Indonesia.go.id - Peluang Investasi Ramah Lingkungan

Peluang Investasi Ramah Lingkungan

  • Administrator
  • Jumat, 19 Juli 2019 | 03:18 WIB
INVESTASI
  Ilustrasi Ekonomi Hijau. Foto: Net

Dunia sedang mengarah pada kesadaran untuk terus menjaga lingkungan. Perkembangan industri dan lingkungan yang terjaga perlu diseimbangkan. Peluang besar buat Indonesia.

Transformasi ekonomi dunia kini tengah bergerak ke arah pertumbuhan ekonomi hijau atau green growth. Paradigma ini menjadi referensi dan portofolio bisnis bagi kalangan investor dan telah menjadi standar di negara maju.

Dari 17 poin yang terdapat dalam Sustainable Development Goals (SDG) hingga Paris Agreement dan World Economic Forum, semua menekankan pentingnya peran dunia usaha membantu pemerintah menyejahterakan masyarakatnya, sekaligus melestarikan semua modal alam di dalamnya.

Negara-negara maju sudah mulai menerapkan aturan yang ketat soal pembangunan ekonomi yang beriringan dengan pelestarian alam ini. Bahkan aturan itu juga berlaku pada produk-produk yang diimpor dari negara luar. Indonesia, misalnya, pernah dihambat negara-negara Eropa untuk memasukkan produk CPO dengan alasan tadi.

Indonesia memang dikenal sebagai paru-paru dunia. Justru itulah yang membuat peluang untuk menggaet investor dari industri yang sangat memperhatikan lingkungan. Dalam investasi selain faktor keamanan dan keuntungan yang juga penting diperhatikan adalah keberlanjutan investasi dan kehidupan.

Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia memiliki peluang yang sangat baik dalam investasi hijau, baik itu peluang nasional maupun peluang internasional. Menurut kepala BKPM selama 5 tahun terakhir (2010-2014) total realisasi investasi hijau sudah sekitar 30,3 persen dari total nilai investasi, yaitu sebesar Rp486 triliun dibanding total nilai investasi Rp1.600 triliun.

Dari realisasi tersebut, sebanyak USD26,8 miliar merupakan PMA dan Rp139,1 triliun merupakan PMDN. Selain itu, BKPM menargetkan investasi hijau akan tumbuh rata-rata 20 persen setiap tahun, hingga diperkirakan pada 2019 investasi hijau PMA mencapai USD56 milyar dan PMDN Rp448 triliun. Sebuah angka yang menggiurkan dan fantastis untuk investasi bukan?

Ada beberapa sektor yang bisa dilirik oleh investor yaitu pertanian, kehutanan, perikanan, energi geotermal, manufaktur yang ramah lingkungan, energi baru terbarukan, dan pengelolaan.

Namun peluang dan potensi investasi hijau ini juga mempunyai beberapa tantangan yaitu mahalnya investasi. Investasi hijau menjadi mahal karena beberapa aspek yaitu industri utama dan teknologi, keterbatasan sumber daya manusia, serta pengembangan insentif industri hijau. Insentif industri hijau di Indonesia masih mahal sehingga susah bersaing dengan produk konvensional lain. 

 Menurut hitungan, di sektor perkebunan sawit, misalnya, untuk melakukan peremajaan (replanting) saja membutuhkan investasi sekitar Rp50 juta per hektar. Jika kita hitung luas perkebunan sawit di Riau saja sebesar 400 ribu hektar, sudah dapat dipastikan berapa besarnya investasi yang dibutuhkan.

Sebetulnya konsepsi investasi hijau juga sudah dikembangkan bagi investor perseorangan. Terkait dengan investassi hijau ini misalnya, di Bursa Efek Indonesia ada Indeks Sri-Kehati yang merupakan indeks perusahaan yang menerapkan teknologi yang bertanggungjawab dan berkelanjutan. Makna SRI sendiri merupakan singkatan dari sustainable responsible investment.

Indeks ini merupakan gabungan harga saham 25 emiten (perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) yang dianggap memenuhi tiga penilaian dari Yayasan Kehati. Pertama, bisnis inti perusahaan tidak tersangkut alkohol, senjata, pestisida, tembakau, pornografi, perjudian, pertambangan dan rekayasa genetik.

Kedua, penilaian kinerja keuangan dengan nilai kapitalisasi pasar minimal Rp1 triliun, total aset tidak kurang dari Rp1 triliun, price earning ratio (P/E ratio) harus positif, kepemilikan saham publik di atas 10% dan tidak membukukan kerugian. Ketiga, penilaian aspek fundamental perusahaan yang di antaranya mencakup sikap perusahaan ke lingkungan, perlakuan ke masyarakat lokal, tata kelola SDM dan penegakan HAM.

Hasil penilaian tersebut dievaluasi dua kali setahun pada April dan Oktober, setelah itu dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Kamu bisa mengaksesnya di website BEI.

Selain itu, ada pula Indeks Investasi Hijau perbankan Indonesia hasil kajian International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF). Indeks yang dipublikasikan Agustus 2018 silam ini memetakan peringkat 12 bank nasional dan internasional di Indonesia berdasarkan komitmen mereka melakukan investasi hijau.

Menurut informasi sejak 2015 lalu pemerintah berusaha keras untuk mendatangkan investor yang berorientasi pada lingkungan khususnya di bidang energi, perkebunan, pertanian, dan pengelolaan sumber daya alam lainnya.

Tantangan terbesar dalam pengembangan investasi hijau adalah perubahan iklim dan kerusakan alam yang kini terus terjadi. Menurut hitungan investasi hijau merupakan peluang besar karena memiliki potensi hingga 100 miliar dolar AS dari sebelumnya 27 miliar dolar AS.

Sementara BKPM sendiri berkomitmen mendukung perkembangan investasi hijau dengan target pertumbuhan 20 persen pertahun. Menurut data BPKM sepanjang lima tahun terakhir (2010-2014), total realisasi investasi hijau mencapai sekitar 30,3 persen dari total nilai investasi, yaitu sebesar Rp486 triliun dibanding total nilai investasi Rp1.600 triliun. Dari realisasi tersebut, sebanyak 26,8 miliar dolar AS merupakan penanaman modal asing (PMA) dan Rpl39,l triliun merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN). (E-1)