Indonesia.go.id - Memperkuat Industri Indonesia

Memperkuat Industri Indonesia

  • Administrator
  • Rabu, 7 Juni 2023 | 12:38 WIB
INDUSTRI
  Pekerja menyelesaikan produksi tas di pabrik milik PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) di Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Capaian PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansi. ANTARA FOTO/ Raisan Al Farisi
Kondisi industri manufaktur tetap berada di level ekspansi selama 21 bulan berturut-turut.

Kondisi ekonomi dunia yang masih menghadapi tantangan dan belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, seiring masih terjadinya eskalasi di belahan dunia biru, telah memberikan dampak terhadap pertumbuhan industri manufaktur. Dalam kondisi itu, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dikeluarkan S&P Global menunjukkan bahwa sebenarnya tren kinerja industri pengolahan nonmigas di tanah air masih menunjukkan geliat yang positif.

Laporan S&P Global menyebutkan, PMI Manufaktur Indonesia masih di level 50,3 pada Mei. Hal itu menunjukkan bahwa capaian PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansi. Artinya, laju aktivitas industri manufaktur ini didukung oleh produktivitas yang masih berjalan karena pasokan bahan baku terjaga.

Kendati sesungguhnya, jika dibandingkan periode April, kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada periode Mei mengalami penurunan. Pada periode April tercatat PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level 52,7.

Seiring itu, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa kondisi industri manufaktur Indonesia tetap berada di level ekspansi selama 21 bulan berturut-turut. “Harus diakui, memang terjadi perlambatan lajunya dibanding bulan lalu, tetapi untuk kondisi permintaan baru dan lapangan kerja masih cukup baik,” kata Menteri Agus Gumiwang dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (5/6/2023).

Tidak dipungkiri, sektor manufaktur telah menjadi andalan bagi geliat perekonomian bangsa ini. Indikator itu bisa terlihat dari kontribusinya terhadap total ekspor nasional. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sumbangan industri pengolahan nonmigas (manufaktur) masih mencapai 67,32 persen dari total ekspor nasional pada April 2023.

Dalam konteks daya saing di tataran global dengan pendekatan dari S&P Global, realitasnya menyebutkan PMI manufaktur Indonesia pada Mei mampu mengungguli PMI manufaktur Malaysia (47,8), Taiwan (44,3), Vietnam (45,3), Korea Selatan (48,4), Inggris (47,1), Belanda (44,2), Jerman (43,2), Prancis (45,7), dan Amerika Serikat (48,4). Bahkan, berada pula di atas PMI manufaktur dunia (49,6) dan Zona Eropa (44,8).

Dari gambaran itu, Menperin Agus Gumiwang menilai, kondisi perekonomian Indonesia terbilang mampu menghadapi dinamika perekonomian global yang terus melambat. “Perlambatan ekonomi global yang terjadi sejak akhir 2022, turut membawa dampak pada daya beli konsumen dalam negeri,” ungkapnya.

Guna mengembalikan kinerja industri manufaktur nasional, Menperin menegaskan, pihaknya fokus untuk menjalankan kebijakan pengoptimalan terhadap produk lokal melalui Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Tidak berhenti di titik itu, Kementerian Perindustrian, sebagai pemangku di sektor itu, juga berencana memberikan insentif untuk subindustri padat karya, termasuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Hanya saja, Menperin Agus Gumiwang menyebutkan, pihaknya belum bisa menyebutkan bentuk konkret dari insentif tersebut. Dia menjelaskan, bentuk insentif cukup beragam dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan industri. Misalnya, dalam bentuk pajak, energi murah, biaya masuk ditanggung pemerintah, biaya bahan baku dan masih ada hal lainnya. 

"Insentif macam-macam bisa dalam bentuk pajak, energi murah, biaya masuk ditanggung pemerintah, biaya bahan baku. So many options untuk kita berikan insentif," ujar Agus.

Dari gambaran di atas, tampak jelas bahwa kondisi industri manufaktur Indonesia masih berada di jalurnya. Sehingga, industrinya pun terus dipacu agar kinerjanya terus berkembang.

Tren itu tidak lantas membuat bangsa ini berpuas diri. Apalagi tantangan ekonomi global ke depan masih berada di lorong gelap, seiring masih terus berlangsungnya ekskalasi di belahan utara benua biru.

Itulah sebabnya, mungkin tawaran Kementerian Perencanaan Pembangunan nasional/Badan Perencanaan Nasional (PPN/Bappenas) perlu menjadi renungan berkaitan dengan perlunya Indonesia melakukan penfokusan industri di tengah dinamika perekonomian global saat ini.

Seperti diketahui, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas) Suharso Monoarfa mengemukakan, pemerintah kini tengah menggodok untuk menetapkan lima sektor industri prioritas yang akan dijadikan andalan untuk mewujudkan reindustrialisasi dan mendorong laju ekonomi lebih tinggi dalam jangka panjang.

Kelima sektor industri prioritas itu, pertama adalah industri berbasis sumber daya alam (SDA) yang mencakup industri agro, penghiliran tambang, serta industri berbasis sumber daya laut.

Kedua, industri dasar mencakup kimia dasar dan logam. Ketiga, industri berteknologi menengah-tinggi termasuk perkapalan, kedirgantaraan, otomotif dan alat angkut, pertahanan, alat kesehatan, produk kimia dan farmasi, mesin dan perlengkapan, serta elektronik.

Keempat, industri barang konsumsi berkelanjutan yakni makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, serta alas kaki. Kelima, industri berbasis inovasi dan riset yaitu industri berbasis bio dan bioteknologi.

Menurut Suharso, pemfokusan industri itu akan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025--2045. “Ini agar gross national income per kapita Indonesia naik hingga USD30.300 agar menjadi negara maju dan inilah strategi industrialisasi ke depan,” katanya, Selasa (6/6/2023).

Suharso menjelaskan, reindustrialisasi perlu dipacu lebih maksimal. Mengingat, Indonesia secara teori telah berada pada jebakan deindustrialisasi, yakni turunnya kontribusi manufaktur dalam produk domestik bruto (PDB).

Dalam penghitungan yang dilakukan Bappenas, yurisdiksi disebut sebagai negara industri apabila minimal 30 persen sumber ekonominya berasal dari manufaktur. Jadi harapannya, sektor manufaktur Indonesia terus melaju dan membawa negara ini menjadi negara maju.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari