Indonesia.go.id - Ketika Ciliwung Punya Pahlawan Baru

Ketika Ciliwung Punya Pahlawan Baru

  • Administrator
  • Senin, 22 April 2019 | 02:22 WIB
LINGKUNGAN HIDUP
  Sungai Ciliwung Astawana Condet. Sumber foto: K/Intan Deviana Safitri

Sebuah harapan besar pun tercanang bahwa akan semakin banyak masyarakat yang hidup di sekitar sungai Ciliwung yang semakin peduli terhadap kebersihan lingkungan di mana mereka tinggal.

Menempati posisi kedua sebagai sungai paling tercemar di Indonesia, Sungai Ciliwung seperti tak ingin kehilangan optimistis untuk berbenah diri. Beragam upaya revitalisasi telah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan sejak 2010, mulai dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kelompok dan komunitas masyarakat.

Tujuan mereka sama, ingin menjadikan sungai yang membelah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Jakarta ini menjadi wilayah yang terbebas dari bermacam jenis limbah. Gagasan besar menyulap Sungai Ciliwung yang memiliki aliran utama sungai sepanjang 120 kilometer, menjadi sungai sebersih sungai Cheonggyecheon pun muncul tatkala Presiden Joko Widodo melakukan lawatan ke Korea Selatan pada September 2018 silam. Cita-cita tinggi yang tentunya membutuhkan ikhtiar dan sinergi yang kuat dari berbagai pihak.

Terlepas dari harapan besar pemerintah tersebut, satu di antara beberapa komunitas yang peduli dengan kondisi sungai Ciliwung, khususnya bagian bantaran sungai di kawasan Condet Jakarta Timur, tergerak untuk turut membuat perubahan pada wilayah lingkungan tempat tinggalnya. Bermula atas rasa prihatin dan keresahan tentang serangan banjir yang kerap bertamu hampir setiap tahun dan minimnya kesadaran masyarakat Condet tentang kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan, menjadi alasan utama Syahiq Harpi (30) mendirikan komunitas River Ranger Jakarta.

Masih berumur jagung, River Ranger Jakarta yang berbasis di Kelurahan Balekambang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, resmi didirikan pada 17 Juli 2017. Memilih anak-anak sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sebagai target utama binaannya.

Syahiq mengaku, menanamkan pola pikir cinta kebersihan dan cinta lingkungan pada anak-anak jauh lebih mudah ketimbang mendesak masyarakat dewasa. Meski di awal, dia sempat merasa kesulitan saat pertama kali melakukan pendekatan pada anak-anak di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Perlu kurun waktu hampir dua bulan bagi Syahiq untuk mensosialisasikan kemauannya tersebut. Hingga akhirnya, kini jumlah anak yang tergabung dalam komunitas River Ranger Jakarta telah berjumlah 27 orang.

Dikatakan Syahiq, River Ranger Jakarta ingin secara kontinyu menyediakan wadah belajar tentang lingkungan. Bukan hanya untuk anak-anak yang tinggal di sekitar kelurahan Balekambang dan kawasan Condet, juga terbuka untuk umum. Di dalamnya, selain kegiatan bersih-bersih sungai Ciliwung yang diadakan setiap bulan dan terbuka untuk umum, River Ranger Jakarta juga rutin mengadakan kelas sore yang diadakan setiap hari Rabu dan Jumat.

Agenda kelas sore biasanya mengundang narasumber dengan beragam latar belakang untuk sharing dengan cara menyenangkan kepada anak-anak binaan. Isi kegiatannya, antara lain, belajar Bahasa Inggris, matematika, fotografi, cinematografi, dan ilmu pengetahuan alam.

Menamai program utamanya dengan sebutan Bebersih Bareng, Syahiq yang dibantu Andriana atau akrab disapa Nana dan dua orang rekannya, membuka donasi sebesar Rp50.000 bagi calon peserta yang ingin mengikuti kegiatan bulanan tersebut. Peserta Bebersih Bareng akan mendapat sarung tangan, trash bag, bibit ikan, lotion antinyamuk, dan makan siang. Meski terbuka untuk umum, program Bebersih Bareng memasang kuota maksimal dalam setiap pelaksanaan kegiatan, yaitu 15 orang saja untuk peserta umum. Hal ini mempertimbangkan pengawasan peserta kegiatan yang mayoritas terdiri dari anak-anak agar lebih mudah diawasi.

Dalam setiap pelaksanaan kegiatan Bebersih Bareng, peserta biasanya mampu mengumpulkan sampah setidaknya 7-10 trash bag berukuran 80x100 centimeter. Sampah yang dipungut tersebut mayoritas terdiri dari sampah plastik. Yang menarik, sampah yang telah berhasil dipungut ini tidak langsung dibuang begitu saja di tempah pembuangan akhir sampah, melainkan mereka pilah terlebih dahulu untuk memisahkan sampah plastik yang masih bisa diselamatkan untuk didaur ulang.

Sedangkan, sampah-sampah plastik yang tidak memenuhi kriteria daur ulang, oleh River Ranger Jakarta akan langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah yang nantinya akan langsung dikirim ke TPA Bantar Gebang.

Anak-anak binaan River Ranger Jakarta mengaku selalu semangat saat hari Bebersih Bareng tiba dan tidak kapok. Meski, di antara mereka ada yang pernah terkena pacet saat bertualang memunguti sampah, mereka begitu menikmati aksi peduli lingkungan tersebut.

