Sekarang ini penghasilan yang didapat oleh orang tidak hanya berdasarkan penghasilan atas pekerjaan di suatu perusahaan atau suatu lembaga saja. Banyak orang yang memilih untuk tidak mau bekerja dengan orang lain namun hanya ingin bekerja sendiri. Tentunya sesuai dengan bidang yang memang sudah menjadi keahlian mereka. Inilah yang disebut sebagai freelance.
Semua profesi, termasuk freelancer dituntut untuk melek pajak. Karena, pajak tidak cuma berlaku bagi para karyawan biasa. Seorang freelancer pun harus memahami seluk beluk pajak. Tapi, pertanyaan mendasarnya adalah, apakah seorang freelancer juga wajib membayar pajak? Meskipun freelance memiliki definisi luas, ada satu hal utama yang perlu diketahui. Pada dasarnya, pemahaman masyarakat awam terkait freelance ternyata jauh berbeda dari dunia pajak.
Dalam dunia pajak, freelancer tetap dianggap punya pekerjaan walaupun tidak terikat pada perusahaan atau institusi tertentu. Sebab, pada dasarnya freelancer menghasilkan uang dari pekerjaan yang dilakukan. Karena itu pula, freelancer tetap dikenai pajak dan wajib melapor setiap tahunnya.
Ada beberapa profesi freelance versi dunia pajak, yakni:
- Peneliti, pengarang, dan penerjemah
- Pengawas
- Agen asuransi
- Olahragawan
- Agen iklan
- Perantara
- Pengawas
- Tenaga ahli seperti notaris, aktuaris, pengacara, konsultan, akuntan, dokter, arsitek, dan penilai
- Pengajar, penyuluh, penceramah, dan penasihat
- Penari, pemain drama, bintang iklan, bintang film, musisi, komedian, bintang sinetron, sutradara, kru film, penyanyi, peragawan/peragawati, dan pembawa acara
- Multilevel marketing, direct selling, dan sejenisnya
- Petugas penjaja barang dagangan
Jika seseorang yang bekerja di suatu perusahaan, pajaknya sudah dipotong oleh perusahaan dan perusahaan memberikan bukti dari pemotongan pajaknya, berbeda halnya dengan penghasilan sampingan. Bagaimana cara menghitung pajak atas penghasilan sampingan? Mengingat sebagian besar penghasilan sampingan tidak menentu setiap bulannya dan tidak adanya bukti yang menunjukan besarnya penghasilan sampingan itu sendiri.
Pelaporan penghasilan ini hanya berdasarkan hitungan penghasilan wajib pajaknya saja, dikarenakan pajak freelancer menggunakan sistem Self Assesment. Sistem ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar serta melaporkan sendiri pajak terutang atas penghasilan yang didapatnya selama 1 (satu) tahun pajak.
Ciri-ciri dari sistem Self Assesment, yaitu:
- Pajak terutang dihitung sendiri oleh wajib pajak.
- Setelah wajib pajak menghitung pajak atas penghasilannya, wajib pajak diwajibkan untuk membayarkan pajak dan melaporkannya sendiri.
- Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat-surat ketetapan pajak setiap saat. Hanya pada saat tertentu saja pemerintah mengeluarkan surat ketetapan pajak (misalnya ketika wajib pajak telat melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi, atau ketika wajib pajak lupa untuk membayar pajak terutang).
Menghitung Besaran Pajak Freelancer
Menghitung sendiri pajak atas penghasilan sampingan (pekerjaan di luar pekerjaan utama) tidaklah sesulit yang dibayangkan, freelancer dapat menghitungnya dengan menggunakan norma perhitungan. Besarnya norma perhitungan tersebut sudah ditentukan oleh Pemerintah berdasarkan jenis pekerjaan atau usaha. Persentase norma untuk wajib pajak perseorangan tersebut itu dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu:
- 10 Ibu Kota Provinsi (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar dan Pontianak)
- Ibu Kota Provinsi lainnya
- Daerah lainnya
Contoh Menghitung Pajak Freelance
Ridwan belum menikah serta bekerja sebagai konsultan hokum di Jakarta. Penghasilan bulanan Ridwan adalah Rp10 juta dari profesi tersebut.
Untuk menghitung pajak, Ridwan bisa memakai Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) dengan rumus berikut:
- Penghasilan Netto: Penghasilan Bruto dalam setahun x 50% (D.K.I. Jakarta)
- Penghasilan Netto: Rp120.000.000 x 50% = Rp60.000.000
- Penghasilan Kena Pajak (PKP): Penghasilan Netto - PTKP
- Penghasilan Kena Pajak (PKP): Rp60.000.000 - Rp54.000.000 (PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi) = Rp6 juta
- PPh 21 yang harus dibayar dalam setahun: 5% x Rp6 juta = Rp300 ribu.