Indonesia.go.id - Sulam Karawo, Warisan Abad ke-17 yang Berbenah untuk Go Internasional

Sulam Karawo, Warisan Abad ke-17 yang Berbenah untuk Go Internasional

  • Administrator
  • Kamis, 9 Oktober 2025 | 14:42 WIB
BUDAYA INDONESIA
  Sulaman karawo khas Gorontalo (ANTARA/Debby Mano)
Karawo terbagi ke dalam dua jenis: Karawo Manila dan Karawo Ikat. Karawo Manila dibuat menggunakan teknik sulam dan biasanya akan digunakan sebagai bahan pembuatan pakaian.

Dewan Kerajinan Nasional Daerah  (Dekranasda) Provinsi Gorontalo memperkuat komitmennya untuk memajukan wastra atau kain tradisional karawo, tidak hanya sebagai warisan budaya tetapi juga sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dan produk kreatif yang mendunia.

 
"Kita berkomitmen menggaungkan karawo hingga mendunia. Oleh karena itu Dekranasda akan terus mendampingi para perajin, memperkuat kualitas produk, dan membuka akses pasar,” kata Ketua Dekranasda Provinsi Gorontalo, Nani Ismail Mokodongan, dalam kegiatan Indonesia Berkarawo yang berlangsung di Grand Palace Convention Center, Kota Gorontalo, Minggu (28/9/2025).
 
Kegiatan itu menandai transformasi karawo yang tidak lagi sekadar busana adat, melainkan telah menjadi produk kreatif yang siap bersaing di pasar nasional dan global.
 
Secara bahasa, “karawo” adalah bahasa setempat untuk kata “sulaman”, sehingga menjadikan kain Karawo memiliki arti sebagai “kain yang disulam”.
 
Seperti dilansir the textilemap, tradisi sulam Karawo sendiri sudah diwariskan secara turun temurun oleh perempuan Gorontalo sejak abad ke-17.
 
Walau sempat ingin dihapus oleh Belanda di 1889, tradisi mokarawo, sebutan proses membuat sulaman, berhasil diselamatkan dengan secara diam-diam menyembunyikannya dari Belanda. Akhirnya, pada tahun 1960, Karawo dapat kembali diperdagangkan secara publik.
 
Karawo terbagi ke dalam dua jenis: Karawo Manila dan Karawo Ikat. Karawo Manila dibuat menggunakan teknik sulam dan biasanya akan digunakan sebagai bahan pembuatan pakaian. Sedangkan, sesuai namanya, Karawo Ikat menggunakan teknik ikat dan biasanya akan digunakan untuk membuat barang dekoratif seperti taplak meja dan sarung bantal.
 
Pembuatan kain Karawo dapat memakan waktu berkisar dari 4-30 hari, tergantung dari luasan bidang yang disulam. Tiga pengrajin ini akan dibagi tugas di mana orang pertama akan membuat pola di atas kertas, orang kedua akan mengurai benang pada kain yang akan disulam, dan orang ketiga akan menyulam kain-kain tersebut.
 
Secara garis besar, para pengrajin akan melalui beberapa tahapan. Pertama-tama, pengrajin akan memilih kain yang akan mereka sulam. Biasanya, mereka akan memilih kain yang memiliki serat lungsin dan pakan yang jelas terlihat seperti linen, katun jepang, atau sifon.
 
Hal itu dilakukan karena teknil sulam Karawo yang membutuhkan tahapan pencabutan benang dari serat kain, serta memudahkan pembuatan desain motif sulaman yang memanfaatkan teknik grid atau kristik, yaitu penggunaan pola kotak-kotak sebagai dasarnya seperti yang digunakan juga pada teknik sulam silang (cross stitch).
 
Setelah kain terpilih, barulah mulai proses pembuatan desain. Pengrajin dibebaskan untuk membuat motif baru atau mengikuti nilai budaya Gorontalo. Tahapan selanjutnya adalah yang paling rumit, yaitu proses cabut benang. Sebelum mengiris benang satu-persatu, pengrajin terlebih dahulu menyesuaikan lubang irisan dengan pola yang sudah dibuat.
 
Setelah diiris, barulah benang dicabuti agar dapat diisi dengan sulaman. Untuk Karawo manila, pengrajin akan mengisi pola pada kain dan mengikat bagian yang tidak terisi. Sebaliknya, pada Karawo Ikat, pengrajin akan mengikat terlebih dahulu baru mengisi desain motif.
 
Terakhir, untuk meningkatkan daya tahan kain, pengrajin akan melilit jalur-jalur benang. Proses penyulaman itu dibantu dengan alat widangan atau pembidangan berbentuk lingkaran untuk membuat kain menjadi tertarik ke segala arah sehingga menjadi mudah disulam.
 
Pada umumnya, kain Karawo memiliki motif yang terinspirasi dari alam dan bentuk geometris. Tentu saja, setiap motif memiliki filosofi sendiri yang mendasarinya.
 
Beberapa motif dan pengertiannya yang biasa diaplikasikan pada kain Karawo antara lain: motif pohon pinang (lurus dan jujur), motif mahkota (berguna bagi orang lain), motif buaya (hukum dan nasehat), motif tali atau simpul (persaudaraan), motif kelapa (kemuliaan dan keteguhan), motif gula aren (status tinggi), motif gapura (religius), motif janur (pemimpin yang cinta rakyat), motif pisang (semangat memberi sumbangsih dalam hidup), motif tebu (hangat dan ekspresif).(Sumber: mcgorontaloprov/fadila/haris)
 

Penulis: Eko Budiono
Redaktur: Untung S

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-sosial-budaya/940906/sulam-karawo-warisan-abad-ke-17-yang-berbenah-untuk-go-internasional