Tantangan keterbatasan APBN dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang selama ini menyebabkan terjadinya funding gap, diharapkan bisa selesai melalui KPBU.
Kebutuhan pembangunan infrastruktur dinilai berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi di tengah keterbatasan anggaran. Dalam rangka itu, swasta didorong berpartisipasi dalam pengembangan infrastruktur, salah satunya melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
KPBU merupakan instrument yang diinisiasi pemerintah untuk mencari alternatif pendanaan. Dahulu, skema itu dikenal dengan nama kerja sama pembangunan yang melibatkan pemerintah dan swasta atau dikenal dengan sebutan public private partnership.
Berangkat dari kesadaran adanya keterbatasan dana, di sisi lain bangsa ini butuh pembangunan. Oleh karena itulah lahirnya inisiasi KPBU yang kemudian dikuatkan melalui Perpres nomor 38/2015 tentang kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Begitu juga dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas nomor 2/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Melalui skema tersebut, tantangan keterbatasan APBN dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang selama ini menyebabkan selisih pendanaan (funding gap) diharapkan bisa selesai. Apalagi dalam situasi pandemi yang belum juga berakhir, keterlibatan pihak swasta seakan lebih dibutuhkan bila ingin memastikan pembangunan tetap berjalan.
Sebagai gambaran, berdasarkan proyeksi sebelumnya dengan mengukur kemampuan APBN 2020-2024, pemerintah diperkirakan hanya mampu memenuhi 30 persen atau sekira Rp623 triliun dari total kebutuhan anggaran untuk penyediaan infrastruktur sebesar Rp2.058 triliun.
Adapun sisanya sekitar 70 persen atau Rp1.435 triliun inilah yang kemudian menjadi gap yang harus didanai dari luar anggaran, dalam hal ini swasta. Persoalannya, risiko yang begitu tinggi ditambah ketidaklayakan proyek secara finansial, menjadi hambatan utama bagi pemerintah untuk dapat menawarkan sarana infrastruktur.
Pasalnya secara naluri, tentu swasta tidak ingin melakukan investasi kepada proyek yang memiliki profitabilitas rendah dan berisiko tinggi. Apalagi proyek infrastruktur memiliki karakteristik jangka panjang.
Keseriusan pemerintah untuk mengedepankan skema KPBU haruslah dapat menjawab keraguan dan keengganan swasta. Salah satu instrumennya adalah dengan memberikan fasilitas berupa dukungan semisal jaminan dan insentif perpajakan sebagai pemanis.
Dengan demikian, sejumlah proyek KPBU yang ditawarkan itu bisa menjawab sesuai komitmen pemerintah untuk meneruskan pembangunan infrastruktur meskipun Indonesia sedang menghadapi pandemi. Langkah tersebut dibutuhkan agar ekonomi biaya tinggi dapat terus ditekan dan iklim investasi di tanah air menjadi lebih baik lagi.
Dalam laporannya yang dirilis belum lama ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mengungkap bahwa saat ini terdapat 50 proyek yang dibiayai menggunakan skema KPBU. Nilainya mencapai Rp241 triliun. "Hingga saat ini ada 50 proyek KPBU yang tersebar di seluruh Indonesia, yang meliputi 72 persen proyek dari pemerintah pusat, dan sisanya sekitar 28 persen dari pemerintah daerah," kata Kepala Subdirektorat Dukungan Pemerintah DJPPR Kemenkeu Yonathan Setianto Hadi pada talkshow Indonesia's Sustainable Projects, Rabu (22/12/2021).
Pertanyaan berikutnya, apa saja klasifikasi sektor yang dibiayai melalui skema KPBU. Menurut data DJPPR Kemenkeu, proyek itu terdiri dari sebanyak 17 proyek KPBU sektor jalan, 10 proyek sektor air, 3 proyek sektor energi, 4 proyek sektor ICT, dan 6 proyek sektor transportasi.
Proyek lainnya yang juga dibiayai KPBU adalah satu proyek sektor efisiensi energi, lima proyek sektor waste management, satu proyek kawasan industri, dan tiga proyek perumahan.
Menurut Yonathan Setianto Hadi, berdasarkan tahap pelaksanaan proyek, terdapat 11 proyek yang sudah beroperasi, tujuh proyek dalam tahap konstruksi, 10 proyek dalam tahap prakonstruksi, empat proyek dalam tahap lelang dan transaksi, serta 17 proyek dalam tahap penilaian atau persiapan.
Yonathan lalu menyampaikan bahwa dari 50 proyek KPBU yang ada di seluruh Indonesia, 28 di antaranya telah ditandatangani dan memiliki nilai proyek sebesar USD17,17 miliar, atau setara dengan Rp241,75 triliun.
"Sekitar 50 persen [total proyek] atau 28 proyek sudah menandatangani perjanjian KPBU dengan nilai berjumlah USD17,17 miliar," jelasnya.
Selain KPBU, pemerintah menggunakan dua skema lainnya yaitu pembiayaan gabungan atau blended finance yang mencampurkan anggaran fiskal, sektor swasta, donor, dan filantropi.
Lalu, SDG Indonesia One yang juga merupakan blended finance dengan platform special mission vehicle (SMV) pemerintah, yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Di tahun 2022, Presiden Joko Widodo telah menyebutkan target investasi yang harus dicapai sebesar Rp1.200 triliun, naik 33 persen atau senilai Rp900 triliun pada 2021. Sebuah nilai yang tidak main-main.
Harus diakui, pemerintah harus mengambil jalan menggenjot investasi agar pertumbuhan ekonomi tetap bergerak dan tumbuh. Salah satu instrumen tumbuhnya investasi adalah mengajak swasta terlibat di dalamnya dan skema itu adalah instrumen KPBU.
“KPBU merupakan salah satu dari instrumen pembiayaan inovatif yang didorong oleh pemerintah untuk mendanai proyek-proyek khususnya yang fokus pada proyek berkelanjutan,” ujar Yonathan Setianto Hadi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari