Ritual Sadranan merupakan suatu tradisi untuk membersihkan makam leluhur dan ziarah kubur dengan prosesi penyampaian doa dan kenduri.
Ribuan warga yang berasal dari 15 desa Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah berkumpul di Alun-Alun Kecamatan Cepogo, Minggu pagi (9/2/2025). Sebagian besar mereka mengenakan baju tradisional Jawa dan mengusung tenongan (penyimpan makanan dari anyaman bambu) berisikan aneka sajian makanan. Warga lereng Gunung Merapi tersebut memadati lapangan untuk mengikuti pembukaan Grebeg Sadranan. Perhelatan ini tak hanya dihadiri warga sekitar Cepogo, namun juga masyarakat luar daerah seperti Kartasura, Solo hingga Yogyakarta.
Pergelaran itu menandai dimulainya Sadranan atau Nyadran yang telah dilaksanakan turun temurun oleh masyarakat setempat menjelang bulan suci Ramadan atau Ruwah dalam bulan penanggalan Jawa. Biasanya dilaksanakan secara bergiliran tiap dukuh atau desa mulai tanggal 10 Ruwah ke atas.
Untuk itulah, Paguyuban Kepala Desa dan Pemerintah Kecamatan Cepogo menggelar Grebeg Sadranan. Diawali dengan kirab oleh seluruh peserta, perwakilan warga dari 15 desa di kecamatan Cepogo, dari rumah kepala desa Mliwis menuju Alun-alun Pancasila. Selain tenong berisi berbagai makanan yang dibawa warga, juga ada 9 gunungan. Gunungan ini diisi berbagai penganan khas sadranan, yakni kue apem, sagon, jenang, jadah dan lainnya. Warga juga ada yang mengusung gunungan sayuran hasil bumi dan jajanan pasar.
Arak-arakan warga itu juga ada yang membawa tumpeng berikut lauk pauk lengkap dengan ingkung ayam. Sesampainya di alun-alun, gunungan, puluhan tumpeng, dan ratusan tenong ditaruh berjajar di lapangan. Di lokasi itu juga sudah ada ribuan warga yang hadir dan ngalap berkah dari Grebeg Sadranan ini.
Tenongan tersebut terbagi dua kelompok atau arah yakni arah barat. Arah barat yakni dari Desa Wonodoyo, Jombong, Gedangan, Sukabumi, Genting, Cepogo, Kembangkuning dan Gubug. Sedangkan dari arah timur dari Desa Sumbung, Paras, Mliwis, Jelok, Bakulan, Candigatak dan Cabeankunti.
Inti dari acara Sadranan ini, yakni doa dan membacakan jadwal sadranan 15 desa. Dengan begitu diharapkan menjadi festival tahunan berupa kenduri tenong, gunungan hasil bumi dan makanan khas, serta utamanya doa bersama agar Cepogo senantiasa menjadi daerah yang makmur, adil dan sejahtera.
“Ini sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT, yang telah memberikan begitu banyak nikmat,” ucap Ketua Panitia Pelaksana, Mawardi.
Tradisi Sadranan di Kecamatan Cepogo, Boyolali digelar hingga 21 Februari 2025. Setelah pembukaan tersebut, 14 desa Kecamatan Cepogo meneruskan tradisi Sadranan sesuai jadwal yang telah ditentukan masing-masing.
Awal Mula Sadranan
Konon tradisi ini sudah dijalankan sejak abad 15. Awal mula tradisi Sadranan ini ketika zaman Sunan Kalijaga bersama pengikutnya melakukan dakwah atau penyebaran agama Islam. Di wilayah ini, sebelum adanya Islam, warga setempat sudah menggelar ritual berkumpul mendoakan leluhur.
Ritual Sadranan merupakan suatu tradisi untuk membersihkan makam leluhur dan ziarah kubur dengan prosesi penyampaian doa dan kenduri. Dilakukan setiap tahun pada pertengahan bulan Ruwah atau menjelang bulan Ramadan. Prosesi ini kerap disebut Nyadran atau Sadranan yang masih terjaga dan terus berlangsung hingga kini.
Bagi masyarakat Kecamatan Cepogo, tradisi ini tak ubahnya seperti tradisi mudik Lebaran Idulfitri. Warga perantauan menyempatkan pulang kampung ke Cepogo saat tradisi Sadranan ini digelar. Tradisi ini diawali pada pagi hari dengan berziarah membawa tenong. Seusai berdoa, dilanjutkan makan bersama, dan setiap orang dipersilakan untuk mengambil makanan yang tersedia di tenong. Setelahnya, warga menggelar open house, membuka pintu untuk umum bersilaturahim dan menikmati jamuan makan dengan hidangan lokal.
Selain memperkuat tali kekerabatan antarsaudara, kerabat, maupun masyarakat lainnya, tradisi Sadranan sekaligus merawat tradisi spiritual demi keselamatan dan kemakmuran masyarakat Cepogo. Adapun Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Boyolali, Wiwis Trisiwi Handayani, mengapresiasi digelarnya grebeg sadranan ini.
“Pemkab Boyolali mengapresiasi terselenggarakannya grebeg sadranan ini. Kegiatan ini murni partisipasi gotong royong masyarakat dari 15 desa di Cepogo. Tak ada satu rupiah pun dari pemerintah kabupaten. Animo masyarakat luar biasa. Kami ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada masyarakat Cepogo. Kita jadikan ini program tahunan,” tukas Wiwis.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Untung Sutomo