Presiden Prabowo bersyukur kini anak-anak tersebut sudah bisa bersekolah secara gratis, berasrama, dan mendapat makan gratis. Ia menjelaskan, Sekolah Rakyat memang dirancang untuk memutus rantai kemiskinan.
Presiden RI Prabowo Subianto berencana membangun 500 Sekolah Rakyat sebagai upaya memutus rantai kemiskinan. Hingga saat ini, telah berdiri 166 Sekolah Rakyat yang mencakup jenjang SD hingga SMA.
“Sebanyak 166 Sekolah Rakyat sudah beroperasi. Ini luar biasa. Saya berterima kasih kepada menteri-menteri yang terkait,” kata Prabowo saat membuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Presiden mengaku bangga karena capaian pembangunan Sekolah Rakyat telah melampaui target awal yang ia tetapkan. Awalnya, Prabowo menargetkan 100 Sekolah Rakyat pada pertengahan tahun depan. Namun, sebelum 2025 berakhir, lebih dari 100 sekolah telah berdiri dan menampung 15.945 siswa dan siswi dari keluarga miskin ekstrim.
“Mereka berasal dari keluarga yang paling bawah dalam bidang ekonomi, desil 1 dan 2, yang sebelumnya banyak tidak bersekolah sama sekali. Ada yang membantu orang tuanya menjadi pemulung, ada yang hidup di jalanan,” ungkap Presiden.
Presiden Prabowo bersyukur kini anak-anak tersebut sudah bisa bersekolah secara gratis, berasrama, dan mendapat makan gratis. Ia menjelaskan, Sekolah Rakyat memang dirancang untuk memutus rantai kemiskinan. Menurut Presiden anak orang miskin atau cucu orang miskin tidak perlu menjadi miskin.
“Anak orang miskin atau cucu orang miskin tidak harus menjadi miskin. Kita harus berani mengubah, harus berani memotong rantai kemiskinan. Kita tidak boleh menyerah pada keadaan. Orang yang paling bawah ini sering kali tidak terlihat, kelompok elite tidak pernah melihat, apalagi merasakan kesulitan mereka,” ujar Presiden.
Presiden mengatakan mereka adalah masyarakat yang penderitaannya sering tidak disadari banyak orang. Sekolah Rakyat diharapkan menjadi solusi nyata untuk membantu memutus kemiskinan.
“Kalau tidak bisa membantu banyak orang, kita bantu beberapa orang. Kalau tidak bisa membantu beberapa orang, kita bantu satu orang. Kalau satu orang pun tidak bisa kita bantu, jangan kita mempersulit orang lain. Ini pendekatan yang sangat sederhana. We must do what we can do. And we can do, if we want to,” jelas Presiden Prabowo.
Prabowo optimistis target pembangunan 500 Sekolah Rakyat akan tercapai hingga akhir masa kepemimpinannya.
“Itu berarti kita akan membantu 500 ribu keluarga miskin dan sangat miskin. Karena konsep Sekolah Rakyat ini adalah satu sekolah untuk seribu siswa SD, SMP, SMA, dan SMK,” tegas Prabowo.
Sekolah Rakyat merupakan program pendidikan gratis berasrama bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Program ini bertujuan memberikan akses pendidikan berkualitas setara SD, SMP, dan SMA. Resmi diluncurkan pada 14 Juli 2025, Sekolah Rakyat juga menekankan pembentukan karakter, keterampilan vokasi, kemandirian, serta nilai-nilai kebangsaan.
Satu tahun masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru saja dilewati, berbagai capaian pemerintahan telah dirasakan oleh masyarakat di berbagai daerah.
Salah satu program yang mendapat apresiasi luas adalah Program Sekolah Rakyat, di mana program ini menjadi bukti kehadiran pemerintah dalam pemerataan pendidikan.
Sekolah Rakyat adalah sebuah inisiatif pendidikan yang dirancang untuk membuka akses belajar bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Program itu tidak hanya menjadi simbol pemerataan pendidikan, tetapi juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang layak, berkualitas, dan bebas biaya.
Salah satu contoh nyata keberhasilan program tersebut dapat ditemukan di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 23 Makassar, yang berlokasi di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Sekolah ini menjadi bukti konkret bahwa pendidikan gratis dengan fasilitas lengkap bukan lagi sekadar janji, tetapi sudah menjadi kenyataan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Plh. Kepala Sekolah SRMP 23 Makassar, Azharika Isnarani, ketika ditemui InfoPublik di ruang kerjanya, Kamis (23/10/2025) menyatakan bahwa kehadiran program ini menjadi harapan baru bagi banyak orang tua yang selama ini terkendala biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka.
"Dengan adanya Sekolah Rakyat, mereka kini tak lagi khawatir tentang biaya sekolah, buku, atau kebutuhan asrama. Semua kebutuhan dasar pendidikan ditanggung oleh negara," kata Azharika.
Sejak dibuka, lanjut Azharika, SRMP 23 Makassar telah menampung 137 siswa angkatan pertama yang seluruhnya berasal dari keluarga miskin.
"Para siswa di sini menempuh pendidikan secara gratis, dengan dukungan penuh dari pemerintah. Selain fasilitas belajar, sekolah juga menyediakan asrama, konsumsi harian, serta perlengkapan belajar lengkap bagi setiap peserta didik," ujar Azharika.
Sejak pertama kali diluncurkan, sarana dan prasarana penunjang belajar di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 23 Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, terus mengalami peningkatan signifikan.
“Alhamdulillah, makin hari fasilitas belajar dan kebutuhan anak-anak di asrama makin lengkap. Pemerintah sangat memperhatikan kenyamanan siswa, mulai dari ruang belajar, perpustakaan hingga fasilitas kesehatan," kata Azharika.
Azharika mengaku bersyukur dapat mengelola Sekolah Rakyat di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka. "Kami berharap di bawah kepemimpinan Pak Prabowo dan Mas Gibran, program Sekolah Rakyat ini terus berkembang dan mendapatkan payung hukum yang kuat, agar keberlanjutannya terjamin meski terjadi pergantian pemerintahan,” tambah Azharika.
Menurut Azharika, dukungan pemerintah untuk SRMP 23 Makassar tidak hanya datang dalam bentuk pendanaan, tetapi juga melalui pelatihan bagi tenaga pendidik dan pembinaan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.
“Guru-guru di sini juga mendapatkan pelatihan rutin untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Jadi, bukan hanya gratis, tetapi juga benar-benar bermutu,” ujarnya.
Oleh karena itu, Azharika menegaskan, program ini sangat bermanfaat dan tepat sasaran. Banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu kini bisa kembali bersekolah dengan fasilitas memadai tanpa membayar sepeser pun.
"Tapi kami berharap pemerintah memperkuat dasar hukumnya supaya program ini bisa terus berjalan, bahkan meluas ke daerah-daerah lain,” kata Azharika.
Asa yang Kembali Menyala
Di sudut lapangan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 23 Makassar, di bawah terpaan sinar mentari pagi yang begitu hangat, seorang gadis remaja berdiri dengan senyum malu-malu. Namanya Nurkhalifami, 15 tahun.
Dari jauh, ia tampak seperti siswi pada umumnya—seragam rapi, dan wajah yang cerah menyambut pagi. Namun, di balik senyum itu, tersimpan kisah perjuangan panjang seorang anak yang sempat kehilangan kesempatan untuk bermimpi.
“Saya sempat putus sekolah dua tahun lebih. Dahulu sekolah di SMP 29 Makassar, tetapi berhenti karena kurang biaya," ujar Nur.
Ayahnya seorang buruh harian, ibunya ibu rumah tangga yang kadang berjualan kecil-kecilan di depan rumah. Saat teman-teman seusianya sibuk belajar dan bermain, Nur justru menghabiskan hari-harinya membantu ibunya menjajakan minuman es, gorengan, dan mi instan. Dari pagi hingga petang, ia ikut menata dagangan, melayani pembeli, lalu membantu membersihkan peralatan di sore hari.
“Saya bantu ibu juga untuk biaya hidup sehari-hari. Tetapi waktu itu sempat berpikir cita-cita jadi dokter sudah enggak bisa kesampaian," kata Nur.
Bagi keluarga seperti Nur, sekolah adalah kemewahan. Biaya seragam, buku, dan transportasi bisa menjadi penghalang besar. Dua tahun lamanya ia menonton dunia pendidikan dari kejauhan. Meski begitu, semangat belajar tak sepenuhnya padam.
Sampai suatu hari, sang ibu mendengar tentang Sekolah Rakyat, program pendidikan alternatif yang dibuka untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, termasuk mereka yang putus sekolah. Melalui jaringan Program Keluarga Harapan (PKH), nama Nurkha akhirnya didaftarkan.
“Saya senang sekali waktu tahu bisa sekolah lagi,” katanya dengan mata berbinar. “Sejak Juli kemarin saya resmi jadi siswa di sini.”
Kini, setiap pagi Nur kembali mengenakan seragam biru kebanggaannya. Ia berjalan menuju ruang kelas sederhana di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 23 Makassar, bangunan yang mungkin tak megah, tetapi penuh semangat baru dari ratusan anak seperti dirinya. “Fasilitasnya sudah lengkap dan bagus juga,” ujar Nur.
Bukan Sekadar Tempat Belajar
Sekolah Rakyat berdiri bukan hanya sebagai tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang untuk memulihkan percaya diri anak-anak yang sempat kehilangan arah.
Setiap hari, mereka belajar, makan bersama, dan tinggal di asrama yang dikelola dengan kedisiplinan dan kasih sayang, bagaikan tinggal di tengah keluarga, para siswa/i merasakan kehangatan batin.
“Di sini gurunya perhatian, baik. Makanannya juga enak-enak. Terakhir makan ayam bakar,” kata Nur sambil tertawa kecil.
Di asrama, ia belajar untuk hidup mandiri. Bangun pukul empat pagi sudah menjadi rutinitas baru. Sarapan, salat subuh, lalu bersiap masuk kelas. Semua dilakukan dengan tertib.
“Sebelum masuk sini belum pernah bangun jam 4, sekarang harus bangun. Harus disiplin,” ujarnya.
Meski sesekali rasa rindu rumah menyeruak, ia mencoba kuat. “Kangen orang tua, suasananya juga beda. Tetapi di sini banyak teman baru. Meskipun beda agama, kami tetap bermain bersama,” tuturnya dengan senyum lembut.
Menata Ulang Cita-Cita
Sekolah ini juga memberi ruang bagi siswa untuk menyalurkan minat dan bakat mereka. Nur aktif dalam ekstrakurikuler Paskibra, gemar berlatih badminton, dan menyukai pelajaran Bahasa Inggris serta Matematika. Ia merasa hidupnya kembali punya arah.
“Sekarang saya pengin jadi dokter lagi,” ucapnya mantap. “Rencana ke depan lanjut sekolah supaya cita-citanya tercapai.”
Ia, lalu mengajak teman-teman sebaya yang nasibnya mungkin pernah serupa. “Kalau ada teman di luar sana yang putus sekolah, ayo masuk Sekolah Rakyat. Biar bisa rasakan seperti kami,” katanya penuh semangat.
Tidak jauh dari tempat Nur berdiri, di sebuah ruang kelas tempat kegiatan belajar mengajar dilakukan, cahaya hangat mentari menembusa kaca jendela, seolah membakar semangat puluhan siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di SRMP 23 Makassar.
Di depan kelas, seorang guru berdiri sambil mengalunkan nada-nada sederhana dari kunci C, G, Am, dan F. Sambil tersenyum, ia mengarahkan posisi jari para murid, memastikan nada yang keluar tidak fals.
“Coba perhatikan posisi jari di sini,” katanya sabar, mencontohkan di fret gitar. Suara gesekan senar berpadu dengan tawa kecil anak-anak yang sesekali salah menekan nada.
Di bangku paling depan, Ilham Alkadri (13) menatap gitar itu penuh minat. Matanya tak lepas mengikuti gerakan tangan gurunya, seolah berusaha menghafal setiap letak jari di senar.
Bagi sebagian orang, mungkin ini hanya sesi pelajaran musik biasa. Tetapi bagi Ilham, momen ini seperti membuka jendela baru menuju kehidupan yang lebih cerah.
Usai pelajaran gitar, keduanya duduk di halaman sekolah yang rindang. Mereka bercerita dengan suara pelan, penuh antusias dan rasa syukur yang sederhana. “Senang, karena ketemu teman baru,” kata Ilham.
Ilham kini tinggal di asrama sekolah rakyat, tempat di mana mereka tidak hanya belajar, tetapi juga menemukan arti baru tentang rumah dan keluarga.
Ilham berasal dari Pannampu, kawasan padat penduduk di utara Makassar. Ayahnya buruh harian, sementara ibunya membuat gulali rumahan. Sejak kecil, Ilham terbiasa membantu ekonomi keluarga.
“Sebelum sekolah di sini, saya keliling jualan gulali,” ujarnya pelan. “Pergi jam lima sore, pulang bisa jam dua belas malam. Kadang jualan di Pasar Cedo, pasar malam, Al-Markaz, atau Masjid Raya waktu bulan puasa.”
Tangannya pernah lelah menggulung plastik gulali setiap hari, tetapi matanya kini berbinar ketika bercerita tentang gitar dan pelajaran di sekolah.
Ketika ditanya tentang cita-cita, mata mereka kembali berbinar. Ilham, dengan nada tegas, berkata, “Kopassus!”
SRMP 23 Makassar bukan sekolah biasa. Didirikan untuk menjangkau anak-anak yang putus sekolah karena alasan ekonomi, sekolah ini menjadi rumah bagi puluhan siswa dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan.
Mereka datang dengan cerita berbeda, tetapi memiliki benang merah yang sama: keinginan untuk kembali belajar. Di tempat ini, pendidikan bukan sekadar hafalan atau angka rapor. Ia menjadi jembatan menuju harga diri, membuka peluang baru bagi anak-anak yang sempat merasa tertinggal.
Nur dan Ilham hanyalah dua dari sekian banyak wajah yang menemukan cahaya baru di tempat itu. Di balik tawa mereka yang riang, tersimpan perjalanan panjang tentang perjuangan, ketekunan, dan harapan.
Ketika lonceng sekolah berbunyi, keduanya berlari ke lapangan. Di bawah langit biru Makassar, mereka berlatih baris-berbaris, tertawa, dan bercanda seperti anak-anak pada umumnya. Hidup mereka kini mungkin masih sederhana, tetapi semangat yang tumbuh di dalamnya—itu luar biasa.
Bangunan SRMP 23 Makassar memang sederhana. Dindingnya polos, jendelanya tak selalu baru, tetapi di setiap sudutnya tersimpan cerita tentang keberanian bermimpi. Dari Nurkha si calon dokter hingga Ilham yang bercita-cita jadi prajurit Kopassus.
Sekolah Rakyat lainnya di kota Makassar, yakni Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 26 Makassar, juga menjadi tempat untuk merajut mimpi para murid yang sempat meredup. Sekolah ini juga memberikan cahaya terang untuk menerangi langkah para murid dalam menggapai cita-cita.
Di SRMA 26 Makassar, salah satu siswi, Sarina tampak antusias mengikuti kegiatan belajar. Dia, lalu menuturkan rasa syukurnya bisa menempuh pendidikan di tempat yang memberikan fasilitas lengkap dan lingkungan yang mendukung.
"Alhamdulillah, perasaan saya di sekolah rakyat senang dan mendapatkan beberapa fasilitas termasuk fasilitas pembelajaran seperti alat tulis, pakaian dan alat mandi," kata Sarina.
Sarina jugaa berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai buruh harian, sementara ibunya mengurus rumah. Meski berasal dari keluarga prasejahtera, Sarina menaruh mimpi besar untuk menjadi dokter. Dia suka anatomi manusia dan ingin membantu di bidang forensik kepolisian.
Dukungan Pemerintah Pusat
SRMA 26 Makassar menggunakan gedung Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Makassar, milik Kementerian Sosial. Sekolah ini merupakan salah satu dari 16 titik Sekolah Rakyat di Sulawesi Selatan yang menjadi bagian dari total 165 sekolah rakyat rintisan di seluruh Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) ikut andil dalam penyelenggaraan program Sekolah Rakyat, khususnya di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 26 Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dukungan yang diberikan Komdigi adalah penyediaan layanan internet.
Kepala BBPPKS Makassar, Anna Puspasari, menyebut sekolah rakyat lahir sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025. Program ini menjadi salah satu langkah pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi keluarga miskin dan miskin ekstrem.
"Berdasarkan Inpres 8 nomor 2025 bahwa sekolah rakyat ini tidak hanya Kementerian Sosial. Di mana kalau Komdigi itu membantu untuk layanan internet, akses jaringan. Jadi yang dihindari dari sekolah rakyat itu tidak boleh ada bullying, kekerasan," kata Anna, saat menerima kunjungan Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi, Fifi Aleyda Yahya, Jumat (24/10/2025).
Anna menjelaskan bahwa calon siswa yang diterima berasal dari keluarga desil 1 dan 2. Proses penetapannya berlangsung lewat kunjungan langsung ke rumah calon siswa bersama tim dari BPS, Dinas Sosial, dan Dinas Pendidikan.
"Untuk melihat apakah betul ini calon siswa itu layak untuk menjadi siswa SR. Jadi seperti itu panjang rangkaiannya. Kami tidak ingin bahwa target sasarannya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Bapak Presiden," katanya.
SRMA 26 Makassar sendiri menampung 6 kelas dengan total 150 siswa. Mereka dibimbing oleh satu kepala sekolah, 17 guru, serta 26 tenaga kependidikan dan pendukung, termasuk wali asrama, tata usaha, bendahara, operator hingga petugas kebersihan.
Sebagai sekolah berasrama, kegiatan siswa tak berhenti di ruang kelas. Mereka mengikuti berbagai program pembentukan karakter dan kemandirian, mulai dari masa pengenalan lingkungan sekolah, pelatihan kepemimpinan, talent mapping hingga kegiatan kerohanian dan ekstrakurikuler.
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komdigi, Fifi Aleyda Yahya, menyatakan bahwa Komdigi akan terus mendukung keberlangsungan program Sekolah Rakyat.
"Jadi, nanti kalau ada kebutuhan terkait support dari Komdigi, pihak SRMA 26 Makassar bisa langsung berkomunkasi dengan kami. Karena komunikasi kami dengan kementerian lainnya sangat baik, khususnya di sini dengan Kementerian Sosial," ujar Fifi.
"Sesuai arahan dari Menteri Komdigi Ibu Meutya Hafid, kami memang harus support full. Jadi apa pun yang dibutuhkan terkait Kementerian Komdigi silahkan dikomunikasikan saja," tegas Fifi.
Fifi Aleyda Yahya menyebutkan metode belajar mengajar di Sekolah Rakyat membangun interaksi dan hubungan yang baik antarsiswanya.
Fifi meninjau fasilitas sekolah hingga berinteraksi dengan siswa-siswa di sebuah kelas. "Tadi salah satu ada yang sempat bilang bahwa saya paling senang kalau bermain games (permainan) dengan teman-teman. Artinya ada silaturahmi, ada interaksi dengan teman-teman," kata Fifi.
Dia menilai, manfaat Sekolah Rakyat dirasakan langsung oleh anak-anak yang membutuhkan akses pendidikan. Dia mengatakan, para siswa mengaku senang bisa mendapatkan kesempatan belajar di Sekolah Rakyat.
"Tadi ketemu dengan beberapa siswa, mereka menyatakan bahwa mereka senang berada di sini (Sekolah Rakyat) mendapatkan kesempatan untuk belajar," ujar Fifi.
Anak-anak di Sekolah Rakyat tersebut sedang merajut kembali jalan hidup yang sempat terputus. Sekolah Rakyat menjadi jembatan antara masa, lalu yang getir dan masa depan yang mereka perjuangkan dengan sepenuh hati.
Mereka belajar bahwa sekolah bukan hanya tentang pelajaran di papan tulis, melainkan tentang kesempatan kedua—tentang keyakinan bahwa siapa pun, dari latar apa pun, berhak untuk bermimpi.
Dan di tengah hiruk pikuk kota Makassar, suara tawa mereka di halaman sekolah menjadi pengingat yang sederhana, tetapi penting bahwa harapan, sesederhana apa pun bentuknya, selalu bisa tumbuh kembali. Cita-cita yang meredup bukan berarti akan menjadi padam dalam kegelapan. Akan tetapi, cita-cita yang meredup itu akan kembali bercahaya seiring dengan kehadiran Sekolah Rakyat.