Selama ini desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali, dikenal sebagai desa adat terbersih sedunia. Prestasi ini didapat karena warga Penglipuran berhasil mempertahankan keaslian adat dan kebersihan desanya sebaik mungkin. Desa Penglipuran punya lahan seluas 112 hektare dengan hunian sekitar 230 KK. Sebagian lahan desa adalah hutan bambu yang resik terjaga.
Sejak tahun 1995, desa ini menjadi daerah tujuan wisata (DTW) karena makin banyak wisatawan asing yang ingin mengunjunginya, selepas berkunjung ke Batur dan Kintamani. Dunia mengenal kawasan ini dari postcard dan instagram story wisatawan yang sedang berkunjung. Dari bentuk bangunan rumah, sempitnya pintu dan halaman serta letak pura keluarga yang sangat rapih dan nyaris sama satu sama lain, menjadi daya tarik bagi Desa Penglipuran.
Para wisatawan juga tertarik pada nilai-nilai yang berkembang di desa ini, yaitu seluruh prianya dilarang berpoligami sebagai bentuk penghargaan kepada wanita. Berdasar histori tertentu, ada pengecualian soal adat yaitu desa ini tidak mengenal pembakaran jenazah alias ngaben, tapi seluruh jenazah dikubur. Desa ini juga memiliki hukuman berat bagi pencuri harta.
Dari semua keunikan yang dimiliki, Desa Penglipuran punya satu produk yang mencuri perhatian masyarakat Bali maupun wisatawan asing, yaitu loloh cemcem. Loloh artinya jamu, sedangkan cemcem berasal dari kata kecemcem (Spondias pinnata) atau sejenis kedondong hutan yang tumbuh liar di sekitar desa Penglipuran. Buahnya berbentuk lonjong berwarna hijau kekuningan. Tapi yang dipakai untuk minuman itu adalah daunnya. Awalnya status loloh cemcem mirip beras kencur atau kunyit asam, yang di Jawa diminum ketika dahaga atau ketika badan sedikit tak enak.
Oleh warga desa, daun dari tanaman cemcem yang tumbuh liar di kebun, kemudian ditumbuk dan setelah halus diberi asam, gula aren, daun sirih, sedikit cabai dan irisan daging kelapa muda. Ada juga yang menambahkan kayu manis. Jika zaman dulu para ibu menghaluskannya dengan menumbuk dengan penumbuk tradisional, kini sudah digantikan dengan mesin.
Setelah dicampur air, dimasak, didinginkan dan disaring, loloh itu dikemas dalam beberapa botol bekas kemasan air mineral. Alhasil warna loloh cemcem adalah hijau segar seperti jus sayur dengan rasa nano-nano; ada rasa kecut, pedas, sepat, asin, manis dan sedikit sensasi pahit alias enam rasa.
Tampilannya yang kurang menarik tertutupi oleh rasanya yang unik yang tidak kita temukan di minuman herbal lainnya. Loloh cemcem bisa disajikan hangat atau dingin dengan tambahan es batu tapi banyak yang suka minum dalam keadaan dingin karena terasa segar.
Penduduk desa Penglipuran mengolah dan menjual loloh cemcem di beberapa sudut desa untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan yang datang ke desa itu. Jadi masih sebatas home industry. Mereka menaruhnya di botol bekas air minum kemasan yang sudah dibersihkan dan meletakkannya di sela-sela es batu di termos.
Harganya hanya Ro 5000 – 6000 perbotol mineral (660ml), dan hanya tahan selama 1-2 hari di suhu normal atau seminggu jika diletakkan di lemari es. Para wisatawan yang lelah berkeliling desa adat itu membeli beberapa botol sebagai pelepas dahaga.
Bermanfaat untuk Menurunkan Tensi
Beberapa wisatawan mancanegara menyukai karena kesegarannya. Tetapi, beberapa wisatawan lainnya mengeryitkan dahi karena rasanya sedikit aneh bagi mereka.
Menurut penelitian, loloh cemcem ini punya manfaat untuk menurunkan tensi, melancarkan pencernaan juga baik untuk ibu menyusui. Beberapa sumber menyatakan bahwa loloh cemcem juga bisa untuk menambah selera makan, meredakan panas dalam dan menjadi obat batuk yang manjur, selain menyegarkan tubuh. Konon, loloh cemcem adalah minuman tradisional yang diminum kalangan ningrat, khususnya ketika kerajaan-kerajaan di wilayah Bali masih berjaya.
Berdasar masukan para wisatawan terutama dari China dan Vietnam dalam beberapa tahun terakhir ini, para pembuat loloh di Penglipuran membuat inovasi dengan membuat loloh dari bunga teleng dan bahan tambahan berupa gula batu, air dan jeruk nipis. Semua bahan (kecuali jeruk nipis) direbus kemudian disaring dan didinginkan, kemudian diberi air perasan jeruk nipis. Loloh teleng (loteng) berwarna biru dan rasanya segar.
Selain loteng, kini mereka juga memproduksi loloh kiam bwee, berbahan dasar buah plum berdasar rekomendasi wisatawan yang berkunjung ke sana. Plum ini mereka import dari Vietnam. Sama dengan proses loteng, plum ditambah gula batu dan air kemudian direbus. Setelah dingin, disaring dan ditambah air jeruk nipis. Rasanya seperti minuman isotonik terkenal yang iklannya sering muncul di televisi. Jika loloh cemcem berwarna hijau, loteng berwarna biru, loloh kiam bwee berwarna putih seperti susu.
Jika tak sempat ke desa Penglipuran, segarnya loloh bisa kita dapatkan di kedai pak Bagong yang terkenal di jalur wisata Gunung Batur-Kintamani. Sampai di Bangli kita mengarah ke jalan I Gusti Ngurah Rai dan jalan Subak Aya dekat stasiun bahan bakar umum (SPBU). Sekitar 50 meter dari mulut jalan kita menemukan warung pak Bagong di sebelah kiri jalan. Di warung itu, loloh cemcem bisa kita padukan dengan nasi dengan lauk ikan nila bumbu nyatnyat.
Minuman Festival
Sepuluh tahun lalu, kecuali di desa Penglipuran, tak ada loloh cemcem yang dijual di warung sekecil apapun di Bali. Seperti diungkap di atas bahwa loloh cemcem adalah minuman masa kecil yang dibuat oleh ibu ketika keluarga membutuhkan. Itupun seputaran Bangli atau masyarakat yang sengaja menanam pohon kecemcem di halaman rumahnya.
Tapi sekitar tahun 2011, loloh cemcem dengan kemasan sederhana mencuri perhatian masyarakat. Beberapa pihak memperbaiki tampilan loloh cemcem di bekas botol mineral kemasan ke botol beling sehingga terlihat bersih. Beberapa restoran berkelas dan spa-spa tertentu menyajikannya dalam jumlah terbatas.
Jika dulu loloh cemcem hanya diproduksi di desa Penglipuran, kini beberapa tempat juga memproduksinya, seperti Tegalalang, Gianyar dan beberapa tempat di Denpasar. Meski begitu, pemasok utama loloh cemcem tetap dari Penglipuran yang produksinya tidak dalam jumlah massal.
Yang menarik adalah minuman ini selalu ada di setiap warung minuman di Pekan Kesenian Bali (PKB) yang berlangsung di kawasan Art Centre Ardha Candra Denpasar, Bali. PKB diadakan sebulan penuh mulai pertengahan Juni sampai pertengahan Juli, setiap tahunnya.
Loloh cemcem kini juga mudah ditemukan di sejumlah festival dan acara-acara besar di Bali terutama festival kuliner. Tersedia di meja-meja para tokoh daerah dan artis pengisi acara dan dijual murah untuk pengunjung. Loloh kini seperti minuman wajib setiap festival di Bali.
Warung-warung kecil di Singaraja dan Denpasar tetap menyediakan dalam kemasan sederhana, tapi karena peminat lebih banyak dari pasokan, sehingga lebih sering kosong. Datanglah ke desa Penglipuran, atau kunjungi festival-festival besar di Bali, Anda akan menenggak loloh rasa nano-nano ini. (K-CD)