Dibuat pada 1880, Stasiun Solo Jebres dibangun di lahan Keraton Kasunanan Surakarta. Dioperasikan sejak 24 Mei 1884, ada ruang tunggu khusus raja di sana.
Awalnya, stasiun ini merupakan salah satu pusat transportasi tersibuk di Kota Surakarta atau Solo. Semua kereta api kelas ekonomi, eksekutif, atau campuran keduanya yang melayani jalur lintas utara dan selatan Pulau Jawa pasti berhenti atau mengawali perjalanan dari Stasiun Solo Jebres. Ia adalah stasiun kereta api kelas besar tipe C yang berlokasi di Purwodiningratan, Jebres, Kota Surakarta.
Stasiun ini terletak pada ketinggian 97 meter di atas permukaan laut, di bawah pengelolaan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daops) VI Yogyakarta. Namun, sejak 1 Februari 2014 tidak ada lagi kereta api yang mengawali dan mengakhiri perjalanannya di stasiun bersejarah ini.
Semua perjalanan kereta api saat ini dialihkan ke Stasiun Purwosari dan Solo Balapan sebagai perhentian utama kereta api di Kota Surakarta yang berada di jalur lintas selatan Jawa. Sedangkan stasiun ini dijadikan sebagai pemberhentian kereta api penumpang yang melalui jalur lintas tengah Jawa atau jalur Gundih-Solo Balapan maupun sebaliknya.
Berbeda dengan stasiun lain yang terletak di jalur milik Staats Spoorwegen (SS), Stasiun Solo Jebres dibangun di bekas jalur milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) bersamaan dengan jalur kereta api Samarang–Vorstenlanden.
Seperti dikutip dari website PT KAI, stasiun ini mulai dibangun pada tahun 1880 di atas lahan milik Keraton Kasunanan dan resmi dioperasikan pada 24 Mei, empat tahun setelahnya. Stasiun Solo Jebres punya keistimewaan sejak beroperasi, yakni menjadi pusat transportasi utama keluarga Keraton Kasunanan jika akan menuju Batavia dan Surabaya. Terdapat sebuah ruangan tunggu khusus raja di Solo Jebres.
Desain bangunan Solo Jebres terpengaruh gaya Indische Empire dengan fasad bangunan utama kaya akan detil Neoklasik, dipadu langgam Art Nouveau kaya detil yang kental pada elemen jalusi, ornamen, dan teralis serta ventilasi udara berbentuk setengah lingkaran di pintu keberangkatan. Cetakan berbentuk cornice juga tampak pada pintu-pintu selain di pintu keberangkatan dan memberi kesan megah pada sisi bangunan.
Bangunan stasiun yang simetris ini punya pola ruang tersusun secara linier dari timur ke barat. Pintu masuk stasiun berada tepat di tengah bangunan menghadap Jalan Ledoksari, beratap lebih tinggi daripada sayap kiri dan kanan bangunan. Ruangan di dalam stasiun masing-masing berbentuk persegi panjang yang disusun secara linier sehingga menguatkan karakter horizontal dari stasiun ini.
Langit-langit bangunan utama dibangun sangat tinggi, hampir 6 meter, dan karakter pada bagian tengah bangunan dibentuk oleh fasad segitiga dari sofi-sofi atap pelana berhias cornice di bawahnya, berikut dua lunette atau jendela atas serta dua pintu yang semua berbentuk lengkung.
Lengkung pada setiap bukaan bangunan yang diperkuat dengan moulding berprofil berbentuk busur dengan warna merah bata, kontras dengan warna dinding merah muda. Lubang udara di atas pintu atau jendela untuk masuk-keluarnya hawa alami diperindah dengan teralis besi dengan pola Art Nouveau atau deretan papan bernuansa tradisional.
Pengulangan bentuk lengkung dengan jarak yang sama memperkuat faktor irama pada komposisi secara keseluruhan ditambah kesatuan warna yang digunakan menciptakan keharmonisan. Pada bagian dalam bangunan, kekayaan komposisi elemen bangunan masih terlihat dengan pengolahan yang sama, meskipun hanya pintu utama yang berbentuk lengkung sedangkan pintu lainnya diakhiri dengan moulding berbentuk cornice.
Hal ini untuk mencapai kesatuan bentuk dengan bagian bangunan yang lain. Bagian bawah dinding dilapisi oleh keramik agar mudah dalam perawatan dan lantai ditutup dengan keramik berwarna putih. Detil moulding lengkung di atas pintu dan jendela serta kolom-kolom Corinthian merupakan ciri gaya Neoklasik.
Stasiun Solo Jebres ditetapkan sebagai bangunan stasiun cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:PM. 57/PW.007/MKP/2010 dan Surat Keputusan Bupati No.646/1-R/1/2013. Keputusan itu dibuat untuk mempertahankan keberadaan bangunan karena sarat nilai sejarah, kekayaan dan keindahan arsitektur masa lampau yang masih terjaga baik. Ini lantaran lokasinya yang berada di kawasan strategis di pusat kota.
Pada 2010, Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan KAI merevitalisasi Stasiun Solo Jebres. Selain dapat dimanfaatkan untuk kepentingan edukasi lewat wisata khusus sejarah, revitalisasi ini untuk mengembalikan fungsi stasiun seperti dulu ketika masih digunakan pihak Keraton Kasunanan. Revitalisasi meliputi pengecatan dinding dengan warna putih, abu-abu, dan gabungan warna hijau dan prada, serta mengembalikan bentuk ubin lantai seperti semula.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari