Indonesia.go.id - Bunga Anggrek, Simbol Persahabatan Antarbangsa

Bunga Anggrek, Simbol Persahabatan Antarbangsa

  • Administrator
  • Kamis, 19 Juni 2025 | 09:50 WIB
DIPLOMASI KEBUDAYAAN
  Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menerima bunga anggrek hasil hibrida dari Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam. Bunga itu lalu dinamai Paraphalante Dora Sigar Soemitro—sebagai bentuk penghormatan Presiden Prabowo kepada almarhumah ibundanya. SETPRES
Bunga bukan sekadar hiasan. Dalam dunia diplomasi, anggrek mekar sebagai simbol penghormatan, persahabatan, dan kekuatan lunak sebuah bangsa. 

Ketika di tengah prosesi kenegaraan yang penuh khidmat di Parliament House, Singapura, Senin (16/6/2025), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menerima bunga anggrek hasil hibrida dari Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam. Bunga itu lalu dinamai Paraphalante Dora Sigar Soemitro—sebagai bentuk penghormatan Presiden Prabowo kepada almarhumah ibundanya.

“Saya merasa terhormat dengan upacara penamaan anggrek khusus ini. Saya rasa ini adalah bentuk penghormatan tertinggi,” ucap Prabowo dalam sambutannya. Ia menyebut diplomasi anggrek Singapura sebagai strategi yang layak dipelajari, bahkan ditiru, karena sarat makna dan kesantunan.

Dalam dunia hubungan antarnegara, praktik seperti ini dikenal sebagai bagian dari diplomasi budaya—bentuk kekuatan yang tak bergantung pada militer atau ekonomi, melainkan pada pesona, nilai, dan simbol. Konsep ini dipopulerkan oleh pakar hubungan internasional Harvard University, Amerika Serikat, Joseph S. Nye, melalui teori soft power.

Soft Power: Memikat Tanpa Memaksa

Joseph Nye (1990) mendefinisikan soft power sebagai “kemampuan suatu negara untuk mendapatkan apa yang diinginkan melalui daya tarik budaya, nilai-nilai politik, dan kebijakan luar negeri yang sah.” Berbeda dari hard power yang mengandalkan kekuatan militer atau ekonomi, soft power bersandar pada persuasi dan keteladanan.

Dalam konteks ini, diplomasi bunga anggrek adalah manifestasi nyata dari kekuatan lunak Indonesia dan Singapura. Tidak ada ancaman, tidak ada tekanan. Hanya sebatang anggrek yang mekar membawa pesan penghormatan, pengakuan, dan persahabatan.

Dengan memilih untuk memberi nama anggrek sesuai nama ibundanya, Presiden Prabowo tidak hanya membalas penghormatan, tetapi juga menanamkan nilai emosional dalam hubungan bilateral. Gestur ini menunjukkan bahwa diplomasi bisa dijalankan melalui empati dan budaya.

"Saya harap tidak ada hak cipta. Tapi saya pikir itu bentuk penghormatan tertinggi. Jika Anda ditiru, berarti Anda telah melakukan sesuatu yang baik," ujar Prabowo sambil tersenyum, menandai kehangatan suasana diplomatik.

Tradisi Diplomasi Anggrek

Singapura dikenal memiliki tradisi Orchid Diplomacy sejak 1950-an. Nama-nama besar dunia seperti pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden AS Barack Obama, hingga Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping telah memiliki anggrek yang dinamai untuk menghormati mereka.

Dengan Paraphalante Dora Sigar Soemitro, Singapura menyambut Prabowo ke dalam jajaran tokoh dunia yang mendapat penghormatan tersebut. Anggrek hibrida ini memiliki kelopak merah muda lembut dengan garis mawar, serta bibir bunga emas bertotol merah marun—kombinasi yang anggun dan simbolis.

CEO Singapore National Parks, Hwang Yu-ning, menjelaskan bahwa anggrek ini dikenal sangat produktif berbunga, mencerminkan harapan akan hubungan bilateral yang terus bertumbuh.

Ia juga menyerahkan buku “Singapore’s Orchid Diplomacy” kepada Presiden Prabowo, menjadikan momen tersebut sebagai pertukaran budaya sekaligus dialog antarbangsa yang elegan.

Jejak Diplomasi Anggrek Indonesia

Indonesia sendiri bukan asing dalam diplomasi flora. Pada 1965, Presiden pertama RI Sukarno menghadiahkan bunga anggrek dendrobium kepada pemimpin Korea Utara, Kim Il Sung. Anggrek itu kemudian diberi nama Kimilsungia, hasil persilangan oleh ahli botani Jerman bernama C.L. Bundt di Kebun Raya Bogor. Kala itu, Kim Il Sung hadir ke Jakarta dan Bogor dalam rangka peringatan 10 tahun Gerakan Non Blok. 

Sejak saat itu, Kimilsungia menjadi bunga nasional Korea Utara dan monumen peringatannya didirikan di Kebun Raya Bogor pada 2011. Sebuah bukti bahwa satu kuntum bunga bisa mekar menjadi simbol kenegaraan lintas dekade. Bahkan, setiap peringatan ulang tahun Kim Il Sung, bunga tersebut dipamerkan kepada publik di Pyongyang.   

Kini, melalui kepemimpinan Prabowo, Indonesia tampaknya bersiap menghidupkan kembali kekuatan lunak ini. Bila dikelola secara konsisten, diplomasi anggrek bisa menjadi bagian dari strategi diplomasi budaya yang memperkuat citra Indonesia di mata dunia.

Satu hal, Indonesia memiliki lebih dari 5.000 spesies anggrek, menjadikannya salah satu negara dengan keanekaragaman anggrek tertinggi di dunia. Dari Jawa hingga Papua, anggrek hidup dalam ragam rupa dan warna.

Bukan tidak mungkin, keanekaragaman ini menjadi aset dalam diplomasi budaya. Bila Republik Rakyat Tiongkok dikenal dengan diplomasi panda atau jalur sutra Beijing, Indonesia bisa menampilkan diplomasi anggrek sebagai wajah lembutnya kepada dunia.

Di berbagai negara, soft power telah terbukti lebih efektif dalam membangun pengaruh jangka panjang. Hal ini ditegaskan Nye bahwa, "the best propaganda is not propaganda, but a country’s own success story".

Diakui memang hubungan internasional modern tidak lagi hanya dibangun di meja perundingan atau forum ekonomi. Ia juga tumbuh dari taman-taman, galeri seni, meja makan, hingga sekuntum bunga. Diplomasi bunga anggrek menandai pendekatan baru: humanis, bermakna, dan berakar pada budaya lokal.

Presiden Prabowo menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya bangsa yang kuat secara geopolitik, tetapi juga hangat dan berakar dalam nilai-nilai kemanusiaan.

Anggrek juga telah berbicara mewakili Indonesia. Ia tidak berteriak, tidak mengancam. Ia hanya mekar, dan dalam mekarnya menyampaikan pesan: bahwa persahabatan sejati bisa tumbuh bahkan dari satu kelopak bunga.

 

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto

Redaktur: Untung S

Berita Populer