Indonesia.go.id - Subak dalam Filosofi Tri Hita Karana: Manifestasi Agraris Masyarakat Dewata Bali

Subak dalam Filosofi Tri Hita Karana: Manifestasi Agraris Masyarakat Dewata Bali

  • Administrator
  • Minggu, 29 Desember 2019 | 19:50 WIB
PERTANIAN
  Pengolahan Sawah di Jatiluwih. Foto: Pesona Indonesia

Subak merupakan organisasi kemasyarakatan bagi para petani di Pulau Dewata, Bali. Dengan adanya Subak, Para petani dapat bermusyawarah untuk bersama-sama mengelola sistem pengairan sawah dalam bercocok tanam.

Indonesia secara geografis terletak diantara dua samudera, yakni samudera Pasifik dan samudera Hindia, serta diapit oleh Benua Australia dan Asia. Indonesia sendiri memiliki luas teritorial sepanjang 1,905 juta km2 yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia diakui sebagai negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia dengan total 264 juta penduduk. Tentu dari jumlah populasi penduduk terbanyak ini menggambarkan ekosistem alam yang juga tidak sedikit jumlahnya.

Sebagai negara agraris yang dikaruniai kelimpahan sumber daya alam (SDA), melabelkan Indonesia menuju kedaulatan pangan di dunia pada tahun 2045, tahun dimana Indonesia memasuki usia yang ke 100 tahun. Melalui sektor pangan, komitmen pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai negara lumbung pangan dunia ini perlu disambut baik semua sektor, baik pemerintah, pengusaha, masyarakat umum hingga petani.

Masyarakat dan petani adalah aset terpenting bangsa ini. Tanpa petani, kebutuhan pokok masyarakat sulit teratasi. Begitupun sebaliknya, masyarakat membutuhkan petani yang bekerja keras di ladang demi kelangsungan hidup. Itulah prinsip kolektif kolegial dalam kehidupan sosial. Prinsip itu pun tertanam di lingkungan kita karena masyarakat Indonesia yang dikenal akan budaya gotong royong yang tinggi.

Seperti halnya pada masyarakat di Pulau Dewata Bali. Kerukunan dibalik keberagaman hidup masyarakat Bali menjadi contoh budaya gotong royong di Indonesia. Bagi masyarakat Bali, hidup rukun, bersatu padu, dibingkai dalam suatu organisasi begitu penting sebagai cara untuk saling melengkapi ketika diterpa permasalahan alam maupun lingkungan di sekitarnya. Misalnya saja melalui perkumpulan kelompok petani.

Organisasi Subak

Subak merupakan organisasi kemasyarakatan yang dikenal luas oleh masyarakat Dewata Bali. Subak secara khusus mengatur dan mengelola sistem pengairan sawah dalam bercocok tanam. Untuk menunjang hasil pertanian yang berkualitas baik, diperlukan sistem irigasi yang berfungsi untuk mengairi sawah agar tidak kering saat musim kemarau tiba. Masyarakat Bali meyakini bahwa, tanpa adanya komitmen dan kesepakatan bersama dalam merawat sawah, sektor pertanian mereka akan mengalami kemunduran, baik secara hasil yang didapatkan maupun pertumbuhan bibit tanaman yang berkualitas. Olehnya itu, Subak sebagai satu-satunya wadah bagi masyarakat khususnya petani sebagai alat untuk senantiasa menjaga ikhtiar tersebut.

Organisasi Subak sendiri memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagai penyambung tangan kesejahteraan para petani melalui sistem irigasi. Melalui Subak, sistem irigasi yang berlaku berasaskan pada keadilan bersama. Sebagai contoh, jika petani kesulitan mendapatkan air dalam situasi krisis, maka Subak hadir memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar sistem bagi-bagi air secara merata dirasakan oleh semua petani tanpa terkecuali.

Manfaat lainnya adalah untuk menghindari terjadinya konflik antar masyarakat maupun petani itu sendiri, hanya karena memperebutkan aliran air ke sawah masing-masing. Selain itu, kehadiran Subak juga mencerminkan kehidupan masyarakat Bali yang dominan menggunakan asas gotong royong sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Atas peran dan kontribusi dari organisasi Subak yang menjalankan sistem irigasi para petani ini, ternyata nama Subak sudah go internasional. bahkan, penghargaan terbaik yang diterima Subak yakni, dikenal menjalankan sistem irigasi dengan metode pengairan sawah tradisional dan pernah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.

