Tuan Kentang adalah nama kampung di tepi Sungai Ogan Palembang. Tepatnya di pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan. Nama ini konon adalah saudagar Tionghoa yang pernah punya bisnis besar di sepanjang muara sungai dan dimakamkan di kampung tersebut.
Dahulu, warga sekitar melakukan sesajen di kuburannya yang paling besar diantara kuburan lain dan memanjang sendiri. Masyarakat sekitar yakin bahwa Tuan Kentang memiliki ‘sesuatu’ yang tidak dimiliki orang lain.
Bagi yang belum tahu dimanakah Kampung Tuan Kentang berada, kita bisa ambil patokan Jembatan Ampera ke arah timur. Setelah sampai perempatan jembatan layang, belok keselatan arah Kertapati. Tepat sebelah kiri jalan sebelum Jembatan Kertapati di Seberang Ulu 1, disitulah letak Kampung Tuan Kentang.
Kampung ini punya keistimewaaan yaitu sebagian besar warganya hidup sebagai perajin kain tradisional Palembang seperti kain songket, blongsong, tajung, pelangi, atau jumputan dengan mutu cukup baik. Produksinya besar dan dulu penyuplai utama beberapa galeri dan toko terkenal di kawasan kain Tangga Buntung, Palembang.
Melihat potensi itu, Pemerintah Daerah Kota Palembang dan Bank Indonesia membangun sebuah galeri yang menampung produksi mereka dan dinamakan Griya Kain Tuan Kentang yang diresmikan tahun 2017. Pada perjalanannya, Griya Kain Tuan Kentang menjadi destinasi wisata belanja menarik di kota Palembang. Galeri ini tidak saja menjual kain, pakaian, tapi juga aksesoris khas Palembang.
Bagi para perajin, galeri ini cukup membantu pemasaran karena sebelumnya mereka harus keliling pasar untuk menjual hasil karya. Kini pemasaran terorganisir karena terbentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tuan Kentang yang kini terbukti bisa mengangkat ekonomi dan rasa percaya diri para perajin. KUB Tuan Kentang beranggotakan 200 perajin.
Akses jalan dan lingkungan sekitar juga sudah tertata. Gapura Tuan Kentang sampai kantor Lurah 15 Ulu semua sudah dicor dan dapat dilalui kendaraan roda empat. Suasananya bersih, terang, dan teratur. Termasuk rumah-rumah panggung yang berdiri di pinggir sungai. Griya Kain Tuan Kentang berjarak 100 meter dari gapura. Ke depan, Pemda merencanakan akses melalui sungai (berperahu) ke tempat ini.
Jenis Kain yang Diproduksi
Sejak pagi sampai jelang petang, kampung Tuan Kentang tak pernah sepi dari bunyi kletak-klotok suara Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dari perajin. Mereka banyak memproduksi kain jumputan, kain tajung, kain blongsong, dan songket.
Dari beberapa jenis kain yang dibuat perajin, kain jumputan paling banyak dicari konsumen karena warnanya beraneka ragam, unik, dan tidak ditemui di daerah lain. Jumputan Palembang juga disebut kain pelangi. Kain jumputan bersifat fleksibel, bisa digunakan pria dan wanita, serta cocok untuk busana resmi maupun santai.
Desainer nasional Ghea Panggabean juga tertarik pada kain jumputan ini sebagai bahan busana. Ghea bahkan mendapat penghargaan dari Asean Designer Show di Singapore pada tahun 1986 karena mengangkat jumputan.
Teknik pembuatan, seperti jumputan pada umumnya yaitu dengan diikat atau dijahit kemudian baru dicelup. Bahan yang tersedia sifon, katun, fiskos, dan semi sutra. Motifnya yang terkenal titik tujuh, titik lima, titik sembilan, dan motif moderen. Di sini juga tersedia kain tajung dan blongsong yang merupakan kain yang sama, hanya berbeda pada penggunaannya saja.
Kain tajung adalah kain tenun yang berbentuk sarung dan biasa dipakai laki-laki untuk upacara adat atau hari raya. Kain tajung dulu dibuat dengan alat tenun gendong, tapi sejak tahun 1970 mulai menggunakan ATBM. ATBM sangat menghemat waktu produksi dari 15 hari jika memakai alat tenun gendong, menjadi 2 hari saja jika memakai ATBM untuk satu lembar kain. Bahan yang digunakan katun dan sutra. Macam macam motif kain tajung antara lain limar, limar patut, petak-petak berwarna, dan gerbik.
Sedangkan kain blongsong digunakan oleh perempuan, terdiri dari sarung dan selendang. Selain itu ada juga kain blongsong yang menggunakan motif songket dan disebut blongket atau blongsong songket. Pengerjaannya lebih cepat dari songket karena menggunakan benang katun atau sutera.
Kampung ini juga memproduksi kain songket. Songket Palembang adalah salah satu karya budaya dari Sumatera Selatan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada tahun 2013. Karya budaya ini masuk ke dalam domain Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional dengan nomor pencatatan 201300009.
Songket berasal dari istilah sungkit yang berarti “mengait” atau “mencungkil.” Istilah ini secara langsung merepresentasikan metode pembuatannya yaitu mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun lalu menyelipkan benang emas kemudian menenun dan diakhiri dengan tahap penyempurnaan. Pembuatan bisa memakan waktu 3-6 bulan tergantung kerumitan motif. Ragamnya antara lain songket lepus, songket tabur, songket bunga, songket limar, songket trestes, dan songket rumpak.
Jadi, jika ke Palembang usahakan mampir ke Griya Kain Tuan Kentang. Di Kampung Tuan Kentang selain berburu kain khas Palembang juga bisa melihat proses pembuatannya. Tak ketinggalan, selfi dengan latar jemuran kain jumputan yang tentu sangat instagramable.(K-CD)