Menteri PPPA menegaskan bahwa keluarga harus menjadi tempat pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai akhlak, kasih sayang, dan kedamaian kepada anak.
Dalam suasana penuh keprihatinan namun sarat harapan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi, menyampaikan pesan penting mengenai urgensi membangun keluarga tangguh sebagai pondasi utama bangsa. Acara “Kolaborasi Aksi Keluarga untuk Indonesia” yang digelar dalam rangka memeringati Hari Keluarga Nasional menjadi panggung refleksi sekaligus seruan bersama untuk memperkuat peran keluarga dalam melindungi perempuan dan anak Indonesia.
“Pembangunan bangsa yang berkeadilan dimulai dari keluarga yang berdaya. Namun realitanya, banyak keluarga kita hari ini justru menjadi tempat terjadinya kekerasan. Ini yang harus menjadi perhatian serius kita semua,” ujar Arifah dalam acara 'Kolaborasi Aksi Keluarga untuk Indonesia” di Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Data yang diungkap MenPPPA cukup mencemaskan. Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan tahun 2024 menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk. Kondisi lebih mencemaskan terjadi pada anak dan remaja. Sebanyak 1 dari 2 anak Indonesia tercatat pernah menjadi korban kekerasan, sebagaimana dilaporkan dalam Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2024.
“Ini bukan sekadar angka. Di balik setiap data, ada luka, ada trauma yang mungkin butuh waktu lama untuk disembuhkan. Dan lebih menyedihkan lagi, sebagian besar kekerasan itu terjadi di dalam rumah, bukan di luar,” jelas Menteri PPPA.
Sepanjang periode Januari hingga 12 Juni 2025, tercatat 11.850 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari jumlah tersebut, 10.000 korban merupakan perempuan, sementara sisanya anak laki-laki dan perempuan.
“Jenis kekerasan tertinggi yang dilaporkan adalah kekerasan seksual. Yang menyedihkan, lokasi kejadiannya paling banyak justru di rumah tangga. Ini artinya, tempat yang seharusnya menjadi ruang aman dan nyaman justru menjadi tempat berisiko,” ujarnya lirih.
Kementerian PPPA mengidentifikasi tiga penyebab utama maraknya kekerasan terhadap anak: pola pengasuhan keluarga, penggunaan gawai yang tidak terkontrol, dan pengaruh lingkungan sosial.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa 39,71 persen anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, dan 35,57% sudah mengakses internet. Hal ini menjadi perhatian serius, terutama ketika anak-anak tidak memiliki pendampingan atau pengawasan yang memadai.
“Kami menemukan bahwa banyak kasus kekerasan seksual berakar dari penggunaan internet tanpa pengawasan. Anak-anak bisa dengan mudah terpapar konten yang tidak layak dan menjadi sasaran predator digital,” jelas MenPPPA.
Dalam pidatonya, Arifah menegaskan bahwa keluarga harus menjadi tempat pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai akhlak, kasih sayang, dan kedamaian kepada anak.
“Kita tidak bisa berharap banyak dari sistem lain jika rumah tidak bisa menjadi tempat tumbuh yang aman dan penuh cinta. Keluarga adalah sekolah pertama. Kalau keluarga gagal, yang lain akan kesulitan memperbaiki,” tuturnya.
Ia juga mengajak semua pihak untuk berhenti menganggap isu kekerasan sebagai urusan keluarga semata. “Persoalan ini tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah. Diperlukan kolaborasi dari seluruh elemen bangsa—pemerintah, masyarakat sipil, dunia usaha, dan tentu saja media,” tegasnya.
Arifah berharap momentum kolaborasi lintas sektor ini menjadi awal dari perubahan besar dalam membangun keluarga tangguh dan berdaya. Ia menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan program hingga ke tingkat akar rumput.
“Jika kita ingin melihat Indonesia Emas 2045 terwujud, maka hari ini kita harus memastikan bahwa anak-anak Indonesia tumbuh dalam keluarga yang sehat, penuh kasih, dan bebas dari kekerasan. Perempuan harus diberdayakan, anak-anak harus dilindungi,” ujarnya menutup pidato.
Penulis: Wandi
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/nasional-sosial-budaya/924710/menteri-pppa-keluarga-tangguh-adalah-kunci-dan-fondasi-membangun-bangsa