Indonesia.go.id - Cuci Parigi, Tradisi Mudik yang Lebih dari Mudik

Cuci Parigi, Tradisi Mudik yang Lebih dari Mudik

  • Administrator
  • Senin, 29 April 2019 | 05:37 WIB
WARISAN BUDAYA
  Cuci Parigi Pusaka Lonthoir. Sumber foto: Pesona Indonesia

Jika pergi ke Maluku, bersiaplah terkesima! Pesona alam, keragaman budaya, nilai sejarah yang kental, akan membuat kita jatuh cinta.

Mengingat Maluku kita tidak bisa melepaskannya dari sejarah kejayaan rempah-rempah Nusantara di periode pertengahan abad ke-19. Wilayah yang terdiri dari gugusan pulau di wilayah Timur Indonesia ini, pernah menjadi pulau kenamaan di eropa hingga mengubah tatanan dunia oleh kekayaan rempahnya. Maluku juga menyimpan sejuta keindahan alam dan keragaman budaya yang tak ternilai. Bahkan, namanya tersebut dalam catatan di atas tanah liat yang ditemukan di Persia, Mesopotamia dan Mesir sebagai Tanah Surga.

Membicarakan Maluku dari segi kekayaan budayanya, memicu kita untuk belajar dari kearifan lokal yang  di belahan dunia lain sulit untuk ditemukan. Salah satu yang menarik dan eksotis adalah Tradisi Cuci Parigi Pusaka Lonthoir, tradisi masyarakat Desa Lonthoir, Pulau Banda Besar, Maluku.

Pulau Banda Besar merupakan pulau terbesar dari sejumlah pulau di wilayah Kepulauan Banda, Provinsi Maluku. Letaknya di seberang Banda Neira. Bentuk pulaunya yang mirip bulan sabit memiliki luas wilayah tak lebih dari 2.800 hektare. Beberapa desa yang masuk di dalamnya yakni Desa Lonthoir (Lontor), tempat beradanya Tradisi Cuci Parigi Pusaka Lonthoir.

Tradisi yang berlangsung 10 tahunan ini bagi masyarakat Kepulauan Banda merupakan tradisi terpenting yang membuat masyarakat di sana memaksakan diri pulang dari perantauan hanya untuk mengikuti serangkaian prosesi yang memiliki nuansa magis, bahkan tradisi ini merupakan tradisi mudik yang lebih dari mudik bagi masyarakat Kepulauan Banda dibanding orang pada umumnya.

Masyarakat Desa Lonthoir mengenal tradisi ini dengan nama Rofaerwar. Ritual utama Cuci Parigi yaitu membersihkan dua buah sumur, yang salah satunya disebut warga sebagai Parigi Pusaka karena sudah berusia ratusan tahun. Kedua sumur atau Parigi ini, berada pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, dengan kedalaman sekitar empat meter.

Prosesi awal tradisi ini, masyarakat adat Andan Orsia dan Lonthoir, memulai dengan prosesi penjemputan saudara kandung dari negeri adat Andan Orlima. Menurut Hikayat Lonthori, negeri adat Andan Orsia dan Andan Orlima memiliki satu garis keturunan. Dalam proses itu, kaki badan para tetua adat dari Andan Orlima tidak boleh tersentuh air.

Dibersihkan oleh 99 Lelaki Sebanyak 99 lelaki mengarak belang (perahu adat darat) dari rumah adat Lonthoir menuju lokasi Parigi Pusaka yang diiringi tarian Cakaleke yang kemudian dilantunkan sastra lisan yang disebut tembang Kabata. Para lelaki tadi langsung membersihkan air di dalam Parigi dengan cara menimba airnya dengan ember, lalu secara estafet dikeluarkan dari dalam sumur.

Setelah air di dalam Parigi Pusaka kering, pasukan Cakaleke menuju rumah adat untuk menjemput Kain Gajah. Kain dengan panjang 99 depa itu diantar warga dengan diringi tetabuhan tifa serta nyanyian kabata, menuju lokasi Parigi Pusaka. Kain Gajah berwarnah putih itu kemudian dimasukan ke dalam Parigi Pusaka dan digunakan untuk menyerap air di dalam parigi hingga kering.

Prosesi selanjutnya, Kain Gajah dikembalikan menuju Rumah Adat Lonthoir untuk disimpan dan akan digunakan kembali sepuluh tahun mendatang.

Nuansa magis dalam setiap prosesi Cuci Parigi Pusaka Lonthoir mengingatkan masyarakat setempat terhadap sejarah penyebatan Islam di Desa Lonthoir. Konon, sejumlah ulama dari Timur Tengah yang punya andil dalam penyebaran Islam di Lonthoir sedang mencari air untuk berwudhu, kemudian muncul seekor kucing dari semak-semak yang kemudian di sanalah asal mula sumber air yang menjadi Parigi Pusaka.

Parigi Pusaka ini kemudian menjadi sumber air untuk kehidupan masyarakat Desa Lonthoir. Tradisi yang merupakan warisan leluhur itu mengajarkan pada masyarakat setempat untuk membersihkan Parigi dan menyucikakan warga dan negeri dari kotoran dalam makna kebersihan hati dan jiwa. (K-ES)