Salah satu pondasi utama dari pembangunan suatu bangsa adalah sumber daya manusia (SDM). Sebuah bangsa bisa unggul dan bersaing di tengah sengitnya kompetisi global jika memiliki masyarakat cerdas dan rakyat yang sehat.
Menguatkan SDM perlu kebijakan terpadu multisektor sejak masa kehamilan, usia dini, masa produktif maupun lanjut usia. Masalah kualitas SDM perlu ditinjau dari mata rantai atau siklus kehidupan manusia. Persoalan kesehatan bukan hanya sekadar penyediaan fasilitas kesehatan, tindakan medis maupun rehabilitatif, tapi juga promotif-preventif serta mendorong pola hidup sehat di masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target penurunan stunting sebagai fokus prioritas bidang kesehatan. Kendati di tengah situasi pandemi Covid-19, menurut Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, pemerintah tetap fokus dalam pembangunan SDM. Khususnya terkait masalah stunting dan kekurangan gizi yang dapat mengancam keberlangsungan generasi emas Indonesia.
Dari catatan pemerintah angka stunting pada tahun 2019 masih berada di angka 27,67%. Sementara berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dari tahun 2013 sampai 2018 terdapat kenaikan prevalensi anemia pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu 18,4% menjadi 32% atau 14,7 juta jiwa. Sebagai bagian dari pencegahan stunting, Muhadjir Effendy mengatakan anemia pada remaja perlu terus mendapat perhatian. Pasalnya, remaja yang mengalami anemia cenderung akan merasa lemah dan lemas sehingga lambat dalam beraktivitas termasuk dalam menyelesaikan masalah.
"Kalau saat masa remaja sudah memiliki anemia, maka berpeluang menderita anemia saat hamil (setelah menikah). Kondisi ini akan semakin buruk sebab pada saat hamil dibutuhkan gizi yang lebih banyak. Jika tidak ditangani akan berisiko terjadinya pendarahan saat persalinan, bayi berat badan lahir rendah, dan akhirnya melahirkan bayi stunting," ujarnya saat membuka Webinar Dalam Rangka Hari Gizi Nasional ke-61 dengan tema Remaja Bebas Anemia dan Stunting Kunci Masa Depan, Jumat (22/1/2021).
Anemia merupakan salah satu dari tiga beban masalah gizi di Indonesia selain malnutrisi dan obesitas. Anemia terjadi akibat kondisi kekurangan mikronutrien zat besi (Fe) yang tidak hanya menjadi masalah bagi Indonesia tetapi juga banyak dialami negara-negara di Asia. Menko PMK menekankan bahwa hal itu sangat penting agar ke depan Indonesia mampu meraih bonus demografi. Bukan hanya jumlah angkatan kerja yang tinggi tetapi juga diharapkan produktivitas dan kualitasnya mumpuni untuk menjadi generasi emas Indonesia di tahun 2045 mendatang.
Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Kartini Rustandi mengungkapkan anemia pada remaja puteri disebabkan gaya hidup yang kurang sehat. Merujuk pada Riskesdas tahun 2018, sekitar 65% remaja tidak sarapan, 97% kurang mengonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik serta konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) berlebihan.
Hari Gizi
Seturut dalam peringatan Hari Gizi Nasional pada 25 Januari kali ini, Kemenkes mengambil tema "Remaja Sehat, Bebas Anemia". Remaja menjadi sasaran Hari Gizi Nasional karena permasalahan kesehatan dan gizi remaja akan memengaruhi kualitas hidup pada usia produktif dan usia selanjutnya.
Seperti dilansir dari Buku Panduan Kegiatan Hari Gizi Nasional 2021 Kemenkes, saat ini lndonesia masih dihadapkan pada tiga beban masalah gizi yaitu masih tingginya prevalensi stunting, wasting (kurus), dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro terutama anemia yang masih menjadi tantangan besar. Upaya pencegahan anemia pada remaja melalui suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri merupakan intervensi spesifik yang sangat strategis, untuk mempersiapkan calon ibu yang sehat melahirkan generasi penerus yang berkualitas.
Umumnya TTD remaja puteri didistribusikan melalui sekolah, namun dengan kebijakan belajar di rumah selama pandemi, pemberian TTD dapat dimodifikasi sesuai kebijakan daerah. Pola hidup sehat seperti berolahraga 30 menit tiap hari dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 terus digulirkan seiring Hari Gizi Nasional ini.
Salah satu intervensi pemerintah untuk mencegah stunting, kerawanan gizi dan menguatkan siklus kehidupan adalah perluasan pemberian bantuan pangan pada keluarga tak mampu. Pada 2021, Kementerian Sosial menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) program keluarga harapan (PKH). Setiap keluarga kurang mampu mendapatkan dari bantuan Rp900 ribu hingga Rp3 juta per tahun. Kini ibu hamil dan balita mendapatkan bantuan. Demikian pula lanjut usia dan kelompok disabilitas.
Bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan maupun asupan gizi ibu hamil dan anak usia 0-6 tahun ini sekaligus upaya mencegah stunting sejak dini. PKH dialokasikan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat.
Intervensi pemerintah diperlukan, pasalnya anak yang mengalami stunting akan memiliki inteligensia dan kemampuan kognitif yang rendah, hambatan belajar serta tingkat kelulusan sekolah yang rendah. Saat dewasa, upah yang didapat juga rendah. Diperkirakan sebesar 2-3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hilang akibat masalah gizi tersebut.
Di Indonesia, penyakit tidak menular akibat masalah gizi yang dipicu pola makan, serta gaya hidup yang tidak sehat, meningkat pesat seperti di berbagai negara lainnya. Upaya promotif dan preventif kesehatan ditunjang penguatan akses pangan, keluarga sejahtera, lingkungan baik serta pola hidup sehat diharapkan mampu menekan anggaran jaminan sosial kesehatan nasional. Selama ini, penyakit katatrospik dan metabolik menguras anggaran JKN hingga puluhan triliun per tahun.
Memperhatikan masa kehamilan, mendukung masa balita, memperkuat masa produktif dan mengurus kelompok lansia diharapkan memperbaiki kualitas siklus kehidupan manusia.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur bahasa: Ratna Nuraini