Indonesia.go.id - Perjuangan Adat Dayak Wehea dalam Menjaga Kelestarian Hutan Tropis Kalimantan

Perjuangan Adat Dayak Wehea dalam Menjaga Kelestarian Hutan Tropis Kalimantan

  • Administrator
  • Senin, 15 Juli 2024 | 07:05 WIB
BUDAYA
  Kawasan hutan lindung Wahea di Kalimantan Timur. Hutan tropis yang menjadi rumah bagi banyak jenis Flora, juga Fauna. Dok HL Wahea
Hutan Wehea di Kalimantan Timur bukan hanya surga bagi keanekaragaman hayati, tetapi juga menjadi benteng perlindungan yang dijaga oleh masyarakat adat Dayak Wehea. Melalui dedikasi dan edukasi, masyarakat adat tidak hanya melestarikan alam, tetapi juga meneruskan warisan budaya yang tak ternilai.

Indonesia masih memiliki kekayaan alam yang luar biasa berupa hutan tropis. Salah satu hutan tropis itu, yakni hutan Wehea di pedalaman Kalimantan Timur.

Hutan Wehea merupakan hutan tropis yang masih asri dan lebat. Hutan ini bukan hanya rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna langka, tetapi juga menjadi saksi bisu perjuangan masyarakat adat Dayak Wehea dalam menjaga kelestarian alamnya.

Komunitas adat Dayak Wehea yang bermukim di Desa Nehas Liah Bing, Kabupaten Kutai Timur, memiliki peran penting dalam menjaga Hutan Wehea. Mereka tidak hanya bertanggung jawab melindungi hutan, tetapi juga aktif menyadarkan generasi muda akan pentingnya hutan melalui edukasi.

Yuliana Wetuq, Koordinator Kelompok Penjaga Hutan Wehea, menceritakan dengan penuh semangat tentang upaya mereka dalam melestarikan hutan ini. "Kami mengajak masyarakat dan para pemuda agar mengerti cara menjaga hutan dan apa saja yang harus dilindungi," tutur Yuliana seperti dikutip dari Antara, Minggu (16/6/2024).

Di sekitar Hutan Wehea, beberapa sekolah telah mendapatkan edukasi tentang pelestarian hutan, termasuk sekolah-sekolah negeri dan swasta. Mereka diajarkan untuk menghargai dan melindungi hutan yang merupakan warisan leluhur serta sumber kehidupan.

Hutan Wehea membentang seluas 38.000 hektare di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Selain menjadi rumah bagi 61 spesies mamalia, 114 jenis burung, dan 59 jenis pohon bernilai ekonomi, hutan ini juga memiliki fungsi hidrologis penting sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS) Wehea dan Long Gi di Kabupaten Berau.

Salah satu kekayaan hutan Wehea adalah tanaman obat-obatan yang merupakan ramuan turun-temurun. Masyarakat adat telah lama memanfaatkan apotek hidup ini untuk mengobati berbagai penyakit, baik di hutan maupun di kampung.

Upaya pelestarian Hutan Wehea telah berlangsung sejak 2004. Harapan Yuliana adalah agar hutan Wehea diakui sebagai hutan adat, sehingga pelestariannya lebih terjamin. Masyarakat adat memiliki ritual yang tidak bisa dipisahkan dari hutan, seperti penggunaan kayu tertentu yang hanya bisa ditemukan di Hutan Wehea. Ritual tersebut dirangkai dalam pesta adat Lom Plai yang digelar setahun sekali.

Hutan Wehea bebas dari kontaminasi industri seperti sawit, hutan tanaman industri, atau eksplorasi lainnya. Keberadaan hutan ini sangat penting untuk menjaga sumber air bersih dan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, patroli rutin dilakukan untuk menjaga hutan dari ancaman.

Di tengah rimbunnya Hutan Wehea, terdapat sebuah komunitas yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga kelestarian alam dan budaya mereka.

Yuliana Wetuq, seorang perempuan berusia 45 tahun dari Desa Nehas Liah Bing, menjadi salah satu motor penggerak komunitas ini. Sebagai koordinator kelompok penjaga Hutan Wehea, yang dikenal sebagai Petkuq Mehuey, Yuliana dan timnya bertugas menjaga hutan dari penebang liar, penambang liar, serta mengumpulkan data flora dan fauna.

Hutan Wehea merupakan bagian dari bentang alam Wehea-Kelay, yang mencakup wilayah hutan di Kabupaten Kutai Timur dan Berau, Kalimantan Timur.

Dengan luas mencapai 532.143 hektare, kawasan ini didominasi oleh hutan yang mencakup 87 persen dari total area. Kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk flora, fauna, dan nilai sosial budaya masyarakat setempat yang masih terjaga dengan baik.

 

Harapan dan Dukungan

Masyarakat Adat Dayak Wehea berharap agar pemerintah mengakui mereka sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan memberikan dukungan lebih besar.

Pengakuan ini akan memberikan hak untuk melindungi wilayah adat mereka dan melestarikan budaya mereka. Selain pengakuan MHA, masyarakat juga berharap adanya insentif dan operasional untuk pengurus lembaga adat, penyediaan satu unit pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan bantuan pendidikan bagi generasi penerus suku Dayak Wehea.

Cerita Yuliana dan Petkuq Mehuey adalah pengingat bahwa kelestarian alam dan budaya saling terkait erat. Menjaga hutan berarti menjaga budaya, dan sebaliknya. Dengan dedikasi dan semangat mereka, masa depan Wehea yang sejahtera dan lestari adalah mungkin.

Hutan Wehea adalah sebuah oase di tengah hiruk pikuk modernisasi, menjadi pengingat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam. Di balik lebatnya pepohonan, Wehea menyimpan pesan mendalam tentang tanggung jawab manusia untuk melestarikan warisan alam yang tak ternilai harganya.

Dengan sinergi antara masyarakat adat dan alam, Hutan Wehea akan terus menjadi simbol kekuatan dan kelestarian alam di Indonesia.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari