Pemerintah membentuk Badan Pangan Nasional. Kehadiran lembaga ini juga dapat menjadi jalan paling realistis dalam memangkas rantai birokrasi antarlembaga urusan pangan.
Badan Pangan Nasional resmi terbentuk seiring keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 66/2021 tertanggal 29 Juli 2021. Lahirnya lembaga itu tentu menjadi harapan baru menuntaskan berbagai isu pangan, termasuk masalah ketidakstabilan harga.
Sebenarnya, bila mengacu dari Undang-Undang (UU) nomor 18/2012, lembaga itu sudah terbentuk tiga tahun sejak lahirnya UU tersebut, yakni pada 2015. Namun, mengacu UU Pangan itu terutama Pasal 129 disebutkan, UU itu harus diikuti dengan regulasi lanjutan berupa perpres. UU Pangan sendiri telah diubah juga dan masuk ke dalam UU nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.
"Badan Pangan Nasional merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden," bunyi Pasal 1 Ayat 2 regulasi tersebut.
Tak dipungkiri, masalah pangan yang lambat diatasi kerap berimbas pada melambungnya harga kebutuhan pokok yang mendorong inflasi. Nah, kehadiran lembaga ini diharapkan juga dapat menjadi jalan paling realistis dalam memangkas rantai birokrasi antarlembaga urusan pangan.
Oleh karena itu, lembaga ini sekaligus diarahkan dapat mengakhiri sumbatan koordinasi. Selama ini, urusan pangan di negeri ini dikendalikan oleh sejumlah lembaga.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, tugas menjaga ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga pangan kini ada di tangan lembaga baru ini. Badan Pangan Nasional langsung bertanggung jawab kepada presiden.
“Peran pemerintah untuk ketersediaan pasokan tetap ada. Hanya saja, tidak lagi dari Kemendag, tetapi dari Badan Pangan Nasional,” kata Oke, pada Rabu (25/8/2021).
Menurutnya, badan ini akan melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan yang dilakukan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berkaitan dengan stabilitas harga dan inflasi, khususnya bahan pokok, tetap akan dijaga oleh Badan Pangan Nasional melalui BUMN di bidang pangan sebagai instrumennya. “Dengan demikian [pembahasan stabilisasi harga pangan dan inflasi] tidak perlu rapat koordinasi lagi,” tegasnya.
Selama ini, stabilisasi harga pangan yang salah satunya menghasilkan rekomendasi impor pangan dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dengan kehadiran Badan Pangan Nasional, lembaga ini memiliki otoritas untuk memutuskan kebijakan vital ihwal pengendalian bahan kebutuhan pokok seperti penentuan kuota impor pangan, penyaluran cadangan pangan, hingga substitusi pangan.
Sembilan Jenis Pangan
Dalam perpres ini, terdapat sembilan jenis pangan yang menjadi kewenangan lembaga baru itu, yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Apalagi, isu tentang stabilitas harga sembilan jenis pangan tersebut menjadi masalah krusial di tengah pandemi Covid-19, karena sangat sensitif terhadap daya beli masyarakat.
Jika neraca dan harga pangan stabil, inflasi akibat pangan ini diharapkan tetap terjaga. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan tingkat inflasi pada 2021 bakal sesuai target pemerintah pada kisaran 2 persen--4 persen.
Namun, dia tetap memperingatkan soal risiko kenaikan inflasi pada 2022 imbas dari naiknya permintaan serta kenaikan harga komoditas dunia. Plt. Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menegaskan, secara otomatis keberadaan BKP menjadi cikal-bakal Badan Pangan Nasional.
“Di dalam Perpres nomor 66/2021 tergambar bahwa BKP merupakan embrio dari Badan Pangan Nasional,” katanya.
Dia menjelaskan, aparatur sipil negara (ASN) BKP Kementan bisa menjadi ASN di lembaga baru tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 46 Ayat (1) perpres tersebut. “Pengalihan ini dilaksanakan paling lambat satu tahun sejak perpres ini diundangkan,” tambah Sarwo.
Bagaimana hubungannya antara lembaga baru itu dan Bulog, kehadiran lembaga baru itu dipastikan tidak akan terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugasnya. Perum Bulog tetap menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam regulasi. Apalagi, secara korporasi, Bulog tetap di bawah Kementerian BUMN.
Fungsi dan tugasnya dari dahulu hingga kini, untuk penugasan masih sama, menjalankan sesuai aturan tentang ketahanan pangan nasional. Lantas bagaimana harapan pelaku usaha di sektor pangan? Wakil Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Billy Haryanto menilai, kehadiran Badan Pangan Nasional bisa mengurai serangkaian karut-marut pangan nasional.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, Perpres nomor 66/2021 telah sesuai dengan yang diinginkan industri sejak lama.
Menurutnya, Badan Pangan Nasional tidak hanya akan menjadi lembaga pemberi saran, tetapi juga menjalankan fungsi pengelolaan. Selain itu, sejumlah kewenangan kementerian/lembaga pun akan dialihkan ke lembaga baru ini.
Tentu kita berharap, lahirnya lembaga pangan ini menjadi solusi pamungkas untuk mengintegrasikan kebijakan pangan di Indonesia. Selain itu, kehadiran Badan Pangan Nasional bisa menjadi solusi atas lonjakan harga pangan yang hampir terjadi setiap tahun.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari