"Tanah yang datar dan subur saja menghasilkan beras, juga berbagai palawija, terutama kedelai. Ini membikin Tangerang jadi produsen kecap sejak jaman kompeni, jaman Hindia Belanda, Jepang, sampai kemerdekaan nasional. Kecap produksi sini juga dikenal sebagai kecap benteng" demikian kutipan dari buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer.
Pram melukiskan kesaksiannya mengenai Kecap Benteng sebagai salah satu fragmen kisah epik pembangunan jalan 1.000 km jalan raya pos dari Anyer, Banten, hingga Panarukan, Jawa Timur, oleh penguasa kolonial Belanda Herman Willem Daendels pada 1808-1809. Wilayah Tangerang menjadi lintasan dari proyek ambisius penguasa kolonial di Nusantara.
Sejatinya kecap memang bukan produk bumbu penyedap asli Nusantara. Kecap diperkirakan sudah ada sejak 300 tahun sebelum masehi (SM). Bangsa Romawi menggunakan sebagai penambah rasa makanan. Tapi di era Romawi namanya bukan kecap melainkan liquamen.
Liquamen sendiri memiliki rasa yang hampir mirip dengan kecap buatan Tionghoa. Diketahui, liquamen terbuat dari semacam petis teri, cuka, minyak, dan merica.
Enam belas abad kemudian pada 1690, bangsa Tionghoa menggunakan saus serupa yang dinamakan dengan ke'tsiap. Seturut berkembangnya teknologi, pembuatan ke'tsiap pun mulai memakai kacang kedelai hitam sebagai racikan bahan utamanya.
Ketika sebagian orang Tionghoa ekspansi sampai ke Asia Tenggara, mereka pun menghidupi diri mereka dengan berjualan ke'tsiap di kawasan Melayu seperti Singapura dan Indonesia hingga ke Thailand dan Filipina. Pada saat itulah ke'tsiap mulai masuk ke Indonesia.
Lantaran pengucapannya yang sulit, ke'tsiap pun diubah penyebutannya menjadi kecap. Rasa kecap pun terus dikembangkan di berbagai negara menyesuaikan selera masyarakat setempat.
Boleh dikatakan kecap manis merupakan hasil persilangan budaya Jawa dan Tiongkok. Pada mulanya, para pedagang Negeri Tirai Bambu tersebut datang ke Indonesia membawa berbagai barang yang akan ditukar dengan berbagai hasil bumi dan olahan khas Indonesia. Salah satu barang yang dibawa dalam ekspedisi tersebut adalah kecap asin (soy sauce). Namun ternyata, kultur budaya masyarakat Jawa, sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal dagang Tiongkok tersebut tidak terlalu menyukai kecap asin.
Dari situlah, orang-orang Tionghoa itu akhirnya menambahkan gula kelapa ke dalam kecap asin sehingga berubah menjadi kecap manis. Dari sinilah lahir kecap manis yang disesuaikan dengan lidah masyarakat Jawa yang doyan cita rasa manis.
Sampai kemudian pada 1882 dibangunlah pabrik kecap pertama di Indonesia. Tepatnya berada di Pasar Lama, Tangerang. Pabrik ini dikelola oleh Teng Hang Soey. Hingga kini, pabrik kecap tertua di Indonesia itu masih beroperasi. Mereknya pun berubah dari Teng Giok Seng menjadi Kecap Cap Istana.
Kecap Cap Istana adalah merek kecap tertua di Indonesia. Setelahnya baru ditempati oleh Kecap Cap Orang Jual Sate yang didirikan oleh Ong Tjin Boen di Probolinggo, Jawa Timur, pada 1889.
Untuk masyarakat Tangerang dan sekitarnya, selain Kecap Teng Hang Soey ada juga Kecap Benteng Cap SH. Kecap ini mulai diproduksi sejak tahun 1920 dan masih eksis sampai sekarang. Kecap Benteng Cap SH atau biasa dikenal di pasaran dengan nama Kecap Benteng ini dibuat oleh Lo Tjit Siong. Pabriknya kemudian dipopulerkan oleh kaum peranakan Tionghoa--dikenal dengan nama China Banteng--yang tinggal di Kota Tangerang.
Kecap produk masyarakat Tionghoa di Tangerang itu kini juga menjadi panganan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Tangerang, khususnya saat berwisata di daerah Pasar Lama dan sekitarnya. Selain kecap manis, mereka juga menjual varian kecap asin. Produk kuliner ini merupakan bagian dari sisi sejarah peranakan Tionghoa di Tangerang. Selain juga ada Klenteng Boen Tek Bio dan Museum Heritage Tangerang.
Rasanya yang manis dan gurih membuat kecap manis ini kerap menjadi penyedap kudapan, seperti bakmi, bakso, siomay, batagor, bubur ayam, sate, dan gado-gado. Tak heran, hampir di setiap rumah tangga pasti tersedia kecap manis, begitu pula di warung-warung sampai restoran hotel bintang lima. Kini, penyedap hitam manis ini telah menjadi kebutuhan sehari-hari orang Indonesia saat menyantap makanan.
Tak pelak lagi, konsumsi kecap pada masyarakat juga diprediksi terus mengalami peningkatan selama 2019-2021. Mengutip Buletin Konsumsi Pangan Pusdatin Kementerian Pertanian 2019 menyebutkan konsumsi kecap diprediksi mencapai 0,95 kg/kapita pada 2021.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Eri Sutrisno/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini