Indonesia.go.id - Jadi “Orang Jawa” Sehari, Delegasi EdWG G20 Nikmati Patehan dan Jemparingan

Jadi “Orang Jawa” Sehari, Delegasi EdWG G20 Nikmati Patehan dan Jemparingan

  • Administrator
  • Kamis, 24 Maret 2022 | 14:42 WIB
G20
  Potret keindahan dari dramatari Roro Jonggrang pada agenda closing dinner yang disaksikan oleh seluruh delegasi G20. Kemendikbudristek
Anggota delegasi EdWG G20 yang berasal dari Eropa, Afrika, dan Amerika Latin dikenalkan dengan budaya Indonesia di tanah Jawa, yaitu upacara minum teh patehan dan jemparingan.

Perhelatan Presidensi G20 Indonesia 2022 tidak sekadar agenda merumuskan persoalan sosial budaya dan ekonomi global, melainkan merasakan pula pengalaman budaya Nusantara.

Menjadi orang "Jawa" sehari merupakan pengalaman yang dinikmati para delegasi Pertemuan Pertama Kelompok Kerja Pendidikan G20 atau First G20 Education Working Group (EdWG) Meeting.

Mereka mendapatkan pengalaman itu di hari terakhir pertemuan pertama EdWG G20 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Jumat (18/3/2022). Anggota delegasi EdWG G20 yang berasal dari Eropa, Afrika, Amerika Latin dikenalkan dengan budaya Indonesia di tanah Jawa, yaitu upacara minum teh patehan atau royal high tea dan jemparingan.

Para delegasi G20 mendapatkan pengalaman otentik prosedur komprehensif upacara minum teh tradisional yang biasanya dilakukan di Keraton Sultan Yogya, yaitu patehan. Mereka juga mencoba secara langsung olahraga tradisional memanah sambil duduk bersila, yakni jemparingan.

Patehan dimulai dengan arak-arakan abdi dalem (pelayan kerajaan) yang mengenakan pakaian tradisional kerajaan dan menuangkan teh sebagai penghargaan kepada tamu dan doa untuk keharmonisan bumi. Nama patehan sendiri berasal dari “teh”, yaitu jenis minuman yang diseduh.

Sesuai dengan artinya, patehan adalah orang yang bertugas menyiapkan minuman, khususnya teh, dan segala perlengkapan untuk keperluan Keraton Yogyakarta. Ritual itu awalnya merupakan kebiasaan upacara minum teh sehari-hari yang diikuti oleh para sultan sebelumnya—ada sedikit penyesuaian pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Cara menyajikan minuman di patehan tidak sederhana. Setiap bahan memiliki takarannya dan ada cara-cara khas yang diberlakukan dengan tujuan tertentu.

Agenda budaya selanjutnya yang tak kalah menarik dan seru untuk delegasi G20 adalah jemparingan, yakni olahraga memanah ala Kerajaan Mataram. Tidak seperti memanah konvensional yang dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan sambil duduk bersila.

Meskipun sulit dilakukan, para delegasi G20 tetap bersemangat dan mencoba memanah berkali-kali. Dengan mengenakan pakaian tradisional Jawa, laki-laki memakai blangkon, lurik, dan kain surjan sedangkan perempuan mengenakan kebaya dan kain jarit. Mereka menikmati keseruan jemparingan.

Jemparingan yang masih ada saat ini, khususnya di Yogyakarta, dikenal dengan jemparingan gaya Ngayogyakarta. Gaya panahan itu sejalan dengan filosofi jemparingan gaya Mataram, yaitu pamenthanging gandewa pamanthenging cipta, yang berarti bahwa busur membentang seiring dengan konsentrasi yang ditujukan pada hal yang ditargetkan. Dalam kehidupan sehari-hari juga berarti bahwa orang yang memiliki ide harus berkonsentrasi penuh pada tujuannya untuk mewujudkan impiannya.

Kunjungan kebudayaan (cultural visit) atau ekskursi budaya selalu menjadi agenda wajib dalam perhelatan internasional yang berlangsung di Indonesia, termasuk saat Presidensi G20 Indonesia 2022. Sehari sebelumnya, delegasi EdWG Meeting diajak untuk menikmati pesona matahari terbit di Candi Borobudur dan berkunjung ke Candi Prambanan.

Agenda budaya yang diikuti para delegasi G20 adalah menikmati makan malam di Candi Prambanan dan menyaksikan pertunjukan dramatari Roro Jonggrang pada Kamis (17/3/2022) malam. Dramatari berlangsung di kompleks Candi Prambanan dengan latar belakang Candi Prambanan yang tampak indah di malam hari dalam sorotan cahaya lampu.

Para delegasi menyaksikan dramatari tersebut dan memberikan apresiasi dengan riuh tepuk tangan saat dramatari selesai. Usai menikmati makan malam dan dramatari di Candi Prambanan, keesokan harinya para delegasi G20 mengikuti agenda kunjungan kebudayaan ke Candi Borobudur. Di hari terakhir EdWG, Jumat (18/3/2022), rombongan telah siap sejak pukul 04.00 WIB untuk berangkat menuju Candi Borobudur dan menikmati mentari terbit.

Setelah menyaksikan keindahan matahari terbit dari bagian atas struktur Candi Borobudur, para delegasi G20 lalu mengelilingi struktur candi sambil mendengarkan penjelasan pemandu dari Balai Konservasi Borobudur. Pemandu tersebut menjelaskan tentang sejarah Candi Borobudur dan kisah yang ada pada panel-panel relief dan stupa di Candi Borobudur. Secara keseluruhan, Candi Borobudur memiliki 1.460 panel relief dan 504 stupa.

Candi Borobudur merupakan cagar budaya Indonesia yang telah ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESO pada 1991. Dibangun pada abad ke-8 dan ke-9 oleh Dinasti Syailendra, kompleks percandian itu merepresentasikan kemegahan tinggalan dinasti tersebut, yang berkuasa di Jawa sampai dengan abad ke-10. Candi Borobudur juga menjadi salah satu monumen Buddha terbesar yang ada di dunia.

Ketua Kelompok Kerja EdWG G20 Iwan Syahril mengatakan, dalam penyelenggaraan EdWG di DIY, Kemendikbudristek berupaya memperkenalkan kekayaan budaya dan karakter bangsa Indonesia yang terbentuk sejak dahulu kala. "Selain menyelenggarakan pertemuan, kami juga memberikan kesempatan kepada para delegasi untuk melihat dan mengalami langsung unsur kebudayaan yang ada di Yogyakarta dan Magelang," tukasnya seperti dilansir dari laman Kemendikbudristek.

Kepala Dinas Perizinan dan Penanaman Modal DIY Agus Priyono mengatakan, DIY menjadi salah satu venue utama dalam penyelenggaraan G20 di Indonesia. Sampai saat ini telah terkonfirmasi akan diselenggarakan sepuluh pertemuan di DIY, di mana salah satunya merupakan pertemuan tingkat menteri dan sisanya pertemuan setingkat dirjen atau disebut working group.

Sebagai tuan rumah, Pemprov DIY berupaya seoptimal mungkin memberikan dukungan dan layanan bagi delegasi maupun seluruh peserta kegiatan G20 di Bumi Ngayogyakarta Hadiningrat.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer