Indonesia.go.id - Transformasi Pertanian Indonesia: Dari Sawah Nusantara untuk Dunia

Transformasi Pertanian Indonesia: Dari Sawah Nusantara untuk Dunia

  • Administrator
  • Rabu, 22 Oktober 2025 | 10:41 WIB
TRANSFORMASI PERTANIAN INDONESIA
  Petani tengah menyebar pupuk untuk menambah kesuburan sawah mereka. (Foto: Dok. Kementan)
Transformasi ini berawal dari kesadaran mendalam akan tantangan global yang dihadapi umat manusia, perubahan iklim, krisis pangan, dan degradasi lahan. Sementara banyak negara masih berjuang menjaga produksi pangan, Indonesia menjawab tantangan itu dengan strategi jangka panjang: memperkuat riset, modernisasi, dan kolaborasi lintas sektor.

Indonesia dulu dikenal sebagai negara agraris, namun saat ini Indononesia melangkah lebih jauh, yakni menjadi pusat inovasi pertanian dunia. Bukan tanpa alasan, setelah satu dekade transformasi besar di sektor pertanian, Indonesia kini diakui sebagai salah satu pemain kunci dalam membentuk masa depan pertanian dunia yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.

Transformasi ini berawal dari kesadaran mendalam akan tantangan global yang dihadapi umat manusia—perubahan iklim, krisis pangan, dan degradasi lahan. Sementara banyak negara masih berjuang menjaga produksi pangan, Indonesia menjawab tantangan itu dengan strategi jangka panjang: memperkuat riset, modernisasi, dan kolaborasi lintas sektor.

Di era baru ini, pertanian Indonesia tidak lagi sekadar soal produksi bahan pangan, melainkan bagian dari ekosistem inovasi global. Program Food Estate, digitalisasi lahan pertanian, serta pengembangan varietas unggul tahan iklim ekstrem menjadi fondasi bagi ketahanan pangan nasional yang kini menjadi model bagi negara lain. “Indonesia telah membuktikan bahwa kedaulatan pangan bisa dicapai dengan memadukan kearifan lokal, teknologi modern, dan keberpihakan kepada petani.

Transformasi besar sektor pertanian Indonesia tak lepas dari revolusi teknologi. Digitalisasi melalui smart farming dan precision agriculture kini menjadi praktik umum di berbagai daerah. Sensor tanah, drone pemantau tanaman, hingga sistem irigasi otomatis berbasis AI digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Lembaga riset nasional dan universitas pun berlomba mengembangkan inovasi. Misalnya, varietas padi toleran kekeringan dan salinitas hasil riset anak bangsa kini telah ditanam di berbagai negara Asia dan Afrika melalui kerja sama pertanian selatan-selatan.

Sementara itu, startup pertanian tumbuh pesat, menghubungkan petani langsung dengan pasar melalui platform digital. Hasilnya, rantai pasok menjadi lebih efisien, nilai tambah meningkat, dan kesejahteraan petani ikut terdongkrak.

Beberapa waktu lalu, Indonesia masuk dalam daftar penerima rekognisi Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) atas kontribusi Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) dalam pembangunan sektor pangan dan pertanian dunia.

Penghargaan diserahkan pada acara Global Technical Recognition Ceremony di Kantor Pusat FAO, Roma, Italia, Rabu (15/10/2025), dalam rangka peringatan 80 tahun FAO. Indonesia menjadi salah satu dari 18 penerima rekognisi KSST pada dua kategori Country-Level Recognition dan Institutional-Level Recognition.

Dari 18 penerima, hanya lima perwakilan negara (Arab Saudi, Brasil, Tiongkok, Uganda, dan Maroko) yang dipanggil kepodium untuk menerima penghargaan langsung. Indonesia bersama penerima lainnya disampaikan melalui penayangan di layar utama dan penyampaian sertifikat digital oleh FAO.

Pada kategori Country-Level, FAO mengapresiasi peran Indonesia dalam mendorong transformasi pertanian dan ketahanan pangan global melalui program KSST yang selaras dengan FAO Strategic Framework 2022–2031 dan visi “Four Betters” (better production, better nutrition, better environment, better life).

Selama dua dekade terakhir, Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengimplementasikan inisiatif KSST untuk 74 negara, dengan mengirimkan 190 tenaga ahli, 400 alat dan mesin pertanian, 5.000 dosis semen beku, serta memberikan pelatihan bagi lebihdari 1.500 peserta dari Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Pasifik. Indonesia juga mendirikan pusat pelatihan regional di Tanzania, Gambia, dan Fiji serta mendukung pemulihan produksi pangan di Madagaskar dan Sudan.

Pada kategori Institutional-Level, penghargaan diberikan kepada Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, sebagai Centre of Excellence dalam reproduksi ternak. BBIB Singosari, Malang, Jawa Timur, menyuplai lebih dari 60 persen semen beku nasional, membuka ribuan lapangan kerja, serta meningkatkan nilai ekonomi peternakan nasional. Secara internasional, BBIB Singosari telah melatih lebih dari300 profesional dari 36 negara dan menjalin kerja sama dengan JICA dan Islamic Development Bank (IsDB).

Plt. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Ali Jamil, mengungkapkan penghargaan ini adalah sebuah simbol dari dunia Intenasional bahwa Indonesia telah bertransformasi menjadi solusi bagi pertanian di dunia. “Penghargaan ini merupakan pengakuan dunia atas peran strategis Indonesia sebagai penyedia solusi pertanian bagi negara berkembang. Indonesia telah bertransformasi dari penerima menjadi penyedia teknologi, tenaga ahli, dan inovasi pertanian global, seraya berkontribusi nyata dalam memperkuat ketahanan pangan dunia," ungkap Ali Jamil.

Kementerian Pertanian (Kementan) terus menunjukkan hasil konkret dari kerja lapangan yang digerakkan langsung oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Di tengah tantangan perubahan iklim dan tekanan pangan global, Kementan berhasil menjaga bahkan meningkatkan produksi beras nasional yang juga mendapatkan pengakuan lembaga dunia. Hal ini memantapkan Indonesia menuju swasembada beras dalam waktu dekat.

Langkah cepat dan kebijakan revolusioner di bawah kepemimpinan Amran kini membawa Indonesia berada di ambang swasembada beras, dengan capaian produksi tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan produksi beras Indonesia mencapai 33,19 juta ton pada Januari-November 2025, naik 12,62 persen dari tahun 2024.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Moch. Arief Cahyono mengungkapkan bahwa kepemimpinan Mentan Amran dan kolaborasi bersama berbagai pihak menjadi kunci utama dalam mengakselerasi produksi nasional.

Arief menjelaskan bahwa capaian ini didukung dengan strategi kuat yang telah dilakukan Kementan sejak memasuki tahun 2025. Termasuk optimalisasi lahan, cetak sawah, pompanisasi, perbaikan irgasi, modernisasi pertanian, kebijakan harga gabah yang menguntungkan petani, kebijakan pupuk bersubsidi, dan lainnya untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.

“Kita masifkan intensifikasi, yang tadinya tanam satu kali menjadi dua sampai tiga kali dalam satu tahun. Inilah kunci keberhasilan Kementan melakukan lompatan produksi luar biasa. Selain itu, kita tingkatkan penggunaan alsintan agar petani bisa lebih efisien. Ini memberikan dampak luar biasa terhadap peningkatan produksi,” terang Arief.

Kabiro Arief memaparkan bahwa capaian produksi Indonesia juga mendapatkan pengakuan dari dunia. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memprediksi produksi Indonesia di tahun 2025 menyentuh 34,6 juta ton.

Sementara itu, FAO menyebut Indonesia sebagai negara kedua dengan pertumbuhan produksi beras di dunia dengan proyeksi produksi mencapai 35,6 juta ton. “Dunia mengakui produksi beras Indonesia. Sekarang kita menghentikan impor, ini satu hal luar biasa di era Presiden Prabowo. Prestasi yang luar biasa. Ini memang kerja keras teman-teman Kementan dan petani kita,” paparnya.

Arief menerangkan bahwa peningkatan produksi juga berpengaruh pada stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang semakin kuat yang menyentuh 4,2 juta ton. Hal ini juga diiringi dengan peningkatan nilai tukar petani (NTP) yang meningkat menjadi 124,36.  “Selain menjaga produksi, Kementan juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan petani dan stabilitas ekonomi nasional. NTP meningkat 124,36 dan salah satu penyumbangnya sektor tanaman pangan. Sekarang petani bahagia karena HPP ditingkatkan sesuai dengan kebijakan revolusioner Presiden Prabowo dengan menetapkan HPP gabah sebesar Rp6.500 per kilogram GKP di tahun 2025,” jelas Arief.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa, Kementerian Komunikasi dan Digital, Molly Prabawaty, mengapresiasi capaian sektor pertanian. Ia mendorong penguatan kolaborasi lintas sektor untuk terus menyebarkan capaian pertanian. “Sebagaimana pernah disampaikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri. Capaian swasembada beras ini adalah cerminan nyata dari kemandirian tersebut. Maka tugas kita sebagai komunikator publik adalah memastikan semangat kemandirian ini menggema ke seluruh pelosok negeri, membangkitkan optimisme masyarakat, dan memperkuat kebanggaan nasional,” ungkapnya.

Dari Indonesia untuk Dunia

Transformasi ini membawa Indonesia menjadi rujukan global. Dalam berbagai forum internasional, Indonesia kini bukan lagi sekadar peserta—melainkan mitra solusi.
Melalui kerja sama dengan FAO, IFAD, dan berbagai negara sahabat, Indonesia aktif menularkan praktik terbaiknya dalam pertanian berkelanjutan, pengelolaan air, dan pemberdayaan petani muda.

Program Indonesia-Africa Agricultural Partnership menjadi contoh konkret. Dalam program ini, Indonesia membantu negara-negara di Afrika Timur mengembangkan sistem pertanian terpadu berbasis komunitas, teknologi irigasi hemat air, serta pelatihan kewirausahaan bagi petani muda.

Tak hanya itu, Indonesia juga menjadi eksportir teknologi dan pengetahuan—mulai dari benih unggul, pupuk hayati, hingga sistem informasi pertanian terpadu—yang kini digunakan di belasan negara berkembang.

Transformasi Indonesia dalam sektor pertanian tak lepas dari semangat keberlanjutan. Konsep Green Agriculture dan Low Carbon Farming diterapkan luas, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission 2060.

Di berbagai daerah, petani kini menjadi bagian dari solusi iklim. Sistem pertanian terpadu yang mengombinasikan tanaman, ternak, dan energi terbarukan mengubah desa-desa pertanian menjadi pusat ekonomi hijau. Pupuk organik, energi biomassa, serta rehabilitasi lahan kritis menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem pertanian nasional.

Masa Depan Pertanian Dunia Ada di Sini

Transformasi sejati tak akan terjadi tanpa perubahan di tingkat akar rumput. Pemerintah menempatkan petani sebagai pusat inovasi—bukan sekadar penerima kebijakan. Melalui program Petani Milenial, Kartu Tani Digital, dan Sekolah Lapang Smart Farming, generasi muda didorong untuk terjun ke dunia pertanian modern.

Kini, wajah pertanian Indonesia jauh berbeda. Di banyak daerah, petani muda mengelola lahan dengan sistem digital, memasarkan produk melalui platform daring, dan mengekspor hasil pertanian ke pasar global. Pertanian bukan lagi simbol kemiskinan, melainkan kebanggaan dan masa depan.

Transformasi pertanian Indonesia adalah perjalanan panjang dari kemandirian menuju kepemimpinan global. Negara yang dulu hanya dikenal sebagai pengimpor pangan kini menjadi inovator dan mitra strategis bagi dunia.

Di tengah krisis pangan global, Indonesia telah menunjukkan bahwa solusi ada di tangan negara yang mampu menyeimbangkan produktivitas, keberlanjutan, dan keadilan sosial. Capaian tersebut merupakan buah dari kepemimpinan setahun terakhir Presiden Praabowo Subianto

Seperti dikatakan Presiden Prabowo, “Indonesia tidak hanya ingin memberi makan rakyatnya sendiri, tetapi juga berkontribusi memberi makan dunia.”

Dan kini, dunia mulai menoleh ke arah Indonesia—bukan hanya karena hasil panennya, tetapi karena visi, inovasi, dan semangat gotong royong yang menjadi ruh transformasi ini.

 

Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-ekonomi-bisnis/943013/transformasi-pertanian-indonesia-dari-sawah-nusantara-untuk-dunia