 75-80 cm ia siap dipindah ke lapangan. Perajin pun bisa membuat biakan vegetatif, dengan teknik tempel atau okulasi. Batang bawah hasil semaian disambung dengan potongan ranting muda dari pohon dewasa. Jadilah dia bibit yang identik dengan induk steknya.

Setahun setelah tanam, pohon Tabebuya ini bisa berbunga. Dia bisa tumbuh sampai 8 meter dengan percabangan yang cukup banyak. Namun, umur biologisnya jauh lebih singkat ketimbang pohon kayu tropis pada umumnya.

https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1545303692_Ki_Hujan_Istana_Presiden.jpg" style="height:500px; width:800px" />

Ki Hujan Makin Tua Makin Keren

Reputasi trembesi di dunia pohon peneduh sulit dicari tandingannya. Pohon ini hadir di ruang-ruang terbuka di Florida (Amerika Serikat), negara-negara Amerika Latin, dan hampir di semua negara Asia Selatan serta Tenggara, bahkan di Kepulauan Pasifik termasuk Hawaii. Meski tak bisa tumbuh optimal, trembesi juga menjadi item koleksi sejumlah taman botani di Perancis, Spanyol, Portugal, dan Italia.

Trembesi punya nama di masing-masing negara. Bahkan, di Indonesia trembesi memiliki banyak nama. Orang Melayu menyebutnya ‘kayu Ambon’, Orang Sunda menjulukinya ‘Ki Hujan’. Di daerah lainnya ada yang menamainya ‘pohon munggur’, ‘punggur’, dan seterusnya.

Trembesi punya penampilan yang grande, anggun, utamanya ketika dewasa. Bahkan, semakin tua dia semakin keren. Batang utamanya terus berkembang membentuk pokok yang kokoh bak pilar raksasa yang menyangga cabang-cabang jumbo yang tumbuh menyamping. Dari cabang utama muncul cabang lain ke segala arah, dan di bagian ujung ada ranting-ranting yang tak bosan terus tumbuh memanjang.

Maka, terbentuklah kanopi indah seperti payung raksasa. Sedap dipandang dari kejauhan. Dari dekat, dia memberikan keteduhan dan kesejukan berkat percabangan yang ekstensif dan dedaunannya yang rapat. Ada iklim mikro yang khas di bawah pohon trembesi. Sinar matahari langsung diredamnya, dan panas hama sekeliling diserap dan dimanfaatkan untuk membantu proses fisiologisnya yang cepat.

Berasal dari famili Fabaceae, yang berkerabat dekat dengan dengan pohon pete, asam Jawa, sengon, dan Lamtoro Gung, trembesi termasuk pohon yang cepat tumbuh. Yang membedakan, batang serta cabang utamanya bisa terus tumbuh membesar menyesuaikan dengan kanopinya yang makin lebar. Walhasil, umur trembesi bisa mencapai ratusan tahun.

Laporan klasik menyebutkan, seorang pengelana Jerman, Alexander von Humboldt, dalam perjalanan eksplorasinya ke Amerika Latin (1799-1804), menemukan trembesi raksasa yang tingginya 180 meter di Maracay, Venezuela. Humboldt mengukur diameter tajuknya 56 meter dan garis tengah batang pokok 19 meter. Tidak ada yang tahu umurnya. Humboldt hanya mencatat, ketika penjelajah Spanyol mulai ramai datang ke Maracay dua abad sebelumnya, pohon tersebut juga sudah menjulang amat tinggi.

Di Indonesia juga banyak ditemukan Ki Hujan Tua. Di halaman Istana Negara Jakarta ada sebatang yang diyakini umurnya lebih dari 200 tahun. Begitu halnya pada ruas jalan menuju Istana Bogor masih tersisa beberapa pohon trembesi usia dua abad. Seorang netizen dari Rembang, Jawa Tengah, mengunggah video tentang Ki Hujan yang lingkar batangnya mencapai 10 meter.

Trembesi masuk ke Indonesia sejak tiga abad silam. Hampir semuanya ditanam sebagai pohon peneduh di taman, ruang terbuka, tepian jalan hingga makam-makam. Toh, untuk kondisi saat ini, Ki Hujan ini tak selalu cocok di semua medan. Bila ditanam di tepi jalan kota, rembesi akan menyita jalur trotoar. Belum lagi, perakarannya bisa mengusik pondasi  gedung, rumah hunian, ruko, atau struktur lain di pinggir jalan. Zona perakarannya pun luas dan bisa menerjang struktur di sekelilingnya tanpa pandang bulu.

Untuk pohon peneduh jalan tersedia banyak pilihan. Yang pohon lokal (sudah beradaptasi sangat lama dalam lingkungan tropis basah Indonesia) antara lain pohon tanjung, salam, asam jawa, ketapang, daun kupu-kupu, atau bintaro. Jenis pohon introduksi dari luar negeri, ada mahoni, angsana, glodokan, kiara payung, trembesi, dan tabebuya.

Risiko Puting Beliung

Yang perlu menjadi pertimbangan adalah ada risiko bahaya dari pohon peneduh di pinggir jalan itu. Tak terhitung banyaknya kasus pohon pinggir jalan roboh atau mengalami patah cabang ketika terjadi hujan badai. Tak jarang pula timbul korban jiwa.

Mana lebih aman, pohon lokal atau pohon impor? Penelitian oleh Rikto (2010) dari Fakultas Kehutanan IPB, di Kota Bogor, menunjukkan bahwa yang lokal maupun impor bisa sama rapuhnya bila tak dirawat. Pohon rapuh bisa sakit, dan mudah roboh. Namun, di sisi lain, pohon yang sehat pun bisa ambruk bila diserang puting beliung, utamanya ketika beban mekanik tajuk  melampaui daya dukung batang atau cabang.

Maka, kuncinya adalah perawatan dan pemangkasan. Perawatan meliputi tindakan mencegah pelukaan pada batang dan cabang utama. Pelukaan pada batang bisa menimbulkan infeksi, pembusukan jaringan, dan berujung kematian sebagian jaringan munculnya rongga di dalam batang. Berikutnya, serangga pun bersarang di sana. Walhasil, meski terlihat sehat, batang pohon itu rapuh.

Yang juga berbahaya adalah  akar-akar utama yang terpotong karena galian kabel atau saluran drainase. Akar yang terpotong membuat pohon lemah. Bila ada pohon yang akarnya sudah terpotong di sana-sini lebih baik ditebang dan diremajakan. Yang juga tidak boleh diabaikan, menurut penelitian Rikto, adalah pemangkasan. Tajuk perlu dipangkas secara berkala agar tidak terlalu rimbun dan menimbulkan beban mekanik besar ketika diterpa angin.

Maka, pohon tabebuya, trembesi, mahoni, atau pohon tanjung, tak jadi masalah ditanam di pinggir tol. Sejauh titik penanamannya diperhatikan, dan kemudian pohon dirawat, maka kemanfaatan pepohonan itu sangat besar. Bukan saja memberi keindahan dan keteduhan, pepohonan itu juga bisa menyerap gas-gas pencemar yang keluar dari lubang knalpot. (P-1)