Berdasarkan kajian sejarah, jalur rempah Nusantara mencakup berbagai lintasan jalur budaya dari timur Asia hingga barat Eropa terhubung dengan Benua Amerika, Afrika, dan Australia. Saat ini Jalur Rempah Nusantara sedang diusulkan menjadi Warisan Budaya Dunia.
Ketika rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah singgah di Desa Bajo Bahari, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022), mereka menyaksikan bagaimana masyarakat hidup dengan adat istiadatnya yang dipegang teguh.
Rombongan yang dinamakan Laskar Rempah itu juga merasakan kehangatan interaksi dengan Suku Bajo. Mereka berbincang soal budaya bahari yang diturunkan oleh nenek moyang sejak masa lampau dan masih lestari hingga sekarang. Di atas perairan Buton inilah, peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah bisa melihat perkampungan orang-orang Bajo yang terapung di lepas laut.
Selain memiliki sejarah yang panjang tentang jalur rempah, Buton juga dikenal terkait dengan Suku Bajo. Bajo adalah bangsa pengelana lautan yang turut meramaikan perniagaan laut Nusantara, berpindah dari satu titik ke titik lainnya di perairan Nusantara, bertahan dengan mengembangkan budaya bahari dan maritim yang terus berkesinambungan.
Tokoh Adat Desa Bajo Bahari, Si Muswar, mengatakan bahwa Suku Bajo sejak dulu terkenal sebagai pengembara laut. "Nenek moyang Suku Bajo menggantungkan hidupnya di laut, bahkan dulu ketika belum punya rumah, mereka tinggal di atas perahu sope," ujarnya.
Di Indonesia, Suku Bajo tidak hanya di wilayah Baubau dan Buton tapi juga bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Gorontalo,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya.
Orang Bajo dikenal bisa lebih tahan lama menyelam di air. Mereka disebut-sebut bisa tahan sampai 13 menit di kedalaman 60 meter tanpa alat bantu napas atau oksigen.
Seturut perkembangan zaman, Suku Bajo mulai membangun rumah-rumah panggung sebagai tempat tinggal di atas permukaan laut dan menetap di kawasan tersebut. Kendati arsitektur rumah mereka sudah lebih modern, masih ada beberapa rumah asli dari Suku Bajo yang bisa dilihat di desa ini.
Sebagian rumah di Desa Bajo Bahari Buton menggunakan kayu bakau yang menancap ke dalam dasar laut sebagai material tiang penopang rumah. Si Muswar mengatakan bahwa Suku Bajo bermata pencaharian sebagai nelayan dengan perahu yang dibuat sendiri oleh mereka.
Berbekal ilmu melaut yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang Suku Bajo, mereka bisa melaut menyeberangi pulau-pulau besar dengan hasil pencaharian utama, yakni ikan laut.
Setelah satu setengah jam berkeliling di Desa Bajo Bahari, Laskar Rempah Jawa Timur Dhimas Rudy Hartanto berharap bahwa Suku Bajo bisa tetap lestari di Indonesia. "Merekalah suku yang mewariskan ilmu-ilmu melaut dan perkapalan dari nenek moyang kita. Ilmu-ilmu perkapalan tersebut bisa diturunkan ke generasi mendatang sehingga bisa melahirkan pelaut-pelaut andal selanjutnya," tukasnya.
Desa Bajo Bahari merupakan salah satu dari titik singgah dari ekspesidi Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 yang digagas Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kegiatan itu merupakan pelayaran menggunakan kapal latih TNI-AL KRI Dewaruci, yang membawa 149 pemuda-pemudi pilihan dari 34 provinsi dengan tujuan untuk napak tilas Jalur Rempah Nusantara.
Bekerja sama dengan TNI-AL, menggunakan KRI Dewaruci para pemuda-pemudi pilihan dari 34 provinsi melakukan perjalanan ke beberapa titik perdagangan rempah Nusantara sejak 1 Juni 2022 sampai 2 Juli 2022.
Pelayaran mencakup enam titik Jalur Rempah yakni Surabaya, Makassar, Baubau dan Buton, Ternate dan Tidore, Banda Neira, serta Kupang. KRI Dewaruci dijadwalkan akan kembali ke Surabaya pada 2 Juli 2022 mendatang.
Jalur rempah Nusantara sebuah jalur budaya yang saat ini sedang diusulkan pemerintah menjadi Warisan Budaya Dunia UNESCO. Internalisasi jalur rempah yang masif di masyarakat menjadi salah satu kriteria penilaian.
Tak hanya itu, Laskar Rempah juga diberikan materi pengetahuan dan informasi tentang budaya bahari, KRI Dewaruci, astronomi, praktik navigasi, basic training safety oleh TNI AL, serta hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum berlayar.
Pada kesempatan di Ternate, Maluku Utara, Selasa (14/6/2022), Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan bahwa Kemendikbudristek mendukung rencana Pemda Kota Ternate untuk mengembangkan riset mengenai rempah sehingga hasil bumi ini turut menguatkan perekonomian masyarakat.
Selama di Ternate, Laskar Rempah melakukan napak tilas kejayaan rempah dengan mengunjungi situs-situs cagar budaya, kedaton Ternate, Perkebunan Cengkeh dan Pala tertua, serta menghadiri jamuan kuliner lokal.
Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman mengaku, pihaknya begitu bersemangat terlibat dalam kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah. "Kita ingin mengonversi story telling agar bernilai ekonomi, kita harap
Ternate sebagai kota jasa, juga dikenal sebagai bagian kekayaan (penghasil) rempah di Nusantara. Rempah sebagai warisan masa lalu, kini bisa tumbuh menjadi kekuatan bagi UMKM di wilayah kami," tuturnya.
Ia berharap, melalui kegiatan ini, roda perekenomian daerah Ternate ikut bergerak signifikan. Agenda Muhibah Budaya ini sedianya diluncurkan pada 2021, namun ditunda pelaksanaannya akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan riset dan kajian sejarah, jalur rempah Nusantara mencakup berbagai lintasan jalur budaya dari timur Asia hingga barat Eropa terhubung dengan Benua Amerika, Afrika, dan Australia. Suatu lintasan peradaban bermacam bentuk, garis lurus, lingkaran, silang, bahkan berbentuk jejaring.
Di Indonesia, wujud jalur perniagaan rempah mencakup banyak hal. Tidak hanya berdiri di satu titik penghasil rempah, namun juga mencakup berbagai titik budaya yang bisa dijumpai di Indonesia dan membentuk suatu lintasan peradaban yang berkelanjutan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari