Transformasi ekonomi digital di Indonesia bergerak cepat. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2025, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan melampaui USD130 miliar, menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara.
Pesatnya arus digitalisasi global menjadikan Indonesia menapaki babak baru dalam perjalanan ekonominya. Inovasi digital kini menjadi motor penggerak utama dalam memperkuat transformasi ekonomi dan keuangan digital (EKD) nasional.
Perubahan ini tidak sekadar soal teknologi canggih atau aplikasi mutakhir, melainkan tentang bagaimana inovasi tersebut mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, mulai dari kota besar hingga pelosok desa.
Transformasi ekonomi digital di Indonesia bergerak cepat. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2025, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan melampaui USD130 miliar, menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara. Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya adopsi layanan digital seperti e-commerce, pembayaran nontunai, serta platform keuangan digital yang membuka akses lebih luas bagi masyarakat terhadap layanan keuangan formal.
Namun, inovasi yang efektif bukan hanya diukur dari kecanggihan teknologi. Inovasi sejati adalah yang relevan, terjangkau, dan mudah diterapkan. Di berbagai daerah, muncul beragam contoh nyata: pelaku UMKM yang beralih ke platform digital untuk memasarkan produknya; petani yang menggunakan aplikasi pertanian berbasis data untuk memantau cuaca dan harga pasar; hingga masyarakat perdesaan yang kini dapat mengakses layanan keuangan melalui dompet digital dan agen bank tanpa harus pergi ke kota.
Pemerintah pun terus memperkuat ekosistem ekonomi digital melalui kebijakan yang mendorong kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan komunitas inovator. Program seperti Gerakan Nasional 1000 Startup Digital, Digital Talent Scholarship, hingga Satu Data Indonesia menjadi fondasi penting dalam mempercepat adopsi teknologi yang inklusif dan berkelanjutan.
Meski demikian, tantangan masih membentang. Kesenjangan digital, literasi teknologi yang belum merata, serta isu keamanan data menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Sebab tanpa penyertaan semua pihak, transformasi digital berisiko hanya dinikmati segelintir kelompok.
Namun satu hal yang pasti, arah perubahan sudah jelas. Indonesia tengah membangun pondasi menuju ekonomi digital yang tangguh, inklusif, dan berdaya saing global. Di balik layar transformasi itu, inovasi digital menjadi denyut nadi yang menghidupkan peluang, menggerakkan ekonomi, dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerdas dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi Digital
Ketika dunia semakin terkoneksi oleh teknologi, istilah transformasi digital sering kali dikaitkan dengan hal-hal canggih—kecerdasan buatan, big data, atau otomatisasi. Namun sejatinya, transformasi digital bukan semata tentang deretan inovasi teknologi baru, melainkan tentang manusia dan bagaimana teknologi membuka kesempatan yang lebih adil bagi semua.
Di Indonesia, semangat itu mulai terasa dalam berbagai sektor. Dari ruang kelas hingga pasar tradisional, dari pelayanan publik hingga dunia usaha, digitalisasi kini hadir bukan untuk menggantikan manusia, tetapi untuk memampukan mereka.
Seorang guru di pelosok Papua kini dapat mengakses materi pembelajaran daring yang sama dengan rekan-rekannya di Jakarta. Petani di Lombok dapat mengetahui harga gabah nasional lewat aplikasi di ponselnya. Pelaku UMKM di Kendal bisa menjual produknya hingga ke luar negeri melalui platform digital. Semua ini adalah bukti bahwa teknologi yang tepat guna mampu menjadi jembatan pemerataan, bukan sekadar simbol kemajuan.
Pemerintah dan sektor swasta pun mulai memaknai transformasi digital secara lebih manusiawi. Pembangunan infrastruktur digital diiringi dengan peningkatan literasi dan pemberdayaan sumber daya manusia. Program pelatihan talenta digital, edukasi keamanan siber, serta pendampingan UMKM menjadi upaya konkret agar tidak ada yang tertinggal di era baru ini.
Namun, perjalanan menuju transformasi digital yang inklusif tidak selalu mudah. Masih ada kesenjangan akses internet, keterbatasan perangkat, dan rendahnya literasi digital di sebagian wilayah. Tantangan itu menjadi pengingat bahwa kemajuan teknologi harus diiringi dengan empati dan keberpihakan pada kelompok rentan—karena esensi digitalisasi adalah membuka peluang, bukan menciptakan kesenjangan baru.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, baru-baru ini mengakui perubahan signifikan dalam pola investasi generasi muda. Awalnya, ia merasa khawatir melihat anak muda berinvestasi di aset digital seperti cryptocurrency (crypto) atau pasar modal. Namun, setelah melihat hasilnya, Purbaya yakin bahwa arah investasi memang telah berubah ke ranah digital. "Kalau saya sekarang melihat anak muda investasi di crypto atau pasar modal melalui itu saya agak takut. Kenapa? Zaman dulu gak ada. Tapi saya lihat, oh ternyata bisa berhasil juga. Berarti mungkin ke depan arahnya ke sana," ujarnya dalam acara CXO Media Forum beberapa waktu lalu. Pernyataan ini muncul di tengah tren investasi digital yang semakin populer di Indonesia.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Agustus 2025, jumlah investor pasar modal mencapai 12,5 juta orang, naik 20 persen dari tahun sebelumnya, dengan mayoritas berusia di bawah 35 tahun. Sementara itu, pengguna crypto di Indonesia mencapai 18 juta, menurut laporan Asosiasi Blockchain Indonesia (Asosiasi Blockchain Indonesia), dengan transaksi harian mencapai Rp1 triliun.
Menkeu Purbaya menekankan pentingnya generasi muda belajar sejak dini tentang investasi digital, karena masa depan keuangan kemungkinan besar akan bergeser ke sana.
Namun, Purbaya juga mengingatkan bahwa investasi bukan hanya soal keuntungan, tapi juga risiko, alat yang digunakan, dan tantangan yang dihadapi. "Dengan pemahaman yang matang, peluang sukses dalam investasi akan jauh lebih besar," ujar Purbaya.
Ia menyarankan agar investor tidak terburu-buru, melainkan mempelajari instrumen secara mendalam. "Jadi kalau mau berinvestasi ya, di instrumen apapun, pelajari instrumen itu apa. Jangan ikut-ikutan orang, jangan FOMO (Fear of Missing Out). Pelajari instrumennya apa, pasti berhasil," kata Purbaya.
Transformasi digital sejati adalah tentang manusia yang berdaya, bukan sistem yang menggantikan manusia. Ia adalah tentang bagaimana teknologi menjadi sarana untuk menciptakan kesempatan yang lebih luas, lebih adil, dan lebih manusiawi bagi setiap warga negara.
Ketika setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau tempat tinggalnya, memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang di era digital, maka di situlah makna sejati transformasi digital benar-benar terwujud.
Penguatan Talenta Digital dan Infrastruktur Digital
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa transformasi digital sejati bukan hanya soal teknologi baru, tetapi tentang manusia dan kesempatan yang lebih adil bagi semua.
Dalam arah kebijakan digital nasional, ia menyoroti tiga jurus utama yang kini dijalankan pemerintah, yaitu membangun ekosistem digital yang inklusif, mempercepat inovasi dan efisiensi, serta mencetak talenta digital unggul. "Transformasi digital bukan urusan teknologi saja, tapi tentang manusianya, tentang kesempatan yang lebih adil bagi semua dari kota hingga pelosok,” ujar Meutya dalam sambutannya pada Forum Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) x Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2025 di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Meutya Hafid menekankan bahwa pembangunan digital tidak hanya soal infrastruktur fisik, seperti BTS dan satelit, tetapi juga pembangunan talenta manusia. "Manusia juga menjadi bagian dari infrastruktur digital yang penting untuk disiapkan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Menteri Meutya menjelaskan Kemkomdigi telah menyelenggarakan program Digital Talent Scholarship dan AI Talent Factory untuk melahirkan talenta-talenta digital.
Selain itu, Kemkomdigi juga menghadirkan ruang bagi para talenta digital tersebut untuk terhubung dengan industri melalui Garuda Spark Innovation Hub dan HUB.ID Connection Hub.
Sementara di sisi infrastruktur konektivitas, program Satelit Republik Indonesia (SATRIA) I telah menghadirkan akses internet di 27.865 titik layanan publik dan peluncuran Satelit Nusantara V menambah kapasitas broadband nasional menjadi 370 Gbps, tertinggi di ASEAN. “Di Indonesia Timur, misalnya Papua, sudah ada 1.631 titik layanan publik. Jadi kalau yang sering bertugas di Papua, koneksinya jauh lebih baik dari sebelumnya, tentu juga terus membangun di wilayah 3T lainnya,” jelas Meutya Hafid.
Dengan tersedianya konektivitas dan kolaborasi strategis antara pemerintah dan sektor swasta, Indonesia kini menjadi pasar digital terbesar di ASEAN dengan 229,4 juta pengguna internet atau 80,6 persen dari populasi. Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur konektivitas yang terus berjalan.
Konektivitas yang semakin luas juga telah menghadirkan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat. "Gerobak-gerobak kecil sekarang sudah menggunakan QRIS. Jadi kami ikut berbangga dan senang, karena ekosistem digital sangat berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat," tuturnya.
Meutya Hafid mengungkapkan sinergi dan inovasi menjadi dua kata kunci utama untuk mengakselerasi transformasi ekonomi dan keuangan digital. "Kemajuan hanya dapat dicapai jika pemerintah, regulator, industri, akademisi, dan pelaku inovasi melangkah bersama," tegasnya.
Pemerintahan Prabowo sendiri mendorong kekuatan digital anak bangsa sebagai pencipta inovasi. “Kita telah membuktikan bahwa kita siap menjadi bangsa yang memiliki kekuatan digital, bukan hanya sebagai pengguna, tapi juga pencipta inovasi teknologi," demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar dalam Leaders' Insight-nya.
Ia menekankan pentingnya human centered digital economy. “Transformasi digital harus menyentuh literasi, memperluas akses, dan membangun kapasitas manusia. Tujuannya jelas, agar masyarakat kita semakin berdaya dan memiliki daya saing dibanding negara-negara lainnya," pungkas Menko Muhaimin Iskandar.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyoroti dua langkah utama dalam memperluas digitalisasi di daerah. Pertama, meningkatkan literasi pemerintah daerah agar mampu menerapkan sistem digital secara efektif. Kedua, memastikan keseragaman arah dan standar penerapan digitalisasi secara nasional agar pelaksanaannya di daerah terorkestrasi dengan baik.
Katalis Pertumbuhan Ekonomi
Transformasi digital di daerah berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan produktivitas, efisiensi ekonomi, daya saing, dan inklusivitas ekonomi keuangan.
Dalam hal ini, digitalisasi menjadi jembatan mewujudkan visi untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan menjaga ketahanan perekonomian. Hal ini sejalan dengan Asta Cita Pemerintah dimana Presiden Prabowo Subianto menempatkan transformasi digital sebagai pendorong pembangunan ekonomi nasional.
Ekonomi keuangan digital Indonesia tumbuh pesat dan akan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi di masa depan. Selaras dengan Asta Cita, digitalisasi ditempatkan sebagai prioritas nasional untuk membangun perekonomian yang efisien dan inklusif, dengan teknologi yang memberdayakan menuju Indonesia Emas 2045.
Pemanfaatan sistem pembayaran digital, salah satunya melalui QRIS, telah menjangkau hampir 60 juta pengguna menghadirkan kemudahan, efisiensi, dan kecepatan. Sekitar 93 persen dari pengguna QRIS tersebut merupakan UMKM yang mencerminkan bahwa digitalisasi keuangan telah tumbuh secara organik dari masyarakat.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan ekonomi dan keuangan digital Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di dunia dan akan terus diakselerasi. “Saat ini Indonesia sudah menjadi the fastest growing digital economy," ujar Perry.
Pada triwulan III 2025, volume transaksi pembayaran digital mencapai 12,99 miliar transaksi atau tumbuh 38,08 persen (yoy), sejalan dengan perluasan akseptasi dan kanal pembayaran digital. Capaian tersebut mencerminkan semakin kuatnya fondasi digitalisasi sistem pembayaran nasional sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
Selain itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menegaskan bahwa transformasi digital bukan sekadar penerapan teknologi, melainkan upaya menghadirkan inovasi yang memperluas akses keuangan yang inklusif, meningkatkan efisiensi dan keamanan layanan, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. "Transformasi digital harus dibangun dengan landasan kuat, kepercayaan terhadap sistem, tatakelola, dan pelindungan konsumen. Oleh karena itu inovasi dan mitigasi risiko serta tata kelola yang terpercaya harus berjalan beriringan" tambah Ketua DK OJK Mahendra.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa seiring dengan peluang yang besar, muncul pula tantangan baru untuk memastikan keamanan sistem pembayaran, meningkatkan literasi digital masyarakat, dan membangun kepercayaan agar inovasi keuangan digital tumbuh secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. "Karena itu, Pemerintah telah menerbitkan Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030 dan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional. Pemerintah juga telah membuka akses investasi teknologi yang luas untuk berbagai sektor termasuk keuangan. Selanjutnya, semua ini perlu dimanfaatkan oleh para generasi muda Indonesia," kata Airlangga.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono menambahkan tentang pentingnya peran infrastruktur, baik fisik maupun digital, dalam mendorong terciptanya ekosistem ekonomi keuangan digital yang inklusif. “Kita hadirkan infrastruktur untuk menjembatani masyarakat yang memiliki akses untuk ruang digital dan tidak. Literasi masyarakat harus semakin baik agar tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa sekitar kita. No one and no region left behind," ujar Agus Agus Harimurti Yudhoyono.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta menyampaikan digitalisasi telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru yang mengubah cara bertransaksi, berproduksi, bahkan berinteraksi di ruang ekonomi.
“Implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 telah memberikan hasil nyata. Transaksi digital nasional tumbuh pesat hingga Rp59,4 ribu triliun, atau sekitar tiga kali PDB Indonesia. Semangat sinergi, kolaborasi, dan inovasi akan mampu menjadikan digitalisasi dapat berkembang secara aman dan berkelanjutan serta sebagai kekuatan baru menuju Indonesia Emas 2045," kata Deputi Filianingsih.
Sinergi Perluas Inklusi Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa transformasi keuangan digital harus mendorong inklusi dan memperluas kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Demikian disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (KE IAKD) OJK Hasan Fawzi dalam penutupan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu (1/11/2025). “Transformasi keuangan digital harus menjadi sarana untuk memperluas akses dan kesempatan, bukan menciptakan kesenjangan baru. OJK berkomitmen memastikan setiap inovasi berjalan secara bertanggung jawab, beretika, dan berkelanjutan,” ujar Hasan.
Hasan juga menambahkan bahwa OJK akan terus menjaga keseimbangan antara dorongan terhadap inovasi dengan mitigasi risiko yang mungkin timbul, serta memperkuat pelindungan konsumen. “Kami di OJK akan terus hadir dan menjaga keseimbangan antara inovasi di satu sisi dengan kemampuan memitigasi risiko-risiko yang mungkin ditimbulkan, antara terus mendorong pertumbuhan dengan menghadirkan pelindungan terhadap konsumen dan nasabah tanpa kompromi,” ungkapnya.
Hasan juga menegaskan bahwa arah kebijakan yang dikeluarkan OJK selaras dengan Asta Cita Pemerintah, khususnya dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, peningkatan produktivitas, serta pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan wilayah, di mana transformasi digital menjadi instrumen pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan KEK Rizal Edwin Manansang menyampaikan apresiasi atas keberhasilan penyelenggaraan FEKDI x IFSE 2025 sebagai simbol sinergi nasional dalam mempercepat transformasi digital. “FEKDI dan IFSE tahun ini bukan sekadar festival, tetapi cerminan dari semangat kolaborasi dan inovasi nasional untuk membangun transformasi ekonomi yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan,” ujar Edwin.
Lebih lanjut, Edwin menekankan pentingnya inovasi frugal sebagai pendekatan yang tepat untuk mendorong efisiensi dan keterjangkauan dalam pemanfaatan teknologi digital, agar manfaat ekonomi digital dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat. “Inovasi yang hemat sumber daya atau frugal innovation menekankan pada efisiensi, keterjangkauan, dan skalabilitas agar setiap terobosan teknologi dapat menjangkau seluruh masyarakat, termasuk mereka yang belum pernah tersentuh oleh layanan keuangan formal,” tambahnya.
Menuju Ekonomi Digital yang Adil dan Berkelanjutan
Selama tiga hari penyelenggaraan (30 Oktober–1 November 2025), FEKDI x IFSE 2025 menjadi wadah kolaborasi strategis antara OJK, BI dan Kemenko Perekonomian, serta melibatkan pelaku industri keuangan digital, startup, akademisi, dan masyarakat. Forum ini menghadirkan berbagai sesi diskusi, pameran teknologi, hingga kompetisi inovasi seperti Hackathon BI–OJK 2025 dan QRIS Jelajah 2025, yang mendorong generasi muda Indonesia untuk menghadirkan solusi keuangan digital nyata bagi masyarakat.
FEKDI x IFSE 2025 menjadi wujud kolaborasi pemerintah, regulator, industri, akademisi, dan masyarakat dalam membangun ekosistem ekonomi digital yang tangguh dan berdaya saing global. Forum ini juga menegaskan posisi Indonesia dalam mendukung ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) serta komitmen menuju ekonomi digital regional bernilai USD2 triliun pada 2030.
OJK memandang kolaborasi lintas otoritas seperti FEKDI x IFSE 2025 sebagai instrumen strategis untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digital dan memastikan inovasi berkembang berlandaskan tata kelola, etika, dan pelindungan konsumen.
OJK menegaskan komitmennya untuk memperkuat regulasi, mendorong inovasi yang bertanggung jawab, dan memastikan transformasi ekonomi digital nasional berlangsung inklusif, aman, dan berkeadilan.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menekankan pentingnya sinergi, inovasi, dan akselerasi sebagai tiga kunci utama dalam mempercepat transformasi ekonomi dan keuangan digital Indonesia. “Tanpa sinergi maka kita tidak akan bisa mencapai tujuan digitalisasi secara optimal. Tanpa inovasi kita juga tidak akan mencapai sasaran dari digitalisasi secara tepat. Dan yang ketiga adalah akselerasi transformasi ekonomi,” jelas Destry.
Destry Damayanti juga menyoroti bahwa digitalisasi di sektor keuangan tidak dapat dilakukan secara terpisah dan menegaskan pentingnya power of we sebagai filosofi kolaborasi dalam inovasi. “Di pasar uang, walaupun mandatnya adalah Bank Indonesia, tapi dalam meningkatkan pasar uang kita, gak mungkin Bank Indonesia jalan sendiri. Bank Indonesia bersama-sama dengan OJK dan industri membangun infrastruktur bersama,” kata Destry.
Kolaborasi yang kuat antar pemangku kepentingan akan menjadi fondasi bagi terwujudnya ekonomi digital yang tangguh dan berkeadilan. Pemerintah terus berkomitmen untuk memperluas infrastruktur, memperkuat regulasi yang adaptif, serta menciptakan iklim inovasi yang kondusif.
Namun yang tak kalah penting, pembangunan ekonomi digital harus berpihak pada nilai-nilai inklusivitas—memastikan setiap warga negara memiliki akses, kemampuan, dan kesempatan untuk berkembang di era digital.
Transformasi digital sejati bukan hanya tentang kemajuan teknologi, tetapi tentang memberdayakan manusia. Melalui semangat kolaborasi dan gotong royong lintas sektor, Indonesia sedang menapaki jalan menuju masa depan ekonomi digital yang inklusif, adil, dan berkelanjutan—di mana tidak ada satu pun yang tertinggal di belakang.
Indonesia sedang menjalani transformasi besar-besaran menuju ekonomi digital inklusif. Pertumbuhan pesat sektor digital tidak bisa dilepaskan dari kerja sama berbagai pihak—pemerintah, swasta, komunitas, akademisi, dan masyarakat—yang bahu-membahu membangun ekosistem digital yang terbuka untuk semua.
Pemerintah berperan sebagai arsitek kebijakan yang menciptakan fondasi bagi pertumbuhan ekonomi digital yang adil. Melalui berbagai program seperti Gerakan Nasional Literasi Digital, UMKM Go Digital, dan pengembangan Satelit Satria untuk memperluas akses internet di daerah terpencil, negara hadir memastikan tidak ada warga yang tertinggal di era digital.
Sementara itu, sektor swasta dan startup menjadi motor inovasi. Platform e-commerce dan fintech membuka akses keuangan bagi jutaan pelaku usaha mikro dan kecil yang sebelumnya tidak tersentuh layanan perbankan. Kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan teknologi melahirkan inisiatif seperti pelatihan digital, sistem pembayaran inklusif, dan dukungan logistik terpadu bagi UMKM.
Komunitas dan lembaga pendidikan turut memainkan peran penting. Mereka menjadi jembatan literasi dan pemberdayaan masyarakat di tingkat akar rumput—mengajarkan keterampilan digital dasar, keamanan data, hingga pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas.
Meski kemajuan signifikan telah dicapai, tantangan masih ada. Kesenjangan digital masih terasa antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antara kelompok muda yang melek teknologi dan generasi tua yang masih beradaptasi. Di sinilah pentingnya inclusivity mindset—bahwa setiap inovasi digital harus mempertimbangkan akses dan kemampuan semua lapisan masyarakat.
Kolaborasi juga harus menyentuh aspek gender dan disabilitas. Banyak inisiatif kini mulai melibatkan perempuan, penyandang disabilitas, dan komunitas adat dalam program digitalisasi ekonomi. Pendekatan ini membuktikan bahwa inklusivitas bukan hanya nilai moral, tetapi juga strategi pembangunan yang memperkuat daya saing bangsa.
Ekonomi digital inklusif bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang menuju pemerataan kesejahteraan. Dalam perjalanan ini, kolaborasi menjadi jantung yang memompa semangat gotong royong di dunia maya maupun nyata.
Seperti yang kerap diungkapkan banyak pemangku kepentingan, “Tidak ada inklusivitas tanpa kolaborasi.” Hanya dengan bekerja bersama, berbagi peran, dan memastikan setiap warga memiliki akses dan kemampuan untuk berpartisipasi, Indonesia bisa mewujudkan ekonomi digital yang bukan hanya tumbuh, tetapi juga merata, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/features/945241/inovasi-digital-motor-penggerak-transformasi-ekonomi-indonesia