Menguti dari sumber pemerintah setempat. Subak memiliki struktur organisasi yang erat kaitannya dengan sejarah Bali. Anggota Subak atau dalam Bahasa Bali disebut sebagai Krama Subak, adalah para petani yang memiliki garapan sawah dan mendapatkan bagian air pada sawahnya. Anggota Subak sendiri dikelompokan menjadi tiga. Pertama, Krama Aktif. Disebut sebagai anggota yang aktif seperti Krama Pekaseh, Sekaa Yeh atau Sekaa Subak. Kedua, Krama Pasif yaitu anggota yang mengganti kewajibannya dengan uang atau natura. Hal ini karena beberapa penyebab yang biasa disebut dengan pengampel atau pengohot. Anggota yang ketiga adalah Krama Luput. Karma Luput adalah anggota atau karma yang tidak aktif dalam setiap kegiatan Subak karena memiliki tugas penting lainnya, seperti kepala desa atau Bendesa Adat.

Layaknya struktur pengurus organisasi pada umumnya. Subak juga memiliki struktur yang lengkap. Organisasi Subak ini dipimpin oleh Kepala Subak yang dikenal sebagai Pekaseh atau Kelian. Kemudian, struktur dibawahnya ada Pangliman.Petajuh menjadi Wakil Kepala Subak, Peyarikan/Juru Tulis adalah sekretaris, Petengen/Juru Raksa bertugas sebagai bendahara, Saya/Juru juga dikenal memiliki banyak sebutan yang berfungsi menjalankan tugas dalam urusan pemberitahuan atau pengumuman, kalau di organisasi pada umumnya dikenal sebagai Humas. Dan pengurus terakhir yakni Pemangku yang bertugas khusus dalam urusan ritual atau keagamaan. Selain pengurus, di dalam organisasi Subak juga memiliki Kelompok atau Sekaa yang memiliki tugas dan fungsinya masing-masing.

Filosofi Tri Hita Karana dalam Organisasi Subak

Masyarakat Bali sangat menjunjung tinggi kearifal lokal daerah, baik adat istiadat, budaya maupun keberagman lainnya yang terikat. Seperti daerah lain di Indonesia, salah satu sumber kehidupan masyarakat bali adalah di bidang pertanian. Meskipun pada faktanya, Bali telah terkenal hingga ke manca negara sebagai tempat wisata terfavorit di dunia. Namun, tentunya bukan saja tempat wisata yang memperkenalkan Pulau keunggulan bangsa ini.

Dalam organisasi Subak, masyarakat meyakini bahwa karunia Tuhan yang diberikan patut selalu disyukuri. Ekosistem alam yang dimiliki Bali merupakan manifestasi dari sebuah filosofi yang kental melekat dalam dari masyarakat Dewata. Adalah Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana berasal dari tiga kata, Tri yang artinya tiga, Hita adalah kebahagiaan atau kesejahteraan, dan Karana artinya penyebab. Maka, Tri Hita Karana adalah tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan. Itulah manifestasi dari filosofi Tri Hita Karana yang diyakini masyarakat Bali hingga saat ini. Tri Hita Karana sendiri memiliki nilai sejarah yang bermakna, sehingga penerapannya di Subak menggambarkan kebahagiaan dan kesejahteraan.

Adapaun bentuk penerapan dari Tri Hita Karana sendiri dibagi menjadi tiga unsur penting sebagai wujud ritual atau hubungan antara manusia, Tuhan dan alam. Hal tersebut tercermin melalui makna dari Parahyangan yang menjelaskan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, Pawongan yaitu hubungan harmonis antar sesame manusia, serta Palemahan yang menunjukan hubungan harmonis antara manusia, alam dan lingkungan sekitarnya.

Itulah filosofi yang dapat menggambarkan kehidupan masyarakat Bali yang penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, melalui Subak yang merupakan sebuah kata asli Bahasa Bali yang pertama kali dilihat dalam prasasti Pandak Bandung ini, memiliki cerita sejarah ini yang bermula sekitar tahun 1072 M. Uniknya lagi, Subak secara fungsinya juga mencerminkan wajah Indonesia sebagai negara yang menganut asas demokrasi. (K-1)