Mereka sadar bahwa banjir yang diakibatkan oleh menumpuknya limbah di sungai Ciliwung dan menerjang pemukiman bukanlah sesuatu yang enak. Pemahaman tentang pentingnya menciptakan lingkungan bersih seperti inilah yang menurut Syahiq sangat penting ditanamkan pada anak-anak sedari dini.

Usai kegiatan Bebersih Bareng rampung dilakukan, para peserta diajak untuk melepas bibit-bibit ikan ke aliran sungai Ciliwung. Ratusan bibit ikan yang terdiri dari ikan patin dan ikan gabus ini dilepaskan di pinggiran sungai agar terhindar dari derasnya arus. Meski mereka tahu bahwa air sungai Ciliwung tercemar berbagai jenis limbah, mereka tetap berharap bibit-bibit ikan tersebut bisa hidup dan bertahan untuk menyeimbangkan ekosistem sungai.

Metode Ecobrick

Selain rutin memilah sampah hasil perburuan di bantaran sungai Ciliwung Astawana, baru-baru ini River Ranger Jakarta mengaku baru saja mendapat pembelajaran baru mengenai metode daur ulang permanen untuk memangkas siklus limbah plastik.

Jika selama ini metode daur ulang sampah plastik dilakukan dengan membuat berbagai macam barang kerajinan atau beragam barang bermanfaat lain yang hanya bersifat sementara karena barang tersebut masih berpotensi rusak, maka metode yang digagas pertama kali oleh seorang berkebangsaan Kanada, Russell Maier, mampu menghilangkan potensi munculnya sampah lagi atas plastik tersebut. Oleh penemunya, metode ini disebut dengan metode Ecobrick.

Menelaah namanya, ecobrick merupakan penggabungan kata ‘eco’ dan ‘brick’, sebuah batu bata ramah lingkungan. Jadi, mulanya ecobrick memang bertujuan sebagai pengganti batu bata konvensional untuk membuat bahan bangunan seperti sekolah dan rumah. Namun, seiring berkembangnya kreativitas para pemerhati lingkungan saat mengolah limbah plastik dengan metode ecobrick, hasil daur ulang tersebut bisa dimanfaatkan pula untuk membuat barang bermanfaat lainnya, seperti bangku, meja, perabotan indoor, ruang kebun, dan pagar rumah.

Keunikan ecobrick itu langsung diadaptasi oleh River Ranger Jakarta untuk mengolah sampah plastik yang mereka dapat dari sungai Ciliwung. Cara membuat ecobrick sendiri cukup mudah. Bahan yang diperlukan hanya botol plastik bekas berukuran 600 milimeter, sampah non organik dan non biologi, gunting, dan kayu atau tongkat untuk memadatkan sampah plastik.

Langkah membuatnya, yaitu, pertama cuci bersih dan keringkan botol dan sampah plastik seperti plastik kemasan makanan atau minuman, selotip, styrofoam, sedotan, tali raffia, bubble wrap, dan lain-lain. Kemudian, gunting kecil-kecil sampah plastik tersebut. Setelahnya, tentukan warna untuk bagian bawah botol. Hal ini untuk memberi kesan estetis pada hasil akhir ecobrick.

Selanjutnya, mulailah memasukkan potongan-potongan kecil plastik tadi ke dalam botol. Pastikan seluruh ruang yang ada di botol terisi penuh tanpa ada rongga di dalamnya sehingga terbentuk sifat yang padat seperti balok beton. Untuk memadatkan, gunakan kayu atau tongkat yang telah disiapkan tadi. Jika botol sudah penuh sempurna, tutuplah botol dan ecobrick pun sudah jadi.

Berat ideal ecobrick adalah 200-250 gram. Maka, setelah selesai membuat, ecobrick ini sebaiknya ditimbang dulu untuk mengetahui berapa beratnya. Ecobrick yang sempurna adalah ecobrick yang tidak mengeluarkan suara dan tidak kempes saat ditekan.

Dengan proses pembuatan yang tergolong gampang, River Ranger Jakarta makin bersemangat untuk menularkan cara menyenangkan mendaur ulang sampah ini kepada anak-anak binaan dan para relawan yang terlibat dalam kegiatan Bebersih Bareng. Diakuinya, anak-anak River Ranger tampak antusias ketika pertama kali diperkenalkan cara membuat ecobrick pada kelas sore, 20 Maret 2019.

Diselingi obrolan dan tawa, mereka sekaligus belajar bagaimana cara memperlakukan sampah plastik yang baik dan benar agar tidak mencemari lingkungan, khususnya sungai Ciliwung. Termasuk juga belajar untuk meminimalkan penggunaan produk berbahan plastik untuk semakin menekan produksi limbah plastik. Meski mereka sendiri masih belum tahu akan diapakan bata-bata plastik yang sudah jadi, setidaknya mereka telah berusaha mencegah limbah plastik tersebut berakhir di sungai dan laut.

Sebagai pahlawan baru sungai Ciliwung, edukasi-edukasi melalui kegiatan seru dan menyenangkan itulah yang terus-menerus akan menjadi program rutin River Ranger Jakarta. Sebuah harapan besar pun tercanang bahwa akan semakin banyak masyarakat yang hidup di sekitar sungai Ciliwung yang semakin peduli terhadap kebersihan lingkungan di mana mereka tinggal. Dengan begitu, impian besar pemerintah tentang mengubah sungai Ciliwung menjadi sebersih sungai Cheonggyecheon bisa benar-benar terwujud suatu saat nanti. (K-ID)