Dengan investasi sebesar USD6 miliar, PLTS di KEK Karimun, Kepulauan Riau akan menjadi yang terbesar di dunia.
Indonesia terus menggenjot pertumbuhan ekonominya. Salah satu instrumen pertumbuhan itu adalah dengan mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Melalui KEK, perekonomian nasional bisa diakselerasi, demikian pula dengan pembangunan ekonominya. Menurut UU nomor 39 tahun 2009, KEK didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia.
KEK merupakan sebuah kawasan dengan batasan tertentu yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Melalui KEK, percepatan pembangunan ekonomi diharapkan bisa tercapai melalui peningkatan penanaman modal di sebuah kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis.
Tidak itu saja. KEK juga dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Itulah harapan pemerintah dengan terus menggenjot keberadaan KEK. Kehadiran KEK diharapkan membangun kemampuan dan daya saing ekonomi pada level nasional melalui industri-industri dan pariwisata bernilai tambah.
Pertanyaan selanjutnya, sampai saat ini berapa jumlah KEK yang telah beroperasi di Indonesia? Menurut data Bappenas, saat ini Indonesia memiliki 18 KEK, yang tersebar di 15 provinsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 KEK telah beroperasi, salah satunya adalah KEK Karimun.
KEK Karimun sebenarnya sudah cukup lama berdiri. KEK Karimun sebelumnya bernama Free Trade Zone Karimun Bersama Batam dan Bintan menjadi FTZ BBK pada 2007. Namun, dalam perkembangannya, ketiga pulau berdiri sendiri menjadi KEK.
KEK Karimun berdiri di Kabupaten Karimun dengan luas 9.666 ha yang terdiri dari sebagian dari wilayah Pulau Karimun dan seluruh Pulau Karimun Anak. Adapun jenis usaha yang dikembangkan, antara lain, industri galangan kapal, pariwisata, dan pertanian.
Tidak dipungkiri, KEK Karimun Bersama Bintan dan Batam memiliki letak geografis yang sangat strategis dalam jalur lalu lintas perdagangan internasional. Wajar saja jika kemudian pemerintah menangkap peluang dengan mendayagunakan letak strategis ketiga pulau itu untuk menjadi tempat pengembangan perdagangan dan investasi.
Selain itu, ketiga pulau tersebut dapat dijadikan sebagai pintu gerbang bagi arus masuknya investasi barang dan jasa ke luar negeri, serta dapat berfungsi sebagai sentral pengembangan industri sarat teknologi, selain pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional.
Belum lama ini, KEK Karimun kedatangan investasi di sektor energi baru dan terbarukan, berupa megaproyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 3,5 gigawatt (GW). Investasi PLTS itu dilakukan Anantara Energy Holdings Pte Ltd dan Quantum Power Asia.
Kedua perusahaan tersebut telah menandatangani nota kesepahaman dengan Countrywide Hydrogen untuk mengkaji pembangunan PLTS di KEK Karimun. Investasinya mencapai USD6 miliar.
Direktur Anantara Energy Simon G Bell mengatakan, pihaknya menyepakati kerja sama dengan Countrywide Hydrogen untuk mendanai studi konsep yang akan mencakup studi kelayakan tekno komersial untuk menyiapkan fasilitas produksi hidrogen dan amonia hijau di Indonesia. Dia menjelaskan, fasilitas produksi hidrogen dan amonia hijau itu nantinya akan ikut memastikan pasokan energi bersih di pasar domestik.
“Setelah memperoleh hasil positif, Anantara akan membangun, mendanai, dan mengoperasikan 100 MWp PLTS yang akan menyediakan kebutuhan energi bersih secara domestik, dan menyediakan investasi yang lebih besar untuk pembangunan fasilitas produksi yang terus meningkat di KEK Karimun,” katanya, melalui keterangan resmi, Kamis (17/11/2022).
Managing Director Countrywide Hydrogen Geoffrey Drucker mengatakan, studi konsep dan kelayakan di KEK Karimun menunjukkan potensi produksi hidrogen dapat mencapai 1.650 ton per tahun. Produksi itu akan mencakup investasi langsung mencapai USD50 miliar, serta investasi tidak langsung di bidang infrastruktur dan industri rantai pasok lainnya.
“Setelah hasil positif dari studi konsep dan studi kelayakan ini dicapai, maka diharapkan fasilitas produksi PLTS itu akan selesai dibangun pada 2024, dan memulai produksinya di awal 2025.”
Proyek itu juga memiliki tujuan untuk menyediakan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan lokal sebelum mengekspor listrik ke Singapura melalui 400 kV kabel bawah laut. Potensi pasar listrik negeri jiran itu tentu sangat potensial.
Sebagai bagian dari inisiatif untuk mencapai netralitas karbon pada 2050, Pemerintah Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) telah mengeluarkan Request for Proposals (RfP) untuk izin impor listrik, guna memasok energi bersih dari negara tetangga termasuk Indonesia.
Peluang itulah yang ingin ditangkap pelaku usaha dengan membangun PLTS di KEK Karimun. Dengan komitmen investasi sebesar USD6 miliar, PLTS di Kepulauan Riau ini akan menjadi PLTS terbesar di dunia yang akan dibangun di KEK Karimun, Kepulauan Riau.
Tidak itu saja. Investasi untuk fasilitas manufaktur itu juga akan menciptakan 500 peluang kerja berkualitas tinggi serta lebih dari 4.500 peluang kerja tidak langsung.
Tentu rencana investasi energi baru dan terbarukan di KEK Karimun perlu disambut dengan gembira. Pasalnya, Indonesia kini gencar mengembangkan potensi energi baru dan terbarukan (EBT).
Apalagi, Pemerintah Indonesia telah menetapkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Indonesia menargetkan memiliki kapasitas EBT sebanyak 10,6 GW pembangkit EBT baru pada 2025.
Dari total kapasitas itu, sebanyak 1,4 GW di antaranya merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan 3,1 GW berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Sementara itu porsi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) 1,1 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 3,9 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 0,5 GW dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBio) 0,6 GW.
Ini semua merupakan bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030. Di RUPTL itu disebutkan porsi pembangkit EBT dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) adalah 23 persen pada 2025, sementara realisasi yang hingga akhir 2020 baru mencapai sekitar 14 persen.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah mengungkapkan, target bauran energi Indonesia. "RUPTL PLN 2021-2030 saat ini merupakan RUPTL lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit EBT sebesar 51,6 persen, lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4 persen," ujar Arifin.
Pemerintah Indonesia, sebut Arifin, terus terlibat aktif dalam memenuhi Paris Agreement. Dalam hal ini, Indonesia berkomitmen di sektor energi untuk dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Dalam target penurunan emisi karbon, Indonesia telah menetapkan sesuai dengan Nationally Determined Contributions/NDC pada 2030 sebesar 29 persen dari Business as Usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan Internasional.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari