Indonesia.go.id - Cara Baru Tangani Radikalisme

Cara Baru Tangani Radikalisme

  • Administrator
  • Jumat, 15 November 2019 | 04:13 WIB
DERADIKALISASI
  Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Maruf Amin (kanan) memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Pemerintahan periode kedua Joko Widodo (Jokowi) menegaskan akan meningkatkan keseriusan menangani radikalisme di Indonesia. Jokowi tidak hanya menyoal penindakan, tapi juga berusaha mengubah persepsi masyarakat terhadap istilah radikalisme.

Gerakan radikalisme di Indonesia kian mengkhawatirkan karena mulai digiatkan di area universitas. Presiden Jokowi mengambil langkah tegas. Menurutnya, pemerintah akan melibatkan banyak pihak demi melakukan deradikalisasi.

Presiden Jokowi telah memberikan perhatian khusus pada gerakan radikalisme yang bisa mengancam masa depan bangsa dan negara. Dia meminta jajarannya melakukan upaya serius mencegah gerakan itu.

"Harus ada upaya yang serius untuk mencegah meluasnya, dengan apa yang sekarang ini banyak disebut yaitu mengenai radikalisme," kata Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 1 November 2019.

Presiden kemudian melempar wacana apakah istilah radikalisme bisa diubah menjadi manipulator agama. Dari penggantian istilah itu terdapat kesan kuat kehendak untuk memisahkan unsur radikalisme dari agama. Namun, Presiden tidak menjelaskan secara terperinci maksud perubahan istilah itu.

Presiden Jokowi menyerahkan usulan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD untuk mengkoordinasikannya. Memberantas radikalisme dan intoleransi merupakan salah satu fokus pemerintahan Jokowi di periode kedua ini.

Menanggapi hal itu, Mahfud MD mengatakan, penanganan radikalisme akan dilakukan lintas kementerian. "Tadi dibahas lintas bidang, yakni bidang (kementerian di bawah koordinasi) Kementerian PMK (Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) berkaitan dengan ketahanan ideologis yang hubungannya dengan agama, kemudian di bidang saya polhukam, yakni gerakan-gerakan yang bisa mengacaukan keamanan," katanya.

Hal yang paling ditekankan, menurut Mahfud, adalah kelompok radikal bukan mengacu pada golongan tertentu. Ia pun meminta agar pemikiran bahwa orang yang radikal merupakan dari kelompok agama tertentu diubah.

"Radikalisme itu satu paham yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan cara melawan aturan, kemudian merusak cara berpikir generasi baru. Orang Islam atau bukan orang Islam, kalau melakukan itu, radikal," jelas Mahfud.

Aksi terorisme semakin hari terus mengalami peningkatan. Kelompok radikal ini bahkan di masa sekarang sudah berani melibatkan perempuan dan anak-anak dalam menjalankan teror. Tak hanya itu, sasarannya bahkan sudah sampai pejabat negara. Tempo hari, Menko Polhukam Wiranto ditusuk oleh Abu Rara yang merupakan kelompok JAD jaringan Abu Zee.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, negara harus melindungi hak-hak publik dalam berbagai hal. Publik harus merasa aman dan diprioritaskan oleh negara. Salah satunya, dengan cara mencegah para aparatur negara terpapar paham radikalisme.

"PNS, aparat polisi, TNI, dan sebagainya harus di-screening dengan menggunakan instrumen-instrumen yang bisa dipertanggungjawabkan secara etik dan ilmiah," ujar Chaidar.

Sementara itu, Menteri Agama Fachrul Razi punya cara untuk mengatasi radikalisme. Untuk mengatasi paham-paham radikal masuk ke masyarakat, menurut Fachrul, Kementerian Agama akan menyisir masjid-masjid dan memberi peringatan kepada pengurus masjid.

"Saya bilang, pengurus masjid harus orang dalam. Jadi, kalau ada penceramah yang ngomong aneh-aneh, jangan diundang lagi. Kalau diundang, kamu (pengurus masjid) yang enggak beres. Selesai. Enggak sulit-sulit itu," ujar Menag.

Fachrul juga menyatakan, akan tegas menindak para aparatur sipil negara, pegawai BUMN, atau pegawai di lingkungan pemerintah lainnya yang terjangkit paham radikal.

Hal ini disampaikan Fachrul menyusul data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT pada 2018, yang menyebutkan bahwa 41 masjid di lingkungan kementerian dan BUMN terpapar paham radikalisme.

"Saya tinggal bilang, siapa itu, kalau kau berpikir radikal, kau keluar!" ujar bekas Komisaris Utama PT Antam ini dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Senin, 28 Oktober 2019.

Begitu pun dengan tentara, ujar Fachrul, prajurit yang memiliki paham radikal bisa langsung dipecat. Ketegasan itu menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi ancaman radikalisme yang makin gawat.

Namun, Fachrul akan melakukan pendekatan yang berbeda terhadap masyarakat umum. Tidak langsung ditindak. Mereka perlu mendapatkan imbauan dan pencerahan terlebih dahulu. (E-1)