Optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian tanah air yang kian membaik terus tumbuh.
Sejumlah indikator memberikan sinyal perekonomian negara ini telah berada di jalur yang benar dan menuju kondisi seperti sebelum wabah pandemi. Hal ini menjadi sinyal yang melegakan bagi ekonomi bangsa ini ke depannya. Salah satu bukti indikasi itu adalah laporan Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) terbaru yang dirilis Jumat (14/1/2022).
PMI-BI melaporkan kinerja sektor industri pengolahan selama kuartal IV-2021 mencapai 50,17 persen, meningkat dari 48,75 persen pada kuartal III-2021. Artinya, kinerja sektor industri pengolahan pada kuartal keempat 2021 terindikasi meningkat dan berada pada fase ekspansi. “Peningkatan PMI-BI tersebut sejalan dengan perkembangan kegiatan usaha sektor industri pengolahan kuartal IV-2021,” tulis laporan Bank Indonesia.
Peningkatan PMI-BI terjadi pada seluruh komponen pembentuknya, dengan indeks tertinggi pada komponen volume produksi, volume total pesanan, dan volume persediaan barang jadi. Jika dirincikan, volume produksi tercatat meningkat dan berada pada level ekspansi dengan indeks sebesar 51,84 persen, lebih tinggi dari 49,46 persen pada kuartal sebelumnya.
Responden menyampaikan bahwa peningkatan volume produksi tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas masyarakat saat Natal dan libur akhir tahun, serta adanya pelonggaran PPKM sesuai aturan pemerintah di sejumlah daerah. Peningkatan volume produksi terjadi pada sebagian subsektor, terutama subsektor logam dasar besi dan baja, makanan, minuman dan tembakau, tekstil, barang kulit dan alas kaki, serta alat angkut, mesin dan peralatannya.
Di samping itu, indeks volume pesanan barang input tercatat sebesar 51,67 persen, lebih tinggi dari 51,53 persen pada kuartal III-2021. Peningkatan volume pesanan barang input terjadi pada sebagian subsektor, terutama subsektor alat angkut, mesin dan peralatannya, tekstil, barang kulit dan alas kaki, serta logam dasar besi dan baja.
Begitu pun dengan volume persediaan barang jadi yang meningkat, dengan indeks 51,42 persen dan terjadi pada sejumlah subsektor antara lain logam dasar besi dan baja, makanan, minuman dan tembakau, serta tekstil, barang kulit, dan alas kaki. Berdasarkan subsektor, peningkatan terjadi pada mayoritas subsektor, dengan indeks tertinggi pada makanan, minuman, dan tembakau dengan indeks 51,84 persen, logam dasar besi dan baja 51,80 persen, tekstil, barang kayu, dan alas kaki 50,98 persem, serta alat angkut, mesin dan peralatannya 50,66 persen.
Rilis berkaitan dengan Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) itu melengkapi laporan dari bank sentral sebelumnya, yakni soal meningkatnya indeks kenyakinan konsumen (IKK) sepanjang Desember 2021. Bank sentral bahkan mencatat IKK pada dua bulan terakhir 2021 berada pada posisi 118, lebih tinggi dibandingkan dengan Januari dan Februari 2020 atau sebelum pandemi virus corona melanda Indonesia. IKK adalah indikator ekonomi yang bertujuan untuk mengukur optimisme atau pesimisme konsumen (indeks di bawah 100) terhadap kondisi perekonomian negara.
Kinerja Ekonomi
IKK ini menjadi salah satu indikator utama dalam menilai kinerja perekonomian. Keyakinan konsumen yang meningkat tersebut ditopang oleh persepsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini yang terus meningkat.
Hal itu terutama berkaitan dengan pandangan atas penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja, menyusul mulai pulihnya berbagai sektor usaha. Perbaikan IKK didorong oleh mobilitas masyarakat yang mulai meningkat di tengah pelonggaran kebijakan PPKM sejalan dengan terkendalinya penanganan pandemi Covid-19.
Dari gambaran dua indikator di atas, baik PMI-BI maupun IKK yang semakin membaik, memberikan optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian tanah air yang terus memperlihatkan perbaikan. Itu juga semakin menegaskan bahwa pemulihan ekonomi saat ini berada dalam jalur yang benar.
Seperti diketahui, status pandemi Covid-19 yang telah dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia pada 11 Maret 2020, tidak hanya memengaruhi sektor kesehatan, tetapi pada akhirnya berujung pada tertekannya perekonomian nasional dan global.
Indonesia sendiri telah memperpanjang status pandemi Covid-19 di tanah air melalui Keppres nomor 24 tahun 2021 yang diteken pada 31 Desember 2021. Tentunya, PMI–BI dan IKK yang telah kembali ke dalam zona optimistis itu dapat menjadi modal dasar yang baik untuk mendorong perekonomian pada masa berikutnya, sekalipun masih di dalam masa pandemi.
Bagaimana agar perekonomian bangsa tetap mengalami pertumbuhan? Pemerintah mau tidak mau harus terus menggenjot konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah di tengah lesunya mesin investasi dan masih tertekannya ekspor.
Dalam konteks ini, kebangkitan ekonomi, yang sebelumnya, baik pada 2020 hingga 2021 yang ditekan pandemi, akan kembali merangkak naik. Dalam agenda Business Challenges 2022, Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi 2022 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Demikian pula, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bahkan lebih teknis dalam memperkirakan arah pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi 2022 berada di kisaran 4,7 persen yoy hingga 5,5 persen yoy.
Bukan hanya BI, bahkan lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi, yang diprediksi bisa meroket pada angka 6,8 persen yoy.
Jika semua pihak mampu memberikan rasa optimisme yang baik pada laju pertumbuhan ekonomi, respons pasar tentunya akan positif. Dalam rangka itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia merespons sikap optimistis pemerintah dengan melihat sektor-sektor yang akan meningkat pada 2022.
Sedikitnya ada enam sektor bisnis yang diprediksi menggeliat, yakni kuliner, properti, aneka barang dan jasa, teknologi informasi dan komunikasi, pakaian jadi, serta bisnis otomotif. Selain itu, akselerasi akan terjadi pada sektor e-commerce, sebab pada 2022 tren digitalisasi pada sektor pendidikan, kesehatan, dan fintech akan berlanjut, bahkan hingga 2025.
Fintech diperkirakan memainkan peran penting pada pertumbuhan ekonomi 2022. Hal ini selaras dengan beberapa poin penting yang menjadi rujukan terciptanya pertumbuhan tersebut, perkembangan pesat bank digital dan perkembangan layanan online to offline (O2O).
Sebab, perkembangan digital di Indonesia dinilai sudah masuk dalam kategori level atas, sehingga pelaksanaan aktivitas ekonomi akan makin masif karena dukungan fintech tersebut. Agar prospek pertumbuhan ekonomi pada 2022 berjalan baik, seluruh pemangku kepentingan harus mampu melakukan kolaborasi stabilisasi ekonomi.
Dalam konteks ini, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan bahwa kunci dalam memulihkan perekonomian nasional adalah dengan cara meramu kebijakan fiskal dan moneter yang sesuai. Itu artinya, pemerintah harus mampu menerapkan iklim ekonomi yang aktif, dan pelaku ekonomi juga harus atraktif pada iklim ekonomi tersebut dan ekonomi pun semakin menggeliat menyongsong hari esok yang lebih baik.